Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Biak
Tokoh Terkait
Membaca Dialektika Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Detik.com Jenis Media: News
"Kebijakan apapun itu, selalu perlu waktu untuk pembelajaran. Tapi arahnya jelas". Itulah kalimat yang pernah terucap dari Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Kita sering menyebutnya sebagai realitas kebijakan publik.
Ya, bahwa sebaik apapun sebuah kebijakan dan semulia apapun tujuan kebijakan tersebut, dia tetap tidak berada di ruang hampa dan memerlukan waktu untuk mencapai public acceptance. Bahkan terkadang kebijakan tersebut harus melewati medan konflik, negosiasi, dinamika, perbedaan pandangan, dan interaksi dengan berbagai kepentingan, nilai serta perspektif publik.
Hal itu yang lazim disebut sebagai dialektika kebijakan publik. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Gutmann dan Thompson (1996), dialektika kebijakan publik adalah proses deliberasi publik tentang kebijakan, dengan tujuan untuk menghasilkan kebijakan publik yang adil dan bermanfaat bagi semua orang. Proses dialektika itulah yang menurut saya sedang terjadi dan memberikan warna positif bagi kebijakan penangkapan ikan terukur.
Melalui tulisan ini, saya ingin meletakkan proses tersebut bukan sebagai penghalang implementasi kebijakan PIT, namun justru menjadi bagian dari penyempurnaan dan upaya mencari titik temu agar kebijakan transformasi tata kelola perikanan tangkap ini dapat tetap menghadirkan public interest di antara ikhtiar bersama untuk mewujudkan tata kelola penangkapan ikan yang mengedepankan keberlanjutan ekologi, keseimbangan sosial dan manfaat ekonomi.
Sebagaimana yang kita ketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono pada akhir November lalu menerbitkan Surat Edaran Nomor : 1954/MEN-KP/XI/2023 tentang Relaksasi Kebijakan pada Masa Transisi Pelaksanaan Penangkapan Ikan Terukur. Salah satu poin penting dalam relaksasi kebijakan tersebut, menetapkan penundaan implementasi kebijakan kuota penangkapan ikan, sertifikat kuota dan pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berbasis kuota penangkapan ikan sampai dengan 31 Desember 2024.
Ini sebenarnya bukan relaksasi pertama, sebelumnya KKP juga menetapkan masa transisi penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur pada tahun 2023. Hal yang tentu saja menggambarkan proses dialektika dan internalisasi kebijakan PIT di antara para pemangku kepentingan, masih terus berjalan. Meskipun, jika kita tarik mundur ke belakang, perjalanan kebijakan PIT ini sendiri telah melalui jalan dialog dan diskusi yang cukup panjang.
Sebagai salah satu program prioritas berbasis ekonomi biru, sejak pertama kali dicetuskan, PIT telah melewati berbagai konsultasi, diskusi, dan diskursus publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Logika transformasi tata kelola perikanan tangkap yang menjadi tema besar kebijakan PIT, telah melalui serangkaian 'ujian' penggodokan kebijakan oleh masyarakat, akademisi, ahli dan praktisi sektor kelautan dan perikanan.
Tentu saja, ada penolakan-penolakan terhadap sejumlah substansi pengaturan kebijakan ini, namun proses komunikasi publik yang berjalan kemudian mampu menghasilkan beberapa titik temu. Salah satunya, pertemuan antara Menteri Kelautan dan Perikanan dengan perwakilan Asosiasi Nelayan di KKP pada awal tahun 2023.
Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan kesepakatan untuk menyesuaikan Harga Acuan Ikan dalam pemungutan PNBP agar tidak memberatkan pelaku usaha sektor perikanan tangkap (detik.com, 2023). Hal ini tentu tidak bisa kita maknai secara sederhana sebagai kompromi, karena penyesuaian-penyesuaian tersebut memiliki sejumlah implikasi terhadap banyak hal. Tidak hanya berpengaruh besaran PNBP semata, tapi tentu akan mengubah orientasi bisnis perikanan dan tentu tata kelola perikanan tangkap sendiri.
Begitu pula penyesuaian-penyesuaian lain yang perlu dilakukan karena diperlukan meeting point antara content dan context kebijakan publik. Secara sederhana, ujung dari semua proses dialektika tersebut adalah upaya bersama untuk menghadirkan kebijakan publik yang benar-benar implementatif di lapangan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah menerbitkan rujukan legal yang menjadi milestone awal implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 yang diundangkan pada awal Maret 2023. Tentu saja kebijakan PIT tidak langsung serta merta bisa diimplementasikan, mengingat Peraturan Pemerintah tersebut juga mengamanatkan sejumlah pekerjaan rumah untuk penyiapan peraturan Menteri yang lebih operasional.
Pasca terbitnya PP tersebut, dinamika kebijakan PIT masih terus berjalan. Ada sejumlah penolakan, aksi demonstrasi dan diskursus publik yang membuat pengambil kebijakan harus kembali terlibat dalam sejumlah perdebatan dan diskusi. KKP kemudian menyiapkan beberapa skema transisi implementasi regulasi PIT. Pada akhir Juli 2023, Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Edaran Nomor B.1090/MEN-KP/VII/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Pengangkutan Ikan.
Selain mengatur tentang pelaksanaan kewenangan perizinan berusaha, Surat Edaran tersebut juga memayungi mekanisme migrasi perizinan kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan yang perizinan berusahanya diterbitkan oleh Gubