Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Johanis Tanak
Arief Prasetyo
Wabendum Timnas AMIN dan Kepala Bapanas Kompak Mangkir Jadi Saksi Kasus SYL, KPK Bakal Panggil Ulang
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa pihak swasta bernama Rajiv dan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi pada Jumat, 26 Januari 2024. Sedianya, mereka diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Rajiv merupakan kader Partai NasDem yang saat bertugas sebagai Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) untuk Pilpres 2024.
“H. Arief Prasetyo Adi, S.T., M.T (Kepala Badan Pangan Nasional), saksi tidak hadir dan konfirmasi untuk penjadwalan ulang,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 29 Januari 2024.
Ali belum menyampaikan mengenai waktu pemeriksaan Arief Prasetyo Adi. Sedangkan KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan Rajiv pada Selasa, 30 Januari 2024.
“Rajiv (Swasta), saksi tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang kembali besok (30 Januari 2024)” ucap Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proses lelang jabatan disertai penerimaan gratifikasi di Kementan.
Politikus Partai NasDem tersebut ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian, Muhammad Hatta.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan pengusutan kasus tersebut bermula dari adanya laporan masyarakat ke KPK. Kemudian, laporan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan untuk menemukan adanya peristiwa pidana.
"Kemudian, berproses sehingga diperoleh kecukupan alat bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka sebagai berikut, SYL Menteri Pertanian periode 2019-2024, KS Sekjen Kementan, MH Direktur Alat dan Mesin Pertanian," kata Johanis Tanak dalam konferensi konpers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Oktober 2023.
Konstruksi PerkaraJohanis Tanak mengungkapkan di era kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo di Kementan, Kasdi Subagyono dilantik menjadi Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta menjabat Direktur Alat dan Mesin pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan.
Kemudian, kata Johanis, Syahrul Yasin Limpo selaku menteri pertanian membuat kebijakan personal terkait adanya pungutan maupun setoran di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementan. Uang setoran tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul Yasin, termasuk keluarga intinya.
“SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa,” tutur Johanis.
Johanis menuturkan sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-markup, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementan.
Atas arahan Syahrul Yasin Limpo, kemudian Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan, hingga Sekertaris di masing-masing eselon I.
Johanis menyebut besaran nominal yang telah ditentukan Syahrul Yasin Limpo bervariasi besarannya mulai dari 4.000 hingga 10.000 Dolar AS (sekira Rp63,2 juta-Rp158,2 juta).
“Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan dari SYL dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing,” ucap Johanis.
Dikatakan Johanis, penggunaan uang oleh Syahrul Yasin Limpo yang diketahui Kasdi dan Hatta antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik Syahrul Yasin.
“Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan Tim Penyidik,” ujar Johanis.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***
Sentimen: negatif (99.9%)