Sentimen
Negatif (97%)
11 Jan 2024 : 22.30
Informasi Tambahan

Kasus: mayat, HAM, korupsi

Partai Terkait

Tak Hadir di Perayaan HUT PDIP, Jokowi Malah Bertemu dengan Presiden Filipina Bongbong Marcos, Jhon Sitorus Beri Sindiran

12 Jan 2024 : 05.30 Views 3

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Tak Hadir di Perayaan HUT PDIP, Jokowi Malah Bertemu dengan Presiden Filipina Bongbong Marcos, Jhon Sitorus Beri Sindiran

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kehebohan mewarnai jagat maya dan nyata Indonesia setelah Presiden Jokowi tidak hadir pada perayaan ulangtahun PDI Perjuangan, partai yang turut berperan besar dalam membesarkan namanya.

Komentar tajam datang dari Kritikus Jhon Sitorus, yang mempertanyakan absennya Jokowi dalam momen bersejarah tersebut.

Menurut Jhon, di saat para kader PDI Perjuangan merayakan dengan penuh semangat, Jokowi justru terlihat tertawa bersama anak presiden terkorup dalam sejarah dunia, Ferdinand Marcos.

"Bayangkan, di hari yang sama kala PDI Perjuangan menyanyikan Mars PDIP yang syahdu dan bikin merinding itu, Jokowi malah tertawa dengan anak presiden terkorup dalam sejarah dunia, Ferdinand Marcos," ujar Jhon dalam keterangannya di aplikasi X @miduk17 (11/1/2024).

Blak-blakan, Jhon mengatakan predikat Marcos Bongbong dalam hal korupsi mirip-mirip dengan mantan Presiden Indonesia, Soeharto.

Kritikus ini menyoroti dampak dari absennya Jokowi yang dianggap sebagai "kekosongan" dalam momen penting bagi partai yang telah memberikan panggung politik bagi Jokowi.

Jhon pun menyampaikan kekecewaannya, mempertanyakan alasan di balik keputusan Presiden untuk tidak hadir dalam acara tersebut.

"Dalihnya sih menjalin hubungan diplomatik antara kedua negara dan pertemuan ini sudah dijadwalkan jauh-jauh hari," ucapnya.

Lanjut Jhon, jika pertemuan itu sudah dijadwalkan jauh hari, maka tanggal ulangtahun PDIP bisa dipastikan sudah ada jauh sebelum Jokowi menjadi Presiden dan kunjungan ke Filipina dijadwalkan.

"Ini sekaligus menjadi pertama kalinya Jokowi tidak menghadiri ulangtahun PDI Perjuangan semasa karir politiknya, pas di masa terakhir menjelang pensiun sebagai Presiden, setelah PDI Perjuangan memberi segalanya untuk Jokowi," tukasnya.

Jhon mengaku tidak ingin terlalu membahas hal tersebut, karena menurutnya kepentingan setiap orang bisa saja mengerahkan ke mana perginya.

"Memilih bertemu Marcos Bongbong di hari ulang tahun PDI Perjuangan tentu bukan sekadar pertemuan diplomatik. Ada hal yang diperjuangkan demi kesinambungan kekuasaan dan anak kandung yang sedang Nyawapres sebagaimana Marcos Bongbong melanjutkan kampanye membohongi publik bahwa era Ferdinand Marcos begitu jaya," imbuhnya.

"Ya, mirip-mirip Golkar yang menghidupkan mayat Soeharto belakangan ini, piyer kabare? Penak jamanku to?," timpalnya.

Yang perlu kita ketahui, kata Jhon, Pilpres Filipina 2022 memiliki kemiripan dengan Pilpres Indonesia 2024. Marcos Bongbong, anak diktator Filipina yang berkuasa selama 21 tahun dengan segala tindak korupsi besar-besaran, pelanggaran HAM dan krisis ekonomi yang melanda Filipina maju sebagai Capres.

"Uniknya, Cawapresnya adalah puteri Presiden petahana Rodrigo Duterte, Sara Duterte. Kondisi yang sama di Indonesia, Prabowo menantu presiden korup dan diktator Soeharto mengambil anak petahana Jokowi, Gibran Rakabumingraka sebagai Cawapresnya. Baik Sara maupun Gibran adalah sama-sama Walikota sebelum jadi Cawapres," tandasnya.

Jhon melihat, mereka tidak hanya memiliki kesamaan latar belakang. Metode kampanye juga sama. Marcos Bongbong sukses menang di Filipina berkat Influencer dan Buzzer Media Sosial yang dibayar untuk membodohi publik dari masa lalu ayahnya.

"Mereka dituntut untuk memainkan emosi anak muda demi meraih simpati lewat joget-joget, kampanye lucu-lucu dan nangis-nangis pun begitu dengan Prabowo Gibran," sebutnya.

"Mereka mengoptimalkan kampanye media sosial dengan tagline gemoy, joget-joget dan menangisi kekalahan dipanggung debat," sambung dia.

Disebutkan Jhon, kubu Prabowo-Gibran melihat anak-anak muda saat ini lebih tertarik untuk berjoget dibandingkan berbicara terkait program dan visi misi.

"Makanya program yang ditawarkan juga mirip, makan gratis dan susu gratis, tidak lebih dari itu. Marcos Bombong juga menggunakan aparat dengan kekuatan penuh untuk menggiring opini, mengintimidasi warga hingga manipulasi lembaga survey untuk mempengaruhi opini publik," ucapnya.

Jhon melihat, cara tersebut persis sedang terjadi di Indonesia. Dari latar belakang hingga metode kampanye, semua mirip.

Mengenai kedatangan Jokowi ke Filipina, Jhon melihat bisa saja negosiasi berkedok diplomasi bilateral demi memastikan nasib sang pangeran dan menantu Diktator.

"Apalagi Jokowi sedang pusing, maklum Prabowo tak perform di panggung debat, selalu dikangkangi oleh Ganjar dan Anies," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Sentimen: negatif (97%)