Sentimen
Negatif (100%)
17 Jan 2024 : 00.26
Informasi Tambahan

Kasus: Tipikor, HAM, korupsi

Partai Terkait

Minta Kasus Firli Dihentikan, Polisi: Bukan Kompetensi Yusril Menanggapi

17 Jan 2024 : 07.26 Views 3

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: News

Minta Kasus Firli Dihentikan, Polisi: Bukan Kompetensi Yusril Menanggapi

Jakarta: Polda Metro Jaya merespons permintaan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra agar kasus Firli Bahuri terkait dugaan penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan terhadap mantan Mentam Syahrul Yasin Limpo (SYL) dihentikan. Yusril dinilai tidak berkompetensi untuk mengomentari kasus tersebut. "Itu bukan kompetensi yang bersangkutan untuk menanggapi," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2024. Ade emoh banyak mengomentari pernyataan Yusril. Komentar Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu dianggap sudah di luar konteks penyidikan. "Terkait apa komentar di luar konteks penyidikan, mohon maaf kami tidak menanggapi," ungkap Ade. Ade mengatakan Yusril diperiksa sebagai saksi a de charge atau saksi meringankan Firli Bahuri. Permintaan pemeriksaan Yusril oleh Firli tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. "Sebagai tindak lanjut, penyidik telah melakukan pemanggilan ya, saksi a de charge atas nama Prof Yusril Ihza Mahendra," ungkap Ade.   Sebelumnya, Yusril diperiksa sebagai saksi meringankan Firli Bahuri di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 15 Januari 2024. Yusril menganggap tidak ada bukti Firli melakukan tindak pidana pemerasan, suap, dan penerimaan gratifikasi. Total empat saksi meringankan yang diajukan Firli. Mereka adalah pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad; Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata; mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai; dan guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita. Sebanyak dua saksi meringankan telah diperiksa, yakni Suparji Ahmad dan Natalius Pigai. Kemudian, dua saksi lainnya menolak menjadi saksi meringankan Firli. Mereka ialah Alexander Marwata dan Romli Atmasasmita. Firli mengajukan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menggantikan Alexander Marwata. Yusril bersedia dan diperiksa pada Senin, 15 Januari 2024. Namun, Firli belum mengajukan pengganti Romli yang tidak bersedia bersaksi. Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan. Terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar. Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Jakarta: Polda Metro Jaya merespons permintaan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra agar kasus Firli Bahuri terkait dugaan penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan terhadap mantan Mentam Syahrul Yasin Limpo (SYL) dihentikan. Yusril dinilai tidak berkompetensi untuk mengomentari kasus tersebut.
 
"Itu bukan kompetensi yang bersangkutan untuk menanggapi," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2024.
 
Ade emoh banyak mengomentari pernyataan Yusril. Komentar Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu dianggap sudah di luar konteks penyidikan.
"Terkait apa komentar di luar konteks penyidikan, mohon maaf kami tidak menanggapi," ungkap Ade.
 
Ade mengatakan Yusril diperiksa sebagai saksi a de charge atau saksi meringankan Firli Bahuri. Permintaan pemeriksaan Yusril oleh Firli tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
 
"Sebagai tindak lanjut, penyidik telah melakukan pemanggilan ya, saksi a de charge atas nama Prof Yusril Ihza Mahendra," ungkap Ade.
 
Sebelumnya, Yusril diperiksa sebagai saksi meringankan Firli Bahuri di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 15 Januari 2024. Yusril menganggap tidak ada bukti Firli melakukan tindak pidana pemerasan, suap, dan penerimaan gratifikasi.
 
Total empat saksi meringankan yang diajukan Firli. Mereka adalah pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad; Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata; mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai; dan guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita.
 
Sebanyak dua saksi meringankan telah diperiksa, yakni Suparji Ahmad dan Natalius Pigai. Kemudian, dua saksi lainnya menolak menjadi saksi meringankan Firli. Mereka ialah Alexander Marwata dan Romli Atmasasmita.
 
Firli mengajukan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menggantikan Alexander Marwata. Yusril bersedia dan diperiksa pada Senin, 15 Januari 2024. Namun, Firli belum mengajukan pengganti Romli yang tidak bersedia bersaksi.
 
Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan.
 
Terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.
 
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AZF)

Sentimen: negatif (100%)