Sentimen
Negatif (88%)
23 Jan 2024 : 06.10
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Jember

Kab/Kota: Jember

Pengamat Universitas Jember: Gibran Permalukan Diri Sendiri

23 Jan 2024 : 06.10 Views 3

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Pengamat Universitas Jember: Gibran Permalukan Diri Sendiri

Jember (beritajatim.com) – Dua pengamat sosial politik dari Universitas Jember di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyayangkan sikap dan tindakan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka terhadap dua kandidat wapres lainnya, dalam debat putaran keempat, Minggu (21/4/2024) malam.

Gibran beberapa kali melontarkan pernyataan yang dianggap meremehkan dan merendahkan Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD, dua kandidat wapres lainnya. Ia menyindir Muhaimin yang membaca catatan. “Enak banget ya Gus, jawabnya sambil baca catatan,” kata putra sulung Presiden Jokowi itu.

Sementara untuk Mahfud, Gibran bahkan sempat membuat Mahfud marah. karena membuat gesture seolah-olah sedang mencari sesuatu di bawah meja. “Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud. Saya nyari-nyari di mana ini jawabannya, kok nggak ketemu jawabannya. Saya tanya masalah inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau,” katanya.

Muhammad Iqbal, dosen komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unej, menyesalkan Gibran yang masih menjadikan arena debat sebagai sarana untuk menampilkan ego. “Seolah dirinya merasa sebagai anak muda mampu ‘mengalahkan’ seorang profesor maupun seorang ketua umum partai,” katanya, Senin (22/1/2024).

“Yang terlihat sebenarnya adalah Gibran tidak mempermalukan Mahfud dan Muhaimin. Justru Gibran terlihat mempermalukan dirinya sendiri. Pertanyaan, respons, maupun sikap dalam debat yang merupakan aspek tak terpisahkan dari keseluruhan seni dan strategi adu argumentasi, tampak Gibran hanya menampilkan ‘wow’ effect-nya dibandingkan gagasan yang perlu dijadikan fondasi untuk memimpin bangsa ini,” kata Iqbal.

Gibran dianggap hanya mempertontonkan atraksi ‘gimmick’ yang tidak patut secara etika. “Padahal yang dituntut pemilih adalah bagaimana pemimpin ke depan memperkuat gagasannya dengan memanfaatkan seoptimal mungkin durasi (debat) terbatas untuk menunjukkan karakter kepemimpinan,” kata Iqbal.

Sementara itu, Ikwan Setiawan, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unej, menilai Gibran mengabaikan prinsip ‘menang tanpa ngasorake’ atau menang tanpa merendahkan musuh dan prinsip mendahulukan adab daripada ilmu. “Artinya, kelakukan Gibran yang menabrak kedua prinsip tersebut, kalau tidak dikelola dengan hati-hati bisa saja memberikan persepsi negatif bagi calon pemilih,” kata Ikwan.

“Wajar kalau kemudian banyak warganet dan publik yang menilai, bahwa Gibran bukanlah representasi kaum muda. Bahkan, istilah songong yang ditujukan kepadanya sempat menjadi trending topic di X (Twitter). Saya memahami sentimen tersebut bukan bermaksud membatasi kebebasan kaum muda untuk berekspresi. Tapi ada etika yang perlu dikedepankan ketika berada dalam diskusi atau perdebatan publik,” kata Ikwan.

Ikwan berpendapat, tindakan Gibran hanya memunculkan sentimen negatif di media sosial. “Sementara sentimen positif lebih besar untuk Muhaimin dan Mahfud. Artinya, jurus Gibran menggunakan istilah sulit ternyata menjadi bumerang,” katanya.

“Kalau ada pihak yang mengatakan Gibran itu kritis, maka saya pikir itu label yang dipaksakan. Tingkah laku dia yang terkesan merendahkan dua calon lainnya setelah mereka dirasa tidak mampu memberikan jawaban, mengkonstruksi makna negatif,” kata Ikwan. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: negatif (88.8%)