Sentimen
Negatif (94%)
22 Feb 2024 : 07.54
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Washington, Moskow

Tokoh Terkait

Ukraina di Ujung Tanduk, Akui Kalah Jumlah Pasukan-Senjata dari Rusia

22 Feb 2024 : 07.54 Views 6

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Ukraina di Ujung Tanduk, Akui Kalah Jumlah Pasukan-Senjata dari Rusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina masih terus berlangsung tanpa ada kejelasan kapan akan berakhir. Hampir dua tahun perang berkecamuk, keduanya masih terus berupaya meraih kemenangan.

Rusia telah mengintensifkan serangannya untuk merebut wilayah Avdiivka, yang menjadi lini depan pertempuran antara Moskow dengan Kyiv. Pasukan yang dipimpin Presiden Vladimir Putin pun berhasil untuk merebut kota kunci itu.

Putin menyebut pencaplokan Avdiivka sebagai "kemenangan penting". Pasalnya, perebutan ini terjadi di tengah kekurangan amunisi yang akut di Ukraina, sementara bantuan militer Amerika Serikat (AS) kepada Kyiv tertunda selama berbulan-bulan di Kongres.

-

-

"Kepala negara mengucapkan selamat kepada tentara Rusia atas keberhasilan ini, sebuah kemenangan penting," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan di situsnya, dikutip Reuters, Rabu (21/2/2024).

Reuters sendiri mencoba menguak kelemahan dari pihak Ukraina sehingga dapat digeser oleh Rusia. Salah satunya adalah udara dingin yang melanda medan perang.

Juru bicara Brigade Penyerang Terpisah ke-3, salah satu unit yang mencoba menguasai kota, mengatakan hal-hal ini dapat membuat jumlah pasukan mereka yang bertahan kalah tujuh berbanding satu dengan Moskow.

"Cuacanya hujan, salju, hujan, salju. Akibatnya, orang-orang terserang flu atau angina. Mereka tidak bisa beraksi selama beberapa waktu, dan tidak ada orang yang menggantikan mereka," kata seorang komandan kompi di brigade Ukraina dengan panggilan Limuzyn.

Komandan lain di Brigade ke-59, yang hanya menyebutkan nama depannya Hryhoriy, menggambarkan serangan tanpa henti dari kelompok yang terdiri dari lima hingga tujuh tentara Rusia yang terus maju hingga 10 kali sehari. Ia bahkan menyebut serangan itu sebagai gilingan daging.

"Ketika satu atau dua posisi bertahan melawan serangan-serangan ini sepanjang hari, para prajurit menjadi lelah," kata Hryhoriy ketika ia dan pasukannya yang kelelahan diberi rotasi singkat dari garis depan dekat kota Donetsk di bagian timur yang diduduki Rusia.

"Senjata rusak, dan jika tidak ada kemungkinan untuk memberi mereka lebih banyak amunisi atau mengganti senjata, maka Anda memahami apa akibatnya."

Bantuan Senjata Mandek

Kyiv sangat bergantung pada uang dan peralatan dari luar negeri untuk mendanai upaya perangnya. Namun dengan bantuan AS sebesar US$ 61 miliar yang tertahan oleh perselisihan politik di Washington, negara ini terlihat lebih terekspos sejak dimulainya invasi.

Seorang tentara yang bertugas di unit artileri roket GRAD, yang memiliki tanda panggilan "Skorpion", mengatakan bahwa peluncurnya kini beroperasi pada sekitar 30% dari kapasitas maksimum.

"Baru-baru ini menjadi seperti ini. Amunisi asing tidak sebanyak itu," paparnya.

Pasokan peluru artileri juga terbatas karena ketidakmampuan negara-negara Barat mengimbangi laju pengiriman senjata untuk perang yang berkepanjangan. Selain jeda pasokan dari AS, Uni Eropa (UE) juga mengakui bahwa mereka akan gagal memenuhi target pasokan satu juta peluru ke Ukraina pada bulan Maret hingga hampir setengahnya.

Michael Kofman, seorang rekan senior dan spesialis militer Rusia di Carnegie Endowment for International Peace, memperkirakan bahwa artileri Rusia menembak lima kali lebih cepat daripada artileri Ukraina,

"Ukraina tidak mendapatkan jumlah amunisi artileri yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertahanan minimumnya, dan ini bukanlah situasi yang berkelanjutan di masa depan," tambah Kofman.

Moskow kini menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina termasuk Semenanjung Krimea yang dicaploknya pada tahun 2014, meskipun garis depan perang sebagian besar mengalami stagnasi dalam 14 bulan terakhir.

Para pejabat Ukraina mengatakan angkatan bersenjata mereka berjumlah sekitar 800 ribu, sementara pada bulan Desember Putin memerintahkan pasukan Rusia ditingkatkan sebanyak 170 ribu tentara menjadi 1,3 juta.

Selain persenjataan darat, drone juga mulai menjadi arena persaingan antara kedua negara. Kyiv telah menaikan produksi drone dan mengembangkan UAV yang canggih dan jarak jauh.

Di sisi lain, Moskow telah mampu menandingi rivalnya dengan investasi besar yang memungkinkan negara tersebut meniadakan keunggulan lawan.

"Skalanya sungguh mencengangkan. Di pihak Ukraina saja, lebih dari 300.000 drone dipesan dari produsennya pada tahun lalu dan lebih dari 100.000 dikirim ke pihak Ukraina," kata Menteri Digital Mykhailo Fedorov.

Jumlah drone ini juga telah menjadi pembahasan militer Ukraina. Seorang militer Kyiv bernama Darwin mengaku saat ini drone telah membuat kontribusi manusia dalam perang semakin berkurang.

"Di masa depan, saya yakin akan ada situasi serupa dengan drone: Konsentrasi dan efektivitas peperangan elektronik akan menjadi begitu besar sehingga hubungan apa pun antara kendaraan udara dan pilotnya menjadi mustahil," tambahnya.


[-]

-

Putin Ngamuk di Tahun Baru, Perang Rusia-Ukraina Makin Ngeri
(luc/luc)

Sentimen: negatif (94.1%)