Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ramadhan
Kab/Kota: Jabodetabek, Pesisir Selatan, Cilegon
BRIN Peringatkan Peningkatan Cuaca Ekstrem dan Polar Vortex Sampai Pertengahan Maret 2024
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Dinamika cuaca yang terjadi sejak awal Maret 2024 dan menyebabkan banjir di sejumlah daerah di Selatan Jawa, termasuk Jawa Barat, diprediksi masih belum akan mereda. Bahkan, potensi terjadinya cuaca ekstrem diperkirakan meningkat drastis pada 11 hingga 16 Maret 2024, dengan puncaknya akan terjadi pada 12-13 Maret 2024.
Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebutkan, hal itu terjadi karena saat ini sudah terlihat bibit-bibit polar vortex di Selatan Jawa dan Barat Daya Sumatra, yang berpusat di Samudra Hindia. Berdasarkan pengamatan BRIN, pola-pola vorteks ini sedang aktif bertumbuh, dengan arah mendekat ke Sumatra bagian selatan dan Jawa bagian barat.
Terakhir, pertumbuhan vorteks dengan posisi dan pola yang nyaris serupa dengan saat ini terjadi pada 2002, di mana waktu itu cuaca ekstrem menyebabkan banjir besar di Jakarta dan daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Polar Vortex merupakan aliran udara dingin bertekanan rendah yang berputar di kutub utara dan selatan Bumi.
Kehadiran vorteks berupa putaran badai yang bisa terus membesar menjadi siklon tropis sangat berbahaya, karena memicu berbagai jenis cuaca ekstrem. Meski bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, polar vortex dengan pertumbuhan dan arah pergerakan tertentu bisa menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem dari biasanya.
“Saat ini masih pertumbuhan kecil, tapi kami amati mulai membesar, dan diperkirakan tidak akan mereda atau gugur, sehingga memang sangat perlu diwaspadai,” kata Erma kepada Pikiran Rakyat, Kamis, 7 Maret 2024.
Pada periode 11-16 Maret 2024, vorteks diprediksi akan bergerak masuk ke Jawa bagian barat, mulai dari Cilegon, Jabodetabek, hingga perbatasan Pantura dan Jawa Tengah. Meskipun, dia berharap efeknya tidak akan separah banjir besar 2002, jika pemerintah dan masyarakat bisa melakukan langkah mitigasi yang efektif.
“Untuk banjir Jakarta 2002 yang sangat parah dan masuk dalam siklus 50 tahunan, kami sudah teliti dan melakukan rekonstruksi. Penyebabnya adalah vorteks di bagian selatan Sumatra hingga ke Jawa, dan vorteks itu berperan memperkuat angin dari utara menuju Jabodetabek, sehingga menyebabkan hujan ekstrem berhari-hari. Kondisi langka ini diperkirakan akan terjadi lagi dalam periode 11-16 Maret mendatang,” tutur Erma.
Selain menyebabkan cuaca ekstrem sepanjang pekan depan, intensitas hujan diprediksi akan tinggi dan berlangsung cukup lama. Apalagi, vorteks tersebut terus mendekat dan berbelok ke arah Jawa bagian barat yang merupakan lumbung pangan dan daerah-daerah padat penduduk. Dengan demikian, diperkirakan sebagian Ramadhan akan diliputi curah hujan yang cukup tinggi.
Ketika berinteraksi dengan laut, dampak vorteks berpotensi untuk menimbulkan gelombang tinggi yang disertai badai. “Apalagi jika berinteraksi dengan air pasang, maka tinggi gelombangnya bisa berkali-kali lipat dari badai biasa,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, tim peneliti BRIN yang terbagi dalam dua tim akan melakukan studi ke lapangan untuk mengambil data secara langsung dengan membawa peralatan mobile, untuk mengukur kejadian vorteks ini. Penelitian juga dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana vorteks akan berdampak pada peningkatan curah hujan ekstrem di Jabar.
“Sekarang ini masih prakondisi, vorteks masih pembentukan dan baru akan membesar, masih tahap awal sekali. Yang sekarang ini saja sudah membuat hujan dan banjir di mana-mana, apalagi ketika sudah terbentuk nanti,” kata Erma.
Dia melanjutkan, sebenarnya polar vortex bisa saja luluh dan gugur, ketika syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Hanya saja, kondisi yang terjadi saat ini tidak demikian.
Menurut penelitian yang dilakukan, saat ini bibit vorteks ditarik oleh suhu permukaan laut di sepanjang pesisir selatan Jawa yang panas (antara 1,8 hingga 2 derajat Celcius), sehingga akan membesar dan bergerak ke arah Jawa. Kondisi marine heatwave semacam itu menjadi hipotesis pembentukan badai-badai vorteks yang lebih besar.
“Prediksi kami, bibit vorteks ini tidak meluruh dengan cepat dan hilang, karena syarat-syarat pembentukannya yang lebih besar sudah terjadi,” ujarnya.
Erma berharap, pemerintah bisa menyiapkan langkah-langkah mitigasi untuk meminimalisir dampak cuaca ekstrem tersebut. Meskipun, saat ini persiapan yang bisa dilakukan dinilai sudah terlalu mepet karena hanya berjeda beberapa hari.
Untuk masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai, langkah preventif yang bisa dilakukan adalah dengan mengungsikan barang-barang berharga dan anggota keluarga yang sakit.
“Minimal, ada pengecekan-pengecekan tanggul-tanggul, karena kita tidak tahu (tanggul-tanggul) dibangun kapan dan bagaimana kekuatannya. Jadi ketika ada potensi tidak bisa menampung dampak cuaca ekstrem, bisa segera diperbaiki atau disusun langkah-langkah lain,” tutur Erma.***
Sentimen: positif (49.6%)