Sentimen
Positif (99%)
26 Mar 2024 : 21.01
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Jember, Kartini

Partai Terkait

Ahli Waris Warga Jerman Era Kolonial Klaim 2.000 Hektare Tanah di Jember

27 Mar 2024 : 04.01 Views 3

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Ahli Waris Warga Jerman Era Kolonial Klaim 2.000 Hektare Tanah di Jember

Jember (beritajatim.com) – Ahli waris warga Jerman, Victor Clemens Boon, yang diwakili Perkumpulan Penggarap Tanah Telantar (P2T2) Jawa Timur mengklaim kurang lebih 2.100 hektare tanah di Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang mayoritas berstatus hak guna usaha perkebunan milik negara.

Mereka meminta kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Jember untuk menggerakkan mekanisme GTRA (Gugus Tugas Reformasi Agraria) terhadap seluruh tanah eks verponding Indonesia atas nama Victor Clemens Boon, di Kecamatan Puger, Rambipuji, dan Silo.

“Tanah ini dibeli Victor Clemens Boon. Dia masuk pada 1930 belum ada warga. Itu bisa dideteksi. Catatannya di Balai Harta Peninggalan, di BPN (Badan Pertanahan Nasional). Lantas Clemens Boon bayar pajak sampai 1957,” kata Ketua Pendiri P2T2 Iskandar Sitorus, dalam rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Jember, Senin (25/3/2024).

Sekitar dua ribu hektare tanah di Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, yang berbatasan dengan hutan diklaim menjadi hak milik Clemens Boon. Sementara letak tanah milik Clemens Boon di Kecamatan Rambipuji terletak di utara stasiun dengan luas 4,5 hektare dan 3 hektare terletak di sisi utara alun-alun Kecamatan Puger. Lahan tersebut saat ini dihuni masyarakat Puger.

Menurut Sitorus, istri Clemens Boon adalah perempuan pribumi Jember dan dimakamkan di Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates. “Jadi perspektif penjajah itu jahat iya. Tapi bukan berarti semua orang yang datang ke Indonesia dulu itu orang jahat,” katanya.

Berdasarkan berkas dokumen yang diberikan P2T2 ke Komisi A, diketahui bahwa Clemens Boon menikah dengan Kartini binti Pak Suna pada 1939 dan memiliki anak bernama Ineke Irawati.

“Victor Clemens Boon bukan penjajah. Dia pengusaha. Pertama, dia warga negara Jerman, bukan warga negara Belanda. Lalu pada 1930, dia bayar pajak. Artinya orang yang patuh pada aturan,” kata Sitorus.

Namun pada 1957, pemerintah menasionalisasi tanah yang dikuasai warga asing untuk kemudian dikelola menjadi perusahaan perkebunan negara. “Ciri-ciri tanah peninggalan Belanda yang kemudian menjadi tanah negara berstatus HGU (Hak Guna Usaha), HGB (Hak Guna Bangunan), atau hutan,” kata Sitorus.

Clemens Boon meninggal dunia pada 14 Agustus 1963. Istrinya, Kartini, meninggal tiga dasawarsa kemudian, yakni pada 16 November 1994. Ineke meninggal dunia pada 3 Agustus 2007 dan suaminya, Slamet, wafat pada 12 Desember 2013 meninggalkan dua orang anak, Winangku Prihatiningsih dan Bagus Ari Wibowo.

Berbeda dengan klaim atas tanah di Dago Elos di Bandung, Jawa Barat, yang justru berkonflik dengan warga, Sitorus mengatakan, klaim atas tanah oleh ahli waris Clemens Boon tidak akan memicu konflik dengan warga. Hal ini dikarenakan P2T2 menempuh jalur kebijakan politik melalui GTRA dan bukan jalur peradilan. “Usul inisiasi bagaimana ditetapkan, kami manut,” kata Sitorus.

Selain itu, lanjut Sitorus, ahli waris hanya mencari tanah hak milik mereka yang masih kosong atau telantar. Sementara untuk tanah yang sudah dihuni warga, ahli waris Clemens Boon mengikhlaskan. “Kami membantu warga untuk hendak sertifikasi tanah, kami secara hukum akan melepaskannya,” katanya.

