Pakar Hukum: DPD Tidak Diberi Mandat Konstitusional untuk Mengawasi Pelanggaran Pemilu
Jitunews.com Jenis Media: Nasional
Berdasarkan konstitusi, desain serta konstruksi hukum tata negara tidak menempatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melakukan "checks and balances"
JAKARTA, JITUNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. memberikan tanggapan atas kebijakan pembentukan Panitia khusus (Pansus) dugaan kecurangan Pemilu yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Fahri menguraikan bahwa berdasarkan konstitusi, desain serta konstruksi hukum tata negara tidak menempatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk melakukan "checks and balances" dan/atau review terhadap proses ataupun produk pelaksanaan pemilihan umum.
"UUD 1945 telah menentukan secara limitatif organ-organ konstitusional yang berwenang yang dapat menyelesaikannya secara otoritatif, yaitu MK, Bawaslu, DKPP, Pengadilan dan seterusnya, dan bukan diselesaikan dengan menggunakan berbagai instrumen politik di parlemen, sehingga sesungguhnya pilihan kesisteman serta format hukum Pemilu telah diarrange sedemikian rupa dalam kerangka hukum Pemilu kita saat ini melalui politik hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilu," kata Fahri di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu
"Dengan demikian maka ketika mencermati langkah DPD RI tersebut, maka tentunya secara hukum dapat dikategorikan sebagai sebuah kebijakan lembaga negara yang sifatnya ultra vires (diluar batas kewenangan)," imbuhnya.
Fahri Bachmid menguraikan bahwa kewenagan serta mandat konstitusional DPR RI telah ditentukan secara jelas "determined clearly and firmly" oleh UUD 1945, yang mana Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, kemudian Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama,
Fahri Bachmid mengatakan bahwa dalam pelaksanaan teknis kewenagan DPD tersebut, maka Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama. Serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
"Saya berpendapat bahwa pada hakikatnya konstitusi tidak memberikan mandat hukum kepada DPD dalam membuat sebuah kebijakan untuk keperluan serta kepentingan pengawasan terhadap proses Pemilu, apalagi yang berkonotasi dugaan pelanggaran, karena sesungguhnya DPD bukan alat perlengkapan pengawasan Pemilu," pungkasnya.
Klaim Bakal Dilantik Jadi Presiden 20 Oktober, Prabowo: Transisi Pemerintahan Sangat MulusSentimen: netral (99.9%)