Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam, Hindu
Tokoh Terkait
Rencana KUA Jadi Tempat Pencatatan Nikah Semua Agama, Tokoh Hindu: Bantu Minoritas
TVOneNews.com Jenis Media: News
Jakarta, tvOnenews.com - Rencana Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga akan dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama menjadi pro kontra.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendesak Menteri Agama Yaqut untuk lebih fokus mengoptimalkan peran Kantor Urusan Agama (KUA) serta memaksimalkan peran dan fungsi penyuluh keagamaan, termasuk soal konsultasi pranikah.
Desakan tersebut merupakan tanggapan Hidayat Nur Wahid atas usulan Yaqut yang ingin menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama di tanah air.
"Harusnya, menag fokus mencarikan solusi terhadap masalah yang merupakan ranah dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, bukan justru mengarahkan untuk turut mengurusi agama lain, seperti menjadikan KUA, menjadi tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam juga. Padahal, KUA adalah institusi di bawah Dirjen Bimas Islam. Hal yang tidak sejalan dengan aturan tata kelola organisasi Kemenag yang dikeluarkan sendiri oleh menag," kata Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Hidayat menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, KUA di tingkat kecamatan merupakan unit pelaksana teknis Kemenag yang bertanggungjawab dan berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.
Hidayat pun mempertanyakan usulan Yaqut soal KUA mengurusi pencatatan nikah semua agama itu disampaikan juga pada rapat kerja (raker) Ditjen Bimas Islam.
"Sangat disayangkan, di forum raker dengan Bimas Islam, yang seharusnya mengutamakan pembahasan peningkatan pelayanan untuk masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Islam," katanya.
Dia juga menilai usulan soal pencatatan nikah semua agama di KUA tersebut juga tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia.
Selain itu, tambah Hidayat, hal itu juga tidak selaras dengan aturan yang berlaku, termasuk amanat UUD Negara RI Tahun 1945 dan justru dapat menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim karena bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
"Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama, yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama, belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI; sementara banyak warga yang kami temui saat reses merasa resah dan menolak rencana program yang disampaikan Menag (Yaqut) tersebut," jelasnya.
Selain tidak relevan, lanjut Hidayat, kebijakan itu akan semakin memberatkan KUA, yang sebagian besar mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan tidak memiliki kantor sendiri.
Dia juga menilai usulan itu akan memberatkan warga non-muslim yang akan menikah, karena KUA identik dengan warga beragama Islam.
Sehingga, lanjut Hidayat, hal itu akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi kalangan non-muslim karena akan terjadi prosedur tambahan.
"Lebih maslahat bila menag membatalkan niatnya menjadikan KUA juga sebagai tempat pencatatan nikah semua agama, dan lebih banyak maslahatnya bila menag menguatkan peran dan fungsi dari KUA untuk menjadi bagian dari solusi masalah penyimpangan dari ajaran agama Islam yang terjadi di masyarakat," ujar Hidayat Nur Wahid.
Sementara itu, senator DPD asal Bali Arya Wedakarna menyambut baik rencana tersebut.
"Ide dari Menteri Agama perlu disambut dengan baik. Ini urusan teknis pencatatan saja. Tidak mengganggu sistem yang ada selama ini," katanya saat dihubungi.
Menurutnya, umat Hindu di pelosok akan terbantu dengan pencatatan pernikahan di KUA.
"Di Bali mungkin tidak ada masalah, tapi di daerah-daerah luar Bali, peran KUA sangat diperlukan oleh minoritas," katanya.
Pernyataan Menag Yaqut tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam bertajuk Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan.
"Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama," ujar Yaqut dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu lalu.
Menurut Yaqut, dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, diharapkan data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.
"Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-Muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama," katanya.
Menag juga berharap aula-aula yang ada di KUA dapat dipersilakan untuk menjadi tempat ibadah sementara bagi umat non-Muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi, sosial, dan lain-lain.
"Bantu saudara-saudari kita yang non-Muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Tugas Muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan pelindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya," kata Menag Yaqut.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kamaruddin Amin mengatakan pada 2024, pihaknya akan meluncurkan KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas agama.
"Tahun ini pula segera kami launching KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas fungsi dan lintas agama," kata dia. (ant/ebs)
Sentimen: negatif (87.7%)