Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UGM
Kab/Kota: Samarinda
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Pegawai KPK Pelaku Pungli di Rutan Dihukum 'Paling Berat' dengan Pemecatan
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan masih ada kemungkinan hukuman terberat bagi anggotanya yang menjadi pelaku pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK.
Hal itu dikatakan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam acara Tanya jubir 'Pungli di Rutan KPK?'. Dia menegaskan bahwa ada kemungkinan pemecatan untuk siapa saja anggota mereka yang terlibat pungli rutan.
Dia melanjutkan, pemecatan itu adalah hukuman terberat dari segi disiplin. Sebelumnya, para pelaku dikenai hukuman etik berupa permintaan maaf yang kemudian direspons negatif oleh publik.
Untuk itu, Ali memastikan bahwa para pegawai KPK terlibat pungli akan mendapat 2 putusan hukuman. Selain hukuman permintaan maaf secara etik, akan ada lagi hukuman adminisitratif dari segi disiplin yang akan ditetapkan inspektorat.
"Merekomendasikan permintaan maaf secara langsung dan terbuka di depan pejabat pembinaan kepegawaian PPK dalam hal ini sekjen. Putusan kedua, merekomendasikan agar dijatuhkan sanksi disiplin oleh inspektorat KPK. Inilah wilayah administrasif nanti," kata Ali, dikutip pada Kamis, 29 Februari 2024.
"Yang kedua, pemeriksaan disiplinnya Itu oleh inspektorat. Nah disiplin ini hukuman terberatnya adalah pemecatan," kata dia.
Adapun, ada lebih dari 10 orang lembaga antirasuah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Lebih dari 10 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 20 Februari 2024.
Penanganan kasus pungli di rutan oleh KPK melibatkan pendekatan yang meliputi aspek etika, disiplin di tempat kerja, dan hukuman pidana. Secara etika, 78 staf KPK telah dikenai sanksi, termasuk permintaan maaf sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Selain itu, 12 staf KPK tengah menjalani proses sanksi disiplin di Inspektorat KPK. Kasus ini juga sedang dalam tahap penyidikan di ranah pidana. Ali menegaskan bahwa penyelesaian kasus tersebut akan dilakukan dengan cermat dan menyeluruh.
Permintaan maaf secara terbuka dari 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbukti melakukan pungutan liar di Rutan KPK menuai kritik dari kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi.
Baca Juga: AHY Girang Diajak Jokowi Makan Bakso Bersama di Samarinda: Saya Salut Betul
Sistem Rapuh Etik KPKPeneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, sanksi etik berupa permintaan maaf terbuka itu sangat lemah, meski prosedurnya memang sesuai aturan.
Akan tetapi, keseluruhan peristiwa tersebut mencerminkan adanya problematika di KPK setelah lembaga antirasuah tersebut mengalami perubahan sebagai dampak dari revisi UU KPK.
"Memang UU KPK itu problematik. Tidak memberikan kewenangan kepada Dewas untuk melakukan pemberhentian (pegawai yang terbukti melanggar etika). Tapi, Dewas pun ketika membentuk peraturan tentang kode etik dan penegakannya, itu juga sangat lemah," katanya, Rabu, 28 Februari 2024.
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menilai, proses pemidanaan harus dipertimbangkan untuk digunakan, khususnya dengan mempertimbangkan nilai suap yang diterima oleh pelaku dan rasa keadilan. Mengingat hal tersebut merupakan tindakan korupsi dan dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang berakibat pada kerusakan sistem secara terstruktur sistemik.
"Tanpa adanya pidana, akan menjadi suatu cerminan betapa rapuhnya lembaga anti korupsi ketika ada yang korupsi didalamnya, tetapi hanya diminta meminta maaf," tuturnya. ***
Sentimen: negatif (100%)