Budi Waseso Minta Nadiem Melihat Sejarah Pramuka
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kwartir Nasional Pramuka, Budi Waseso alias Buwas, meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk mencabut aturan yang tidak mewajibkan ekstrakulikuler Pramuka di sekolah.
Buwas mengungkapkan bahwa Pramuka seharusnya tidak hanya sebatas ekstrakurikuler. Menurutnya, Pramuka harus menjadi bagian wajib dalam pendidikan.
Hal ini ditegaskan Buwas usai dilantik kembali menjadi Ketua Kwartir Nasional Pramuka di Istana Negara, Jakarta, Jumat (5/4/2024) kemarin.
"Pramuka itu tidak ekstrakurikuler, tetapi wajib pendidikan kepramukaan itu. Menurut saya keputusan Menteri itu harus dibatalkan atau dicabut," kata Buwas.
Buwas juga meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk kembali melihat sejarah Pramuka.
Dia menegaskan bahwa Pramuka memiliki sejarah panjang, bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
Permintaan ini datang dari ketidaksetujuan Buwas terhadap kebijakan yang tidak mewajibkan kegiatan Pramuka sebagai bagian integral dari pendidikan.
Ia berpendapat bahwa Pramuka bukan sekadar ekstrakurikuler, melainkan bagian yang wajib dalam pembentukan karakter generasi muda Indonesia.
Sebelumnya, Nadiem mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah melalui Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Peraturan baru ini menempatkan Pramuka sebagai kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.
Hal ini menggantikan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan yang sebelumnya menjadikan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Peraturan Menteri ini ditetapkan di Jakarta pada 25 Maret 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 26 Maret 2024.
Keputusan Nadiem Makarim ini mendapat beragam tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk kritik tajam dari sejumlah pihak yang menyebut langkah ini sebagai merusak karakter dan tradisi Pramuka di Indonesia.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (76.2%)