Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Katolik
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Pembantaian Santa Cruz, Peristiwa Berdarah yang Pernah Terjadi Tahun 1991
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Pembantaian Santa Cruz atau Pembantaian Dili merupakan peristiwa berdarah yang terjadi di Permakaman Santa Cruz, Dili, Timor Timur, pada 12 November 1991, saat pendudukan Indonesia di Timor Leste. Tragedi itu membuat lebih dari 200 orang pengunjuk rasa pro-kemerdekaan Timor Timur meregang nyawa lantaran diberondong peluru TNI.
Sebanyak 271 korban jiwa dalam Pembantaian Santa Cruz. Tragedi berdarah itu merupakan pelanggaran HAM berat dan juga disebut sebagai bagian dari genosida di Timor Timur.
Peristiwa Pembantaian Santa Cruz itu diabadikan dalam video berjudul Cold Blood: The Massacre of East Timor oleh Max Stahl—aslinya bernama Max Christopher Wenner, Stahl merupakan nama gadis ibunya. Dia bahkan dinobatkan sebagai pahlawan nasional Timor Leste.
Lalu, bagaimana peristiwa pembantaian itu bermula? Bagaimana akhir dari peristiwa berdarah yang terjadi di Dili itu?
Kronologi Pembantaian Santa Cruz
Ilustrasi peluru senjata api.
Peristiwa pembantaian di Permakaman Santa Cruz itu tidak begitu saja terjadi, bermula dari kabar yang beredar di Timor Timur yang menyebut bahwa sebuah delegasi parlemen dari Portugal berniat berkunjung ke bumi Lorosae. Kedatangan mereka bahkan dikabarkan bakal diikuti 12 jurnalis internasional.
Niatan itu ditolak pemerintah Soeharto yang keberatan bila kunjungan itu diikuti oleh jurnalis. Para pemuda pro-kemerdekaan Timor Leste melakukan perlawanan, menyiapkan sambutan untuk menyambut delegasi Portugal itu, membikin spanduk sambutan di Gereja Motael Dili.
Walakin, intelijen Indonesia mengetahuinya. Pergerakan para pemuda itu terus diawasi TNI. Pada 27 Oktober 1991 malam waktu setempat, 'suar' itu menyalak, sekelompok provokator yang bekerja untuk intelijen Indonesia mengejek para pemuda itu dan memancing keributan. Perkelahian pun pecah.
'Api' semakin berkobar saat pagi harinya, yakni 28 Oktober 1991, kala jasad aktivis Sebastiao Gomes ditemukan ada di dekat Gereja Motael. Hal itu memantik peristiwa lebih besar terjadi.
Pecahnya Pembantaian Santa Cruz
Ilustrasi pekuburan. Pixabay/ju-dit
12 November 1991 pagi, misa arwah memperingati kematian sang aktivis muda digelar di Gereja Motael. Dipimpin Pastor Alberto Ricardo, ribuan umat Katolik dengan khidmat mengikutinya. Misa selesai pukul 7.00 waktu setempat.
Setelah selesai menjalani serangkaian misa, ratusan orang keluar sembari membentangkan spanduk yang menampilkan wajah pemimpin gerakan pro-kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao. Mereka terus melangkahkan kakinya, sambil meneriakkan nama Timor Leste. Berjalan beberapa kilometer, mereka terus melangkah menuju tempat Sebastio Gomez beristirahat dengan tenang.
Suasana mencekam saat mereka sampai di sekitar permakaman. TNI sudah bersiaga di sana. Dalam rekaman video Max Stahl—yang direkam diam-diam dalam liputan untuk Yorkshire Television Britania Raya—suasana di sana tampak begitu mencekam, banyak yang berlarian menuju gerbang pekuburan. Ratusan orang itu berlari, mencari tempat yang aman. Namun, rentetan peluru tak berhenti, pelatuk senapan otomatis terus ditekan.
Pembantaian sadis itu disaksikan dua jurnalis Amerika Serikat, yakni Amy Goodman dan Allan Nairn.
"Dor...dor...dor..."
Ratusan orang itu tetap berdesakan, berhamburan, kocar-kacir berlarian acak arah untuk menghindari desing peluru. Jerit ketakutan menggambarkan suasana mencekam di sana. Banyak yang ambruk karena terkena peluru. Ada peluru yang terkena kaki, dada, dan kepala.
Ada yang bertahan, berkumpul di tengah kompleks permakaman, di altar doa. Mereka bersitungkin menghilangkan ketakutan, merapal doa. Namun, prajurit TNI menyisir kompleks pekuburan itu, mereka diangkut ke RS TNI Wira Husada.
Di sana, mereka dibersihkan menggunakan air yang disemprotkan, kemudian lukanya dibasuh pakai cairan antiseptik. Prajurit mencatat nama beserta alamat orang-orang yang dibawa itu.
Kesaksian sang jurnalis
Ilustrasi kamera. Pixabay
Max Stahl merupakan saksi dalam peristiwa bersejarah itu. Dia bahkan menceritakan mencekamnya tragedi berdarah itu.
"Saya baru saja menyiapkan kamera saya ketika mendengar suara gemuruh, setidaknya 10 detik tembakan tanpa henti. Para tentara yang datang melepaskan tembakan tepat ke kerumunan beberapa ribu anak muda," kata dia.
"Tinggal tunggu waktu sebelum mereka datang kepada saya, dan saat itu saya berpikir, saya harus pergi dari sini," ujarnya lagi, seperti dilaporkan BBC News Indonesia.
Stahl mengubur rekamannya di sebuah makam, lalu diselundupkan untuk bisa keluar dari Timor Leste, video itu pun disiarkan, disaksikan seluruh dunia.
Video Stahl itu membuat mata dunia terbuka, menjadi video terbaik untuk kategori HAM pada 1992 dari Amnesty International.
Pahlawan nasional Timor Leste itu berpulang pada Rabu, 27 Oktober 2021. Dia meninggal dunia di Brisbane, Australia.
Siapa yang dihukum karena Pembantaian Santa Cruz?Beberapa bulan berselang, yakni awal 1992, Dewan Kehormatan Militer memecat Pangdam IX Udayana Mayjen Sintong Panjaitan, Pangkolakops Timor dan seluruh Asisten Pangkolakops, Danrem 164/Wira Dharma, Dandim 1827/Dili. Kendati pemecatan terhadap sejumlah komandan yang terlibat dalam peristiwa berdarah itu sudah dilakukan, operasi militer di Timor Timur tetap dilangsungkan.
Tentara Indonesia yang kala itu dipimpin Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno dituding telah melakukan pelanggaran HAM dan Xanana Gusmao ditangkap pada 20 November 1992.***
Sentimen: negatif (100%)