Sentimen
Positif (64%)
23 Des 2023 : 20.08
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Surabaya, Malang

Kasus: nepotisme

Pasca Putusan MK, PBHI Nilai Pemilu dalam Bayang-bayang Orkestrasi Pelanggaran

24 Des 2023 : 03.08 Views 2

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Politik

Pasca Putusan MK, PBHI Nilai Pemilu dalam Bayang-bayang Orkestrasi Pelanggaran

Jakarta (beritajatim.com) – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjawab anggapan dinasti politik terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan menyerahkan pada rakyat. Begitu pula Gibran Rakabuming Raka dinilai berlindung di balik pernyataan ‘serahkan pada rakyat’ saat merespons pencawapresan dirinya.

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, dalam konteks Pilpres 2024, yang diserahkan pada masyarakat itu sudah barang jadi. Jadi masyarakat diminta untuk mencoblos, menentukan pilihan, sementara hasilnya sudah dipastikan dan sudah dikondisikan siapa yang menang.

“Karena seluruh perangkat negara sudah dikondisikan untuk satu pemenang yang dikehendaki oleh Presiden Joko Widodo, makanya dia taruh anaknya di situ,” kata Julius di Jakarta, Jumat (17/11).

Baca Juga: Massa Aksi Bela Palestina Tuntut 4 Gerai Makanan di Surabaya Tutup

Menurut Julius, isu pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak lagi soal legitimasi dan keabsahan, karena semua sudah diputuskan Majelis Kehormatan MK. Dia menyebut, pencawapresan Gibran sudah pasti pelanggaran hukum, pelanggaran prosedur, pelanggaran etika berat sudah pasti tidak terlegitimasi dan tidak sah, meskipun berlaku.

“Ini soal orkestrasi lewat pelanggaran hukum, prosedural, dan pelanggaran etika dan moral publik karena ada nepotisme, dinasti yang menggunakan perangkat negara untuk merekayasa sehingga lahirlah putusan MK nomor 90 yang menjadi dasar bagi pencapresan Gibran,” tuturnya.

Pada titik ini, rakyat tidak punya pilihan lain selain memilih yang sudah dipilihkan. “Jadi bukan pemilih yang menentukan, karena pemilih memilih di lembar kertas yang sudah ditentukannya juga. Artinya masyarakat disajikan pada pemilu yang rekayasa,” tuding Julius.

Baca Juga: Diduga Diculik, Seorang Pria di Malang Tewas Menggantung

Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan, perlu gerakan dari kalangan terpelajar untuk menghentikan gerakan oligarki Presiden Joko Widodo.

“Perlu ada gerakan kelas terpelajar untuk menghentikan gerakan oligarki Jokowi. Rakyat hanya menerima hasil, rakyat Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh rakyat penerima hasil, bukan rakyat yang menentukan hasil,” kata Dedi. (hen/ian)


Baca berita lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks


Sentimen: positif (64%)