Sentimen
Positif (99%)
13 Jan 2024 : 02.25
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Kembalikan Konstitusi ke Rumusan Pendiri Bangsa

13 Jan 2024 : 09.25 Views 2

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Kembalikan Konstitusi ke Rumusan Pendiri Bangsa

Jakarta (beritajatim.com) – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan langkah mengembalikan Pancasila sebagai landasan hukum utama negara adalah satu-satunya cara untuk merealisasikan kembali visi Indonesia sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.

Pernyataan ini disampaikan oleh LaNyalla saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Kebangsaan Pemuda Panca Marga (PPM) yang bertema ‘Mengembalikan Indonesia Sesuai dengan Cita-Cita Para Pendiri Bangsa’, yang berlangsung di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pada Sabtu (4/11/2023).

Seminar ini menampilkan dua narasumber utama, yakni Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy, dan Dosen Politik UI, Dr. Mulyadi, dengan Dr. Ngurah Sucitra, Dosen STIN, sebagai moderator.

“Memulihkan Pancasila sebagai landasan hukum utama negara artinya kita harus mengembalikan Konstitusi Indonesia ke dalam format yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sebelum mengalami perubahan melalui amandemen antara tahun 1999 hingga 2002,” ujar LaNyalla.

BACA JUGA:
LaNyalla Ingatkan Holding Perkebunan Langgar 2 Regulasi

LaNyalla menjelaskan bahwa langkah ini sangat penting karena sistem pemerintahan yang digagas oleh para pendiri bangsa terdokumentasi dengan jelas dalam Konstitusi tersebut. Di sisi lain, Konstitusi hasil amandemen tahun 1999 hingga 2002 justru menggantikan landasan sistem pemerintahan yang awalnya dirumuskan oleh para pendiri bangsa, dan bahkan menghilangkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi, lebih menekankan pada nilai-nilai individualisme dan liberalisme Barat.

Untuk memahami seperti apa visi Indonesia yang diinginkan oleh para pendiri bangsa, LaNyalla mengajak semua orang untuk merujuk pada pemikiran-pemikiran mereka yang terdokumentasi secara lengkap dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Terutama dalam risalah yang tercatat dengan rapi, ketika para pendiri bangsa berkumpul untuk merumuskan dasar negara ini dalam forum BPUPK dan PPKI.

“Dalam risalah tersebut, diputuskan dengan tegas bahwa Indonesia adalah sebuah negara hukum yang didasarkan pada filosofi dasarnya, yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa Indonesia bukan sekadar sebuah negara hukum, melainkan negara hukum Pancasila,” tegasnya.

Menurut LaNyalla, ini mengandung makna bahwa Pancasila menjadi sumber utama segala hukum di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia adalah negara yang beragama, bersifat kemanusiaan, bersatu dalam kebhinekaan, dipimpin dengan prinsip kekuasaan rakyat, musyawarah, dan bertujuan untuk mencapai keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.

Ketua Umum Pemuda Panca Marga (PPM), Berto Izaak Doko, menjelaskan bahwa PPM memiliki mandat untuk secara konsisten menerapkan semangat dan nilai-nilai perjuangan tahun 1945 (JSN’45) dalam upaya menjawab tantangan yang dihadapi bangsa saat ini.

“Faktanya, perjalanan bangsa telah keluar dari jalurnya, terutama setelah beberapa kali dilakukan amandemen terhadap Konstitusi, yang menurut kami merupakan cacat hukum. Oleh karena itu, kami setuju untuk kembali kepada naskah asli UUD 45 yang diterbitkan pada tanggal 18 Agustus 1945, agar Indonesia dapat kembali mencapai cita-cita para pendiri bangsa,” ungkapnya.

BACA JUGA:
LaNyalla: Pemuda Pancasila Garda Terdepan Jaga Pancasila

Letjen TNI (Purn) Muzani Syukur, Wakil Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), yang membacakan sambutan Ketua Umum LVRI, mengapresiasi seminar kebangsaan ini karena topiknya sangat relevan dengan kepentingan bangsa.

“Kenapa kami menyebutnya relevan? Karena tema atau topik seminar ini sangat berkaitan dengan tantangan yang dihadapi bangsa. Ini berarti PPM peduli terhadap nasib bangsa, dan sebagai generasi penerus, tugas kalian adalah memberikan solusi. Ini sesuai dengan semangat para sesepuh dan senior,” ungkapnya.

Pengamat ekonomi politik, Dr. Ichsanuddin Noorsy, membahas kontradiksi dalam amandemen UUD 1945 tahap 1 hingga 4. Menurutnya, hasil perubahan UUD 1945 antara tahun 1999 hingga 2002 mengandung kontradiksi baik dari segi teoritis maupun praktik pemerintahan.

“Penyataan ini bukan pendapat pribadi saya, tetapi merupakan temuan Komisi Konstitusi dalam penelitian tahun 2002. Ditemukan adanya inkonsistensi substansi baik secara hukum maupun konseptual. Ketidakadanya panduan atau naskah akademik saat melakukan perubahan UUD 1945 adalah salah satu penyebab utama terjadinya inkonsistensi dalam aspek teoritis dan konseptual dalam mengatur isi UUD,” katanya.

Ichsanuddin Noorsy memberikan contoh pada Pasal 33 UUD 45 yang mengalami amandemen. Ayat pertama menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Namun, ayat keempat menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, keadilan, keberlanjutan, lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

“Istilah ‘disusun’ dan ‘diselenggarakan’ adalah kontradiksi. ‘Disusun’ mengindikasikan intervensi negara, sementara ‘diselenggarakan’ mengartikulasikan peran negara hanya sebatas penyelenggara acara, dengan memberikan kendali kepada pasar,” ungkapnya.

Dr. Mulyadi, Dosen Fisip UI, menjelaskan bahwa sejarah pembentukan Indonesia sebenarnya tidak pernah melibatkan penjajahan langsung. Penjajahan sebenarnya dialami oleh bangsa-bangsa seperti Batak, Aceh, Jawa, Bugis, dan lainnya.

“Jadi, Indonesia terbentuk melalui kolaborasi antara negara dan bangsa-bangsa yang mengalami penjajahan. Mereka inilah yang mengalami penjajahan dan kemudian bersatu membentuk negara ini. Oleh karena itu, adalah penting untuk memberi penghormatan kepada penguasa tradisional seperti raja dan sultan nusantara, yang seharusnya mendapatkan posisi istimewa dalam negara ini,” ujarnya.

Mulyadi menyoroti tiga agenda tersembunyi di balik perubahan UUD 45, yakni menguasai ekonomi, menguasai politik, dan menguasai jabatan Presiden.

“Cukup perhatikan isi pasal-pasalnya. Tujuan mereka adalah untuk menguasai ekonomi dengan mengadopsi liberalisme, menguasai politik dengan menerapkan liberalisme politik, seperti yang tercantum dalam Pasal 6A ayat 2, dan mengambil alih pemerintahan dengan mengubah pemilihan umum di MPR menjadi pemilihan presiden langsung,” tambahnya.

Acara ini juga dihadiri oleh Sekjen PPM, Delwan Noer, Sekretaris Wantimpus PPM, Suryo Susilo, anggota PPM dari berbagai daerah, Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa, Pemuda Pancasila, FKPPI, FKPP AL, IPKI, FKPP AU, dan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi. [beq]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: positif (99.4%)