Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Pengamat Nilai ada Pemaksaan Narasi Pilpres Satu Putaran: Pembajakan Demokrasi
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum NETFID Indonesia Muhammad Afit Khomsani mengatakan, narasi Pemilu satu putaran meruntuhkan kualitas dari demokrasi. Apalagi ketika narasi ini terus digaungkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
“Kami melihat bahwa narasi tersebut hanya mungkin menguntungkan satu kelompok tertentu, dan disisi lain meruntuhkan kualitas dari demokrasi sendiri,” tegas Afit pada wartawan, Jumat (29/12/2023).
Menurutnya, pemilu merupakan pesta demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat. Sehingga aktor politik yang memainkan narasi ini sangat tidak bijaksana. “Kaitan dengan narasi tersebut kami melihat bahwa narasi itu sangat berbenturan dengan semangat dan juga proses demokrasi sendiri yaitu dari, oleh dan untuk rakyat,” kata Afit.
Dia menambahkan, fenomena hari ini, kita dihadapkan pada pertarungan narasi antar tim pemenangan pasangan calon. Namun dia mengingatkan pentingnya menjaga etika dan menghormati aturan yang sudah ada.
“Kaitannya dengan narasi satu putaran, seharusnya aktor-aktor politik kita itu bertindak lebih bijak dalam melemparkan isu isu yang kemudian cenderung memperkeruh suasana dalam pemilu,” ungkap Afit.
Pesta demokrasi harus dijalankan dengan prinsip-prinsip yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Peran rakyat, semangat demokrasi, tidak boleh dinafikan oleh kepentingan sekolompok orang.
"Dimana proses dan juga berlingkaran demokrasi sendiri harusnya dikembalikan, diselenggarakan oleh rakyat. Bukan kemudian aktor politik yang menentukan proses tersebut,” tegas Afit.
Menghadapi perang narasi, masyarakat jangan sampai merugi karena terseret arus. “Tentu peran masyarakat sangat penting dalam menyikapi perang narasi ini. kami juga mendorong masyarakat untuk secara komprehensif tidak menelan bulat-bulat, atau mentah-mentah perang narasi yang dilemparkan salah satu kelompok,” jelas Afit.
Masyarakat harus lebih cerdas mengelola narasi yang dilempar antara kelompok pendukung capres-cawapres. “ Kembali lagi bahwa, aktor politik, calon, timses, dan sebagainya tidak memperkeruh suasana dengan narasi yang kontradiktif dengan perkembangan demokrasi di indonesia,” tandas Afit.
Sebelumnya, sejumlah pendukung Prabowo-Gibran mengampanyekan perlunya Pilpres digelar cuma satu putaran, agar negara bisa hemat. Politikus Partai Gelora Fahri Hamzah, menyebut biaya putaran kedua Pilpres sekitar Rp17 triliun.
Hal serupa dikampanyekan Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid mengatakan, jika Prabowo-Gibran menang satu putaran, maka akan mengefisienkan anggaran negara Rp17 triliun.
Menanggapi narasi pendukung Prabowo-Gibran, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai pilpres satu putaran sebetulnya sah-sah saja, namun hal itu harus terjadi secara alamiah.
Sebaliknya, akan berbahaya jika narasi pilpres satu putaran menguat dengan mendorong dan mengerahkan segala daya dan upaya untuk memenangkan kontestasi. "Ini yang merusak demokrasi dan menjadikan demokrasi kita tuna adab," ungkapnya.
Apalagi ketika narasi ini terus digaungkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala cara. "Maka hanya ada satu paslon diuntungkan dan dua paslon lainnya dirugikan," katanya.
Sebelumnya, narasi pilpres satu putaran digaungkan kubu Prabowo-Gibran dengan alasan menghemat uang negara.
Neni menekankan pentingnya kesadaran publik untuk melihat narasi semacam ini. "Tetapi memang kalau narasi ini terus digulirkan dan ini akan kuat membentuk opini publik di masyarakat," tambahnya.
Anggaran pilpres dua putaran pun sudah menjadi konsekuensi dari proses demokrasi yang sehat. "Terkait dengan anggaran seharusnya ini sudah menjadi konsekuensi dan pasti sudah dianggarkan juga oleh KPU yang sudah berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR," ujarnya.
Sehingga alasan pilpres satu putaran demi menghemat uang negara justru terkesan dipaksakan. "Alasannya menurut saya sangat klasik dan cenderung dipaksakan," tegas Neni.
Menurutnya, menghemat anggaran bisa dilakukan dengan cara lain bukan membajak demokrasi dan pemilu menjadi pertaruhan. "Kita kan berharap pemilu ini bisa berjalan free and fair election, kalau narasi dua putaran yang tidak berjalan alamiah itu terus diperkuat maka 2024 ini menjadi kegagalan demokrasi," pungkasnya.
9
Sentimen: positif (98.4%)