P2T2 mengantongi dokumen buku verponding sejak era sebelum kemerdekaan RI dan bukti pajak sampai 1957 sebagai bukti hak atas tanah. Sitorus berharap DPRD Jember dapat memfasilitasi penyelesaian tuntutan hak atas tanah ini melalui GTRA.

“Kami sudah mendeteksi di lapangan dan melihat apapun yang diperlukan kami ikut manut sebagaimana diharapkan tim Gugus Tugas Reforma Agraria. Ini bagaimana everybody happy,” kata Sitorus.

Langkah yang diambil P2T2 tak lepas dari adanya sejumlah lahan yang saat ini dikuasai perkebunan negara tidak dimanfaatkan alias telantar. “Kami hakkul yakin sebagian tanah PTP telantar. Maka itu bisa ada penggarap di atas tanah HGU (Hak Guna Usaha),” kata Sitorus.

Klaim ahli waris Clemens Boon itu akan menjadi pintu masuk bagi redistribusi tanah untuk warga. P2T2 bersedia membantu ahli waris mendapatkan hak atas tanah yang saat ini dikuasai negara, dengan syarat tanah yang sudah dihuni warga tidak diklaim juga. Justru Sitorus ingin klaim ahli waris atas lahan itu bisa menjadi solusi atas sengketa antara warga dengan perkebunan milik negara di beberapa titik.

“Kami yakinkan keluarga ahli waris agar tidak egois. Pemerintah sudah mengatur dan secara faktual rakyat sudah ada di atas tanah itu. Oleh sebab itu lebih baik berkolaborasi. Mereka setuju,” kata Sitorus.

Ada sejumlah tanah di sebelas kabupaten dan kota di Jawa Timur. P2T2 mendekati masyarakat di atas lahan itu. “Pemilik pun setuju mengikhlaskan tanah itu. Pertama dilepas dulu ke negara, jadi ketika masyarakat dapat, mereka tidak iri dan marah,” kata Sitorus.

“Kami berharap DPRD Kabupaten Jember bisa menata kelola dua ribu hektare lebih tanah. Bukan kita mau membongkar-bongkar atau membangkitkan masa lalu. Tapi bagaimana baiknya mekanisme yang dikendalikan pemerintah daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah bisa lebih mumpuni,” kata Sitorus.

Sitorus memperkirakan, jika 2.100 hektare itu didistribusikan, maka setidaknya rakyat bisa menerima 60 persen dari seluruh HGU perkebunan negara. “Itu jika perusahaan itu tidak terbukti menelantarkan tanah yang dikuasainya,” katanya.

Sitorus mengingatkan, perusahaan perkebunan negara tidak pernah membeli dan mengganti rugi atas tanah yang dikuasai saat ini. “Mendapatkannya hanya dengan keputusan negara melalui Menteri Dalam Negeri pada masa itu. Setelah mereka lebih dari 60 tahun menata kelola tanah itu, tidak elok juga kalau tanah itu tidak pernah terdistribusi kepada masyarakat,” katanya.

Sitorus meminta Komisi A DPRD Jember menelusuri penetapan HGU perkebunan negara dan hutan. “Yang kami mau tahu adalah rasa keadilan atas tanah yang ‘dirampas’ dan ditetapkan menjadi HGU atau ‘dirampas’ dan ditetapkan menjadi hutan,” katanya.

Kebijakan pemerintahan Joko Widodo membuka peluang untuk redistribusi tanah. “Pada masa pemerintahan saat ini, hampir tiga juta hektare hutan dilepaskan menjadi tidak berfingsi hutan. Kenapa di Jember, Jawa Timur, hal itu tidak bisa diberlakukan seperti wilayah lain,” kata Sitorus.

Sitorus yakin redistribusi lahan milik Clemen Boon yang saat ini dikuasai perkebunan negara justru akan menguntungkan Pemerintah Kabupaten Jember. “Jika tanah-tanah itu diredistribusi kepada warga kisaran 40 persen saja, maka secara administratif ada 800 hektare tanah yang akan bersertifikat dan jadi milik rakyat,” katanya.

“Kalau dari 800 hektare ini lahir SPPT PBB dan transaksi jual-beli antarwarga masyarakat, tumbuh kembang BPHTB, dan ada retribusi untuk pembangunan rimah dan lain-lan, akan memberikan pendapatan asli daerah,” kata Sitorus. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: positif (99.9%)