Sentimen
Negatif (64%)
1 Feb 2024 : 02.00
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Rezim Orde Baru

Kab/Kota: Senayan, Banjarmasin

Partai Terkait

Belanda dan Soeharto Saja Tak Bisa Menaklukkan NU, Apalagi Jokowi

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

1 Feb 2024 : 02.00
Belanda dan Soeharto Saja Tak Bisa Menaklukkan NU, Apalagi Jokowi

PIKIRAN RAKYAT - Jubir Gus Dur, Adhi M Massardie menekankan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) akan tetap menjadi satu. Hal itu dipastikan, terlepas dari perbedaan pilihan politik para petingginya.

Apalagi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf telah meminta agar organisasi Islam terbesar di Indonesia itu tidak ditarik ke wilayah politik. Meski, belakangan terlihat beberapa pengurusnya condong kepada Paslon Nomor Urut 2, Prabowo Gibran.

Tidak hanya itu, Profesor Nadirsyah juga pernah menyatakan bahwa pengurus wilayah dan daerah NU diarahkan untuk mendukung Pasangan Calon (Paslon) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tersebut.

"Memang di NU itu tidak ada konvensinya, tetapi elite NU itu punya hak untuk bicara berbeda dengan arus bawah, yang penting adalah dia tidak membawa arus bawah," ucap Adhie Massardi, Selasa 30 Januari 2024.

Sekutu dengan Soekarno

Adhie Massardi kemudian menyinggung bagaimana dulu beberapa petinggi NU sempat bersekutu dengan Soekarno. Kala itu, Presiden pertama Indonesia tersebut berniat untuk mengabungkan agama dengan komunis.

"Tahun 60-an itu, Kiai Wahab Hasbullah, kiai idham chalid, dan Saefudin Zuhri kan bersekutu dengan Soekarno bikin Nasakom (Nasionalis, Agam, dan Komunis). Agama dan komunis kan tidak mungkin disatukan, tiga beliau ini bergabung ke situ tapi tidak mendorong NU di arus bawah itu untuk bersama-sama," tuturnya.

"Itu sebabnyak ketika kejadian G30S, kan NU yang paling sangar memberantas PKI. Jadi dia tidak membawa ke bawah," ujar Adhie Massardi menambahkan.

Gagal 'Dikuningkan' Soeharto

Tidak hanya itu, Adhie Massardi juga menyinggung kala Gus Dur menerima asas tunggal yang merupakan ide Soeharto pada tahun 80-an. Meski menerima hal itu, Gus Dur tidak membawa apa yang dibuat Presiden kedua Indonesai tersebut ke arus bawah NU.

"Tetap asas Pancasila diterima, tetapi di bawah kan tidak dikendalikan begitu," ucapnya.

Tidak hanya Soeharto, anak-anaknya pun tidak berhasil menjadikan warga Nahdliyin menjadi 'Kuning'. Justru, warga arus bawah mengkritik langkah Gus Dur membawa orang-orang Golkar ke pesantren NU.

"Bahkan pernah pada awal 90-an, dulu Gus Dur membawa Hartono dan mbak Tutut ke pesantren-pesantren untuk dikuningkan, semua orang juga melawan itu 'ini apasih Gus Dur?', tetapi mereka paham bahwa arus bawah di NU itu tahu isyarat-isyarat politik para kiai, mereka tidak membantah tapi tidak ada perintah untuk menjalankan itu," tutur Adhie Massardi.

"Karena itu, ketika terjadi perubahan politik, NU aman-aman aja," ujarnya menambahkan.

Adhie Massardi pun sempat menanyakan alasan Gus Dur membawa anak-anak Soeharto ke pesantren. Rupanya, ada pesan tersembunyi di balik aksinya tersebut.

"Pernah saya bertanya kepada Gus Dur, 'Gus waktu itu kenapa Gus Dur ikut Orde Baru, menuntun pak Hartono ke pesantren-pesantren?' jawaban dia tahu enggak apa? 'Anda belum pernah berhadapan dengan monster sih'," katanya.

Lawan Belanda dengan Cara yang Beda

Tidak hanya Soeharto, persatuan NU juga tidak tergoyahkan kala masa penjajahan Belanda. pada saat itu, mereka bersikap seolah-olah melunak, padahal aslinya tengah mempersiapkan perlawanan.

"Yang menarik lagi itu waktu muktamar tahun 36 di Banjarmasin, muktamar NU itu menyepakati bahwa Belanda itu bukan musuh karena kita beragam islam tidak ada larangan, tidak ada rintangan. Belanda tidak merintangi ibadah umat Islam, tapi kan kita tahu waktu itu Belanda memang kuat, kalau NU melawan pasti dilibas," kata Adhie Massardi.

"Jadi cara menyelamatkan organisasi, NU itu paling canggih. Namun ketika tahun 45, kiai hasyim asy'ari kan mau mengeluarkan resolusi zihad untuk melawan (Belanda), nah itu bisa begitu," tuturnya menambahkan.

Praktik Serupa di Era Jokowi

Oleh karena itu, Adhie Massardi melihat apa yang terjadi di era Jokowi juga memiliki pola serupa. Petinggi NU banyak yang berpihak pada kubunya, tetapi tak pernah mengajak warga Nahdliyin untuk berpihak ke Paslon yang sama.

"Saya melihat apa yang dilakukan oleh Yahya, oleh Saifullah Yusuf, oleh Khofifah, saya merasakan itu atmosfer yang pernah disampaikan oleh Gus Dur. Ini yang dilawan itu monster, jadi harus diikuti sampai saatnya nanti mengetahui titik lemahnya, dia akan berbalik," ucapnya.

"Itu sebabnya di acara muslimat tempo hari di Senayan itu, Khofifah juga tidak menyerukan muslimat untuk ikut Paslon tertentu. Yahya juga tidak mengistruksikan Nahdliyin untuk ikut paslon tertentu," ujar Adhie Massardi menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Hersubeno Point.***

Sentimen: negatif (64%)