Pemerintah Indonesia Dinilai Perlu Bersiap Hadapi Potensi Ancaman dari Luar
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Pertahanan Indonesia sangat dipengaruhi perkembangan situasi di kawasan Indo-Pasifik. Kompetisi negara besar, sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, dan perkembangan teknologi militer di negara-negara di Indo-Pasifik menjadi tantangan strategis utama di kawasan ini. Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), yang bernaung di bawah Yayasan Rupa Madani Nusantara (Rupantara), menilai pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi segala potensi tantangan dan ancaman yang dapat menyebabkan instabilitas bagi negara maupun kawasan Asia Tenggara yang merupakan konsentrik kebijakan luar negeri utama. Pemerintah Indonesia juga perlu menyinergikan kebijakan pertahanan dan luar negeri, agar mampu memberikan respons tepat terhadap perkembangan situasi di kawasan. Selain itu, riset dan pengembangan (research and development atau R&D), transformasi pertahanan, dan penguatan sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor esensial untuk meningkatkan kapasitas pertahanan Indonesia di tengah pesatnya perkembangan teknologi militer di tingkat global. Pemerintah Indonesia dinilai juga perlu dukungan komunitas epistemik untuk mendapatkan analisis yang akurat dan komprehensif terhadap kondisi kawasan Indo-Pasifik yang terus berubah. ISI juga masukan kebijakan yang tepat guna bagi pemerintah Indonesia. ISI berkonsentrasi pada lima fokus kajian, yakni kebijakan luar negeri dan diplomasi, kebijakan pertahanan dan kajian strategi, peperangan modern dan teknologi militer, ekonomi pertahanan, serta kontra-terorisme dan kontra-insurgensi. “ISI diharapkan dapat menjadi leading sector dalam kajian yang menyangkut isu-isu keamanan dan geostrategi di Indo-Pasifik. Kami meyakini Indonesia akan menjadi kekuatan yang disegani di tengah perubahan dinamika keamanan global. ISI memiliki misi untuk memperkuat diskursus publik terkait geostrategi dan geopolitik di Indonesia melalui kolaborasi sipil dan militer," ujar Pendiri dan Penasihat Utama ISI, Muhammad Hadianto, Jakarta, Minggu, 10 Maret 2024. ISI berkeyakinan Indo-Pasifik yang aman dan stabil tidak bisa dipisahkan dari keamanan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Namun, Indonesia belum memiliki kebijakan integratif dalam merespons dinamika di kawasan. ISI merekomendasikan tiga hal kepada pemerintah Indonesia untuk menghindari kelumpuhan strategis. Yakni, pembentukan fungsi dewan pertahanan dan keamanan nasional di bawah Presiden untuk menyusun kalkulasi strategis dari berbagai opsi kebijakan yang akan dipilih untuk merespons ancaman spesifik, mempromosikan penguatan komunitas epistemik yang mendukung kolaborasi sipil-militer dalam kerangka demokratis, dan mengadopsi pendekatan transformatif untuk kebijakan luar negeri dan modernisasi pertahanan. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan sinergisitas antara pemerintah dan ISI dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan Indonesia di kawasan Indo-Pasifik maupun di level global. Saat ini Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang diterima untuk open for accession discussion dengan OECD. "Untuk itu, kolaborasi yang erat dengan think tank seperti ISI sebagai knowledge partner diharapkan bisa berdampak positif pada upaya peningkatan kualitas kebijakan Indonesia,” ujar Airlangga. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimurti Yudhoyono, mengapresiasi ISI. Dia berharap ISI dapat menjadi kawah candradimuka para ahli sipil untuk kajian pertahanan dan kebijakan luar negeri, sehingga Indonesia dapat memastikan keberlangsungan transformasi pertahanan. Dia juga mendukung ISI mewadahi kolaborasi sipil-militer, karena belum banyak yang mengkaji kaitan dinamika Indo-Pasifik dan ekosistem industri pertahanan. Di samping itu, Kementerian Pertahanan mengaku siap menerima saran kebijakan, khususnya untuk kepentingan nasional Indonesia yang bersentuhan dengan isu geostrategis di Indo-Pasifik. ISI diharapkan berkontribusi melahirkan kebijakan berkualitas pada isu-isu prioritas, seperti penguatan tata kelola akuisisi teknologi pertahanan dan kemandirian pertahanan yang selektif.
