Sentimen
Positif (79%)
9 Jan 2024 : 03.45
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Jember

Kab/Kota: Jember

Partai Terkait

Gandeng Gibran, Pengamat Universitas Jember: Prabowo Hancurkan Momentumnya Sendiri

9 Jan 2024 : 03.45 Views 3

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Gandeng Gibran, Pengamat Universitas Jember: Prabowo Hancurkan Momentumnya Sendiri

Jember (beritajatim.com) – Muhammad Iqbal, doktor ilmu komunikasi politik Universitas Jember, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengingatkan Prabowo Subianto soal hancurnya mitos momentum elektoral presidensial yang dibangunnya sendiri ketika menggandeng putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

“Kita tahu Pilpres 2024 ini bisa jadi merupakan momentum terakhir bagi Prabowo, setelah tiga kali gagal dalam kontestasi sebelumnya. Di pilpres keempatnya ini, selama hampir dua tahun lebih popularitas dan elektabilitas Prabowo selalu paling atas dibandingkan Anies dan Ganjar,” kata Iqbal, Selasa (7/11/2023).

Iqbal menyebut fenomena itu sebagai takdir demografis dan sosiologis. “Sentimen masyarakat yang mungkin relatif respek pada sosok Prabowo berbuah opini positif pada tingginya elektabilitas. Takdir demografis dan sosiologis itu secara teori memang bisa memunculkan apa yang disebut mitos momentum, sehingga kita tak heran dengan angka survei Prabowo yang selalu di puncak,” katanya.

Namun momentum ini bisa ambyar karena pemilihan Gibran menjadi calon wakil presiden. Iqbal mengingatkan Prabowo tentang apa yang dialami Bernie Sanders yang sempat dinominasikan menjadi kandidat terkuat Partai Demokrat yang akan berhadapan dengan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikar 2016.

Belakangan Sanders gagal mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Demokrat justru memberangkatkan Hillary Clinton waktu itu.

Menurut Iqbal, penelitian dari Vanderbilt University melihat Sanders gagal mengelola kekuatan momentum secara nasional. “Penelitian Vanderbilt menemukan, bahwa kemenangan di pemilihan pendahuluan tidak mengubah banyak hal, namun dapat membuka dompet para donor dan lebih banyak logistik, yang berarti lebih banyak kesempatan untuk memengaruhi preferensi delegasi,” katanya.

Besarnya dukungan ini membuat Sanders terbuai oleh mitos momentum yang dibuktikan dengan berlimpahnya logistik dan dukungan infrastruktur politik. Ia kemudian melupakan Hillary Clinton yang terus bergerak menciptakan momentumnya sendiri dengan memperkuat basis demografis dan sosiologis di seluruh negeri.

“Faktanya, di seluruh negeri, Sanders menang di negara-negara bagian yang pemilihnya lebih putih dan lebih muda, sementara Hillary Clinton menang di negara-negara bagian yang lebih tua dengan populasi kulit hitam yang lebih besar,” katanya.

Bernie kalah tipis di Nevada dan di South Carolina yang sebagian besar pendukung Demokrat berkulit hitam. “Hillary menghancurkan mitos momentum kemenangan Sanders, dan kemudian mewakili Demokrat dalam pemilihan presiden berhadapan dengan Trump,” kata Iqbal.

Pelajaran penting ini yang ingin disampaikan Iqbal kepada Prabowo. Selama dua tahun terakhir, sebelum menggandeng Gibran, Prabowo sudah berhasil menciptakan momentum sendiri. Survei-survei membuktikan, sebelum digandengkan dengan Gibran pun, posisi Prabowo senantiasa kokoh. “Kini Prabowo harus terjebak bahkan di bawah kendali Presiden Jokowi dengan memilih Gibran sebagai cawapres,” katanya.

Iqbal mengingatkan, saat ini justru Joko Widodo sedang menciptakan mitos momentumnya sendiri, yakni, bisa melanggengkan kekuasaan, melalui rentang kuasa kendali yan diperankan Gibran. “Jadi posisi Gibran sebagai cawapres bukan hanya jadi beban, tapi juga membuat Prabowo bisa mengalami split mitos momentum kemenangan,” katanya.

Iqbal menyebut Prabowo mengalami situasi keterbelahan dan dilema, antara mengandalkan momentum yang selama ini dibangunnya sendiri dan pasrah mengikuti arahan pendulum ambisi presiden Jokowi. “Padahal dengan ‘mitos mementum’ itu sejatinya posisi Gibran justru menjadi dentuman lonceng yang bisa menghancurkan laju potensi kemenangan Prabowo,” katanya.

Terakhir, Iqbal mengutip ringkasan delapan kata tentang pemilihan pendahuluan Partai Demokrat Amerika Serikat. “Momentum is a myth, and demographics are destiny. Momentum adalah mitos, demografi adalah takdir,” katanya.

“Jika gemerlap sokongan infrastruktur kekuasaan politik istana jadi tumpuan meraih kemenangan, bisa saja itu malah kontraproduktif. Seketika bisa membakar seluruh mitos kemenangan, karena pada saat yang sama muncul gelombang demografi keresahan dan harapan masyarakat terhadap perubahan yang fundamental di seluruh aspek kehidupan dan pembangunan,” kata Iqbal. [wir]


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: positif (79.9%)