Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Gaduh etika riset dan sanksi potong tukin di BRIN
Alinea.id Jenis Media: News
Dalam surat pertama itu, PP PPI menjelaskan data-data yang dihasilkan Farid dan para peneliti dalam riset sebelumnya sudah menjadi milik BRIN setelah BPPT dilebur ke lembaga pimpinan Laksana Tri Handoko itu. Selain itu, para penulis yang diadukan juga merasa turut menghasilkan data yang dipersoalkan Farid.
Pada 28 Agustus 2023, Farid kembali melayangkan surat kepada PP PPI meminta penjelasan mengenai proses pemeriksaan dugaan pelanggaran KEKPP dalam kasus tersebut. Surat itu dibalas PP PPI pada 16 Oktober 2023. Seperti sebelumnya, PP PPI menegaskan tak ada pelanggaran KEKPP yang dilakukan Aribowo dan kawan-kawan.
Farid menduga PP PPI tak serius mendalami laporannya dan berpihak kepada teradu. Pada 14 November 2023, ia pun melayangkan surat pengaduan kepada pemimpin BRIN dan Dewan Pengawas PPI. Ia melaporkan
Ketua Umum PPI Syahrir Ika, Ketua Majelis Kehormatan Periset PPI Thomas Djamaluddin, dan Ketua Divisi Etika Periset PPI Hendro Tjahjono.
Dalam surat aduan itu, Farid membantah berbagai dalih yang dipakai PP PPI ketika memeriksa laporannya. Salah satunya terkait kerahasiaan data riset. Dalam surat penjelasan, PP PPI berdalih kerahasiaan merupakan ranah institusi dan menyebut Aribowo dan kawan-kawan sudah mengantongi izin untuk menyalin data dari BRIN. Namun, menurut Farid, tak ada bukti otentik adanya izin dari institusi.
"Saya memohon pimpinan BRIN melakukan pemeriksaan disiplin PNS terhadap Pengurus PPI. Berdasarkan surat PPI kepada Kepala BRIN Nomor S-88/PP/PPI/X/2023, mereka adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penegakan etika dan perilaku periset pada kasus yang saya adukan," ujar Farid.
Selain itu, Farid juga menyanggah dalih PP PPI yang menyebut pasal kerahasiaan dalam perjanjian kerja sama (PKS) konsorsium MALE tidak bisa dilaksanakan karena kondisi kahar setelah peleburan BPPT ke BRIN. Mengacu pada 70,71, dan 72 Peraturan Presiden Nomor 78/2021 tentang BRIN, menurut Farid, segala tugas dan tanggung jawab BPPT sudah dialihkan sepenuhnya kepada BRIN. Artinya, semua ketentuan PKS konsorsium MALE tetap berlaku.
Ketua Majelis Kehormatan Periset PPI Thomas Djamaluddin mengatakan laporan dugaan pelanggaran kode etik periset yang diadukan Farid sudah selesai pada level PP PPI. Menurut dia, pelapor dan terlapor sudah dimintai keterangan terpisah oleh Divisi Penegakan Etik PPI.
"Kasusnya dihentikan karena tidak ada pelanggaran etik. Pimpinan PPI sudah memberikan penjelasan kasus tersebut kepada Kepala BRIN. Saya tidak tahu tentang laporan kepada saya tentang dugaan pelanggaran kode etik dan disiplin ASN," ucap Thomas saat diklarifikasi Alinea.id, Kamis (1/2).
Hingga kini, laporan dugaan pelanggaran disiplin ASN yang dilayangkan Farid terhadap pengurus PPI belum dibalas oleh petinggi BRIN dan Dewan Pengawas PPI. Menurut Thomas, itu karena pimpinan BRIN merasa perkara tersebut sudah selesai. "Tidak ada tindak lanjut dari BRIN,"ucap Thomas.
Persoalan terkait etika riset juga mencuat dalam publikasi riset bertajuk "Review: A Chronicle of Indonesia’s Forest Management: A Long Step towards Environmental Sustainability and Community Welfare" yang diterbitkan pada Jurnal LAND pada 16 Juni 2023. Riset itu digarap sekitar 120 peneliti Pusat di Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN.
Dewan Etik BRIN mempersoalkan ramainya peneliti yang terlibat dalam KTI itu. Dugaan ada peneliti yang sekadar numpang nama pun dimunculkan. Awal Januari lalu, para peneliti dianggap melanggar etika riset dan disanksi pemotongan tunjangan kinerja. Narasumber Alinea.id melaporkan salah satu peneliti bahkan dipecat karena kasus itu.
Salah satu peneliti yang kena sanksi dalam kasus tersebut mengatakan BRIN memberlakukan pemotongan tukin pada kisaran 10-20% kepada para peneliti. Selain pemotongan tukin, para peneliti juga dituntut mencabut artikel yang sudah dipublikasi dari jurnal.
Ia merasa proses pemeriksaan pelanggaran etika yang dilakukan manajemen BRIN dalam kasus tersebut juga bermasalah. Pasalnya, tidak ada proses klarifikasi terlebih dahulu terhadap semua peneliti yang terlibat. Selain itu, tak ada aturan yang membatasi jumlah peneliti yang terlibat dalam sebuah riset.
"Sanksi etik ASN sewajarnya dimulai dari teguran lisan setelah itu teguran tertulis. Kalau masih melanggar lagi, baru potong tukin. Ini semaunya sendiri potong tukin kita karena arogansi dan sentimen," ucap peneliti yang tak mau namanya disebutkan itu.
Ditanya soal itu, Thomas mengaku sama sekali tidak tahu. "Saya tidak ikut pada sidang etik ASN terkait dan tidak tahu tentang sanksi tersebut," ucap mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tersebut.
Narasumber Alinea.id lainnya mengaku mengalami persoalan serupa. Ia mengaku tukinnya dipotong karena dianggap melanggar etika periset.
Ia hanya menyebut sanksi etik dan pemotongan tukin kerap dipakai manajemen BRIN secara ugal-ugalan. Dewan etik dan petinggi BRIN kerap memutuskan sepihak tanpa klarifikasi terhadap periset. "Semuanya semau mereka. Kondisi ini membuat (iklim riset) enggak bagus," ucap sang narasumber.
Sentimen: negatif (100%)