Jakarta: Pertahanan Indonesia sangat dipengaruhi perkembangan situasi di kawasan Indo-Pasifik. Kompetisi negara besar, sengketa teritorial di Laut Cina Selatan, dan perkembangan teknologi militer di negara-negara di Indo-Pasifik menjadi tantangan strategis utama di kawasan ini.Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), yang bernaung di bawah Yayasan Rupa Madani Nusantara (Rupantara), menilai pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi segala potensi tantangan dan ancaman yang dapat menyebabkan instabilitas bagi negara maupun kawasan Asia Tenggara yang merupakan konsentrik kebijakan luar negeri utama. Pemerintah Indonesia juga perlu menyinergikan kebijakan pertahanan dan luar negeri, agar mampu memberikan respons tepat terhadap perkembangan situasi di kawasan.
Selain itu, riset dan pengembangan (research and development atau R&D), transformasi pertahanan, dan penguatan sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor esensial untuk meningkatkan kapasitas pertahanan Indonesia di tengah pesatnya perkembangan teknologi militer di tingkat global.
Pemerintah Indonesia dinilai juga perlu dukungan komunitas epistemik untuk mendapatkan analisis yang akurat dan komprehensif terhadap kondisi kawasan Indo-Pasifik yang terus berubah.
ISI juga masukan kebijakan yang tepat guna bagi pemerintah Indonesia. ISI berkonsentrasi pada lima fokus kajian, yakni kebijakan luar negeri dan diplomasi, kebijakan pertahanan dan kajian strategi, peperangan modern dan teknologi militer, ekonomi pertahanan, serta kontra-terorisme dan kontra-insurgensi.
“ISI diharapkan dapat menjadi leading sector dalam kajian yang menyangkut isu-isu keamanan dan geostrategi di Indo-Pasifik. Kami meyakini Indonesia akan menjadi kekuatan yang disegani di tengah perubahan dinamika keamanan global. ISI memiliki misi untuk memperkuat diskursus publik terkait geostrategi dan geopolitik di Indonesia melalui kolaborasi sipil dan militer," ujar Pendiri dan Penasihat Utama ISI, Muhammad Hadianto, Jakarta, Minggu, 10 Maret 2024.
ISI berkeyakinan Indo-Pasifik yang aman dan stabil tidak bisa dipisahkan dari keamanan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Namun, Indonesia belum memiliki kebijakan integratif dalam merespons dinamika di kawasan.
ISI merekomendasikan tiga hal kepada pemerintah Indonesia untuk menghindari kelumpuhan strategis. Yakni, pembentukan fungsi dewan pertahanan dan keamanan nasional di bawah Presiden untuk menyusun kalkulasi strategis dari berbagai opsi kebijakan yang akan dipilih untuk merespons ancaman spesifik, mempromosikan penguatan komunitas epistemik yang mendukung kolaborasi sipil-militer dalam kerangka demokratis, dan mengadopsi pendekatan transformatif untuk kebijakan luar negeri dan modernisasi pertahanan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan sinergisitas antara pemerintah dan ISI dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan Indonesia di kawasan Indo-Pasifik maupun di level global. Saat ini Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang diterima untuk open for accession discussion dengan OECD.
"Untuk itu, kolaborasi yang erat dengan think tank seperti ISI sebagai knowledge partner diharapkan bisa berdampak positif pada upaya peningkatan kualitas kebijakan Indonesia,” ujar Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimurti Yudhoyono, mengapresiasi ISI. Dia berharap ISI dapat menjadi kawah candradimuka para ahli sipil untuk kajian pertahanan dan kebijakan luar negeri, sehingga Indonesia dapat memastikan keberlangsungan transformasi pertahanan.
Dia juga mendukung ISI mewadahi kolaborasi sipil-militer, karena belum banyak yang mengkaji kaitan dinamika Indo-Pasifik dan ekosistem industri pertahanan.
Di samping itu, Kementerian Pertahanan mengaku siap menerima saran kebijakan, khususnya untuk kepentingan nasional Indonesia yang bersentuhan dengan isu geostrategis di Indo-Pasifik. ISI diharapkan berkontribusi melahirkan kebijakan berkualitas pada isu-isu prioritas, seperti penguatan tata kelola akuisisi teknologi pertahanan dan kemandirian pertahanan yang selektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(AZF)
Sentimen: positif (100%)