POROS ID-Pemerintah Indonesia setiap tahunnya mengalokasikan dana triliunan rupiah untuk diberikan ke desa-desa. Tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan, serta membangun infrastruktur desa yang sesuai dengan kearifan lokal.

Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial, dan budaya demi kesejahteraan sosial, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun, sayangnya, banyak kepala desa yang terlibat dalam kasus korupsi terkait penggunaan dana desa tersebut.

Namun, sayangnya, banyak kepala desa yang terlibat dalam kasus korupsi terkait penggunaan dana desa tersebut. Bagaimana kita bisa mengetahui apakah anggaran desa tersebut sudah digunakan sesuai dengan tujuannya?

Mengutip situs Kemendesa.go.id, berikut adalah beberapa ciri-ciri anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan: 1. Tidak ada papan proyek.

2.Laporan realisasi sama persis dengan RAB.

3.Lembaga desa yang pengurusnya adalah keluarga Kades semua.

4.BPD yang tidak aktif atau Mati Suri

5.Kades yang mengendalikan semua uang, bendahara yang hanya berfungsi di bank saja.

6.perangkat desa yang jujur dan vokal biasanya "disingkirkan".

7.banyak kegiatan yang terlambat pelaksanaannya dari jadwal, padahal anggarannya sudah ada.

8. Musdes yang pesertanya sedikit, muka yang hadir itu-itu saja dari tahun ke tahun dan yang kritis biasanya tidak diundang, BUMDES yang tidak berkembang.

9.belanja barang/jasa yang dikuasai oleh Kades dan tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat

10.Pemdes yang marah ketika ada yang menanyakan Anggaran Kegiatan dan Anggaran Desa

11. Kades dan Perangkat yang dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga/biaya ratusan juta,Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya