Sentimen
Netral (88%)
4 Feb 2024 : 09.26
Informasi Tambahan

Kasus: nepotisme

Indonesia Dinilai Perlu Punya UU Lembaga Kepresidenan

4 Feb 2024 : 16.26 Views 3

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Indonesia Dinilai Perlu Punya UU Lembaga Kepresidenan

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat Politik Eep Saefulloh Fatah menilai Indonesia membutuhkan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan.

Dalam beleid itu juga perlu diatur soal pelucutan kekuasaan presiden di akhir-akhir masa jabatannya.

“Contoh undang-undang lembaga kepresidenan harus dibikin dan presiden harus dipincangkan, kalau istilah Zainal Arifin Mochtar, istilah umum sebetulnya itu, dalam pengertian bahwa dia harus dilucuti sebagian kekuasaannya dalam waktu yang krusial misalnya di ujung pemerintahan,” ujar Eep dalam siaran Gaspol yang tayang di YouTube Kompas.com pada Sabtu (4/2/2024).

Baca juga: GASPOL! Hari Ini: Eep Saefulloh Fatah Ungkap Skenario Ganjar dan Anies di Putaran Kedua

Hal tersebut diperlukan guna mencegah tindakan sewenang-wenang oleh presiden dalam mengintervensi kekuasaan di akhir masa jabatannya.

“Supaya ketika dia jadi kandidat (presiden) lagi dia tidak menyeleweangkan kekuasaan atau di ujung dua terminnya dia tidak melakukan nepotisme, dia tidak melakukan personalisasi bansos dan lain-lain. Itu harus diatur,” kata dia.

Selain itu, CEO Pollmark Indonesia ini juga menyorot soal masalah kolusi di kalangan oligarki.

Dia menilai Indonesia memerlukan Undang-Undang Pendanaan Politik atau Political Financing yang mengatur secara detil soal keuangan suatu kegiatan politik.

“Harus ada misalnya Undang-Undang Political Financing Pendanaan Politik yang dibuat, yang mengatur bagaimana uang untuk kegiatan politik dikumpulkan, bukan hanya besarnya, transparansinya, mekanisme pertanggungjawabannya,” kata Eep.

Baca juga: Menegakkan Kembali Etika Kehidupan Berbangsa

“Bagaimana uang dikeluarkan untuk kegiatan politik spending, bukan hanya besarnya, tapi transparansinya dan bagaimana pertanggungjawabannya,” sambung dia.

Selanjutnya, ia juga menyorot politik balas budi atau tindakan repayment politik dapat merusak demokrasi.

Eep menilai seharusnya tindakan memberikan privilege atau keutamaan kepada orang yang membantu saat kampanye itu dilarang.

“Dan politik yang berbasis balas budi segala macam itu terbukti menghancurkan demokrasi,” tambah dia.

Baca juga: Sesar Politik Kesadaran Berbangsa Indonesia

-. - "-", -. -

Sentimen: netral (88.9%)