Sentimen
Negatif (100%)
17 Mar 2024 : 17.07
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, korupsi

Tokoh Terkait

KPK Jelaskan Penyebab Pemberi Pungli Tak Diproses Hukum

18 Mar 2024 : 00.07 Views 2

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

KPK Jelaskan Penyebab Pemberi Pungli Tak Diproses Hukum

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan tidak memproses hukum pemberi pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang dikelolanya. Sebab, kasus ini masuk kategori pemerasan. “Dugaan sangkakan kepada 15 tersangka yang kami tahan hari ini adalah Pasal 12 e, yaitu pemerasan. Asumsimya kalau diperas, tidak ada istilah penerima dan pemberi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Sabtu, 16 Maret 2024. Ghufron mengatakan pemberi baru bisa diproses hukum jika kasusnya penyuapan. Dalam kasus ini, KPK cuma memproses hukum para penerima pungli di rutan. “Tetapi yang kami sangkakan ini adalah pemerasan, kenapa diperas? Karena ada tekanan-tekanan yang dilakukan petugas kami, yang kemudian memaksa orang memberi sesuatu,” ucap Ghufron. Ghufron memastikan ada unsur pemaksaan dalam kasus pungli di rutan. Sebab, bakal ada hukuman bagi tahanan yang tidak memberikan. “Kalau tidak diberi, atau kalau tidak memberi kepqda petugas ini, sebagaimana disampaikan tadi, tugasnya untuk membersihkan piket jaga, piket kebersihan diperlama, isolasinya diperlama, yang begitu itu tindakan pemerasan,” ujar Ghufron.   KPK menetapkan 15 tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki, enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana. Sementara itu, tujuh orang lainnya merupakan petugas pengamanan Rutan cabang KPK. Mereka yakni Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto. Atas kelakuannya, para pegawai terseret pungli ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan tidak memproses hukum pemberi pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang dikelolanya. Sebab, kasus ini masuk kategori pemerasan.
 
“Dugaan sangkakan kepada 15 tersangka yang kami tahan hari ini adalah Pasal 12 e, yaitu pemerasan. Asumsimya kalau diperas, tidak ada istilah penerima dan pemberi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Sabtu, 16 Maret 2024.
 
Ghufron mengatakan pemberi baru bisa diproses hukum jika kasusnya penyuapan. Dalam kasus ini, KPK cuma memproses hukum para penerima pungli di rutan.
“Tetapi yang kami sangkakan ini adalah pemerasan, kenapa diperas? Karena ada tekanan-tekanan yang dilakukan petugas kami, yang kemudian memaksa orang memberi sesuatu,” ucap Ghufron.
 
Ghufron memastikan ada unsur pemaksaan dalam kasus pungli di rutan. Sebab, bakal ada hukuman bagi tahanan yang tidak memberikan.
 
“Kalau tidak diberi, atau kalau tidak memberi kepqda petugas ini, sebagaimana disampaikan tadi, tugasnya untuk membersihkan piket jaga, piket kebersihan diperlama, isolasinya diperlama, yang begitu itu tindakan pemerasan,” ujar Ghufron.
 
KPK menetapkan 15 tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki, enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.
 
Sementara itu, tujuh orang lainnya merupakan petugas pengamanan Rutan cabang KPK. Mereka yakni Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
 
Atas kelakuannya, para pegawai terseret pungli ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(AZF)

Sentimen: negatif (100%)