Pengurus parpol dilarang jadi jaksa agung, tepatkah?
Alinea.id Jenis Media: News
Ia lantas mengutip UUD 1945, di mana semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pun demikian menyangkut pengadian pada bangsa dan negara.
Hermawi berpendapat, putusan itu mengesankan MK ragu pada profesionalisme anggota parpol. Padahal, publik kian serius mengawasi kinerja lembaga negara.
"Publik sekarang terbuka, netizen kritis. Menurut saya, pelarangan dan hambatan ini tidak perlu dilakukan," kilahnya.
Meskipun demikian, ia menegaskan, NasDem menghormati putusan tersebut. Hermawi pun mengajak masyarakat dan semua pihak mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan putusan MK itu.
Terpisah, pengamat hukum tata negara Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, tidak heran dengan komentar NasDem atas putusan MK tersebut. "Orang partai pasti ngomong begitu," ujarnya kepada Alinea.id.
Castro, sapaannya, justru mendukung putusan ini bahkan dianggap tepat. Baginya, "Anasir politik harus dijauhkan dari kejaksaan sekaligus untuk menghindari konflik kepentingan antara jaksa agung dengan genealogi kekuasaan."
Ia melanjutkan, ada beberapa risiko yang akan dihadapi kejaksaan ketika dipimpin politikus. Intervensi kasus, misalnya.
"[Kewenangan] bisa digunakan [untuk] menggebuk lawan politik kalau genealogi politiknya dari parpol," terangnya.
"Karena ini domain hukum, ya, tidak boleh dipimpin orang politik. Mesti ada masa jeda atau cooling down," imbuh Castro.
Sentimen: negatif (87.7%)