Sentimen
Negatif (92%)
5 Feb 2024 : 03.13
Informasi Tambahan

Institusi: UGM

DPR Diminta Berperan Aktif Lakukan Proses Pemakzulan pada Presiden Jokowi, Berani?

5 Feb 2024 : 10.13 Views 2

Gatra.com Gatra.com Jenis Media: Nasional

DPR Diminta Berperan Aktif Lakukan Proses Pemakzulan pada Presiden Jokowi, Berani?

Jakarta, Gatra.com - Menjelang gelaran Pemilu 2024, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dinilai banyak melanggar hukum dan konstitusi sehingga sudah bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan pemakzulan kepada Presiden Jokowi. Namun, langkah pemakzulan hanya bisa dilakukan melalui DPR RI.

"Seandainya DPR mau menggunakan hak menyatakan pendapat, interpelasi, atau minimal hak angketnya, proses impeachment kepada presiden bisa dilakukan," ujar aktivis hukum Bivitri Susanti dalam keterangan yang diterima, Sabtu (3/2/2024).

Bivitri yang mengaku bukan tim sukses paslon 01, 02, atau 03, sudah melihat jelas pelanggaran dan sudah melaporkannya juga. "Tapi kami kelelahan bukan karena argumentasi hukum tapi berdebat di soal-soal yang tak harus dipersoalkan," cetus dia.

Menurut Bivitri, bagi seorang presiden perbuatan tercela adalah menyalahgunakan wewenangnya. "Presiden melanggar atau tidak, kita tak bisa melakukan pemakzulan, DPR yang bisa. Kita di sini semua gak bisa, ayo DPR berfungsi dong," jelasnya.

DPR, lanjut Bivitri, harus menjalankan fungsi pengawasan bisa lewat hak angket atau hak interpelasi. "Kalo belum jelas cawe cawe-nya Jokowi, ya diinvestigasi dong, paling tidak ada ruang pengawasan."

Kedua, sambung Bivitri, Bawaslu harus menjalankan fungsinya dengan baik, termasuk terhadap Presiden Jokowi. "Masyarakat sipil juga harus rajin menjaga kegelisahan ini, kalo tidak nanti semua yang dilakukan Jokowi dianggap biasa, bahaya itu," tegas dia.

Sementara, pakar hukum tata negara dan konstitusi UGM Zainal Arifin Mochtar menyatakan tindakan cawe-cawe atau ikut campurnya presiden tidak pernah terlihat sejak memasuki era reformasi atau sejak presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. "Fakta terlalu cawe-cawenya Jokowi dalam penyelenggaran pemilu kali ini sudah sangat bertebaran dan terang benderang," ujar dia.

Campur tangan Jokowi, lanjut Zainal Arifin Mochtar yang akrab disapa Ucenk, dimulai dari bansos dengan stiker Prabowo-Gibran, kasus paman Usman di MK, hingga momen ketika Jokowi berbicara dengan latar belakang atribut TNI ketika menyerahkan pesawat sebagai alutsista bagi TNI. Dalam momen tersebut seakan-akan Jokowi ingin menegaskan bahwa aparat negara berada di belakangnya.

Sikap dan tindakan Presiden Jokowi ini, menurut Ucenk dipicu oleh tindakan sendiri yang selama ini terlalu menyokong segala tindak dan sikap Jokowi. "Harusnya kita berani melakukan pengakuan dosa," jelas dia.

Menurut Ucenk, mengapa Jokowi bisa sampai gigantis seperti ini karena semua pihak tidak melakukan pengawasan yang ketat. DPR, sambung dia, juga tidak menjalankan fungsinya dengan benar hingga presiden memiliki kekuasaan yang sangat kuat dan mengarah pada orotitarian. "Dengan mudahnya presiden menabrak dan melanggar hukum konstitusi," tegas dia.

Senada dengan Bivitri, Ucenk menyebut banyaknya hukum konstitusi yang dilanggar Presiden Jokowi ini sebenarnya sudah bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan pemakzulan kepada presiden.

Ucenk menegaskan, konstitusi memungkinkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengusulkan pemberhentian (pemakzulan) presiden kepada MPR. Sementara, MPR adalah satu-satunya kekuasaan yang dapat memberhentikan presiden dan wakil presiden, meski melalui pemeriksaan di MK. "Secara teknis usulannya adalah 2/3 dari anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 yang hadir," cetusnya.

Hanya saja, selama ini Ucenk melihat adanya ketidakmapuan atau ketidakmauan dari partai-partai politik yang ada DPR untuk melakukannya. Karena itu, Ucenk menyarankan untuk melakukan "Pemincangan Kekuasaan".

Adapun pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI), Johan O Silalahi, menyatakan, Presiden Jokowi memang sudah melanggar sangat banyak hukum sehingga sudah sangat layak dimakzulkan. "Hanya prosesnya ada di tangan DPR, wewenangnya di DPR," tegas dia.

23

Sentimen: negatif (92.8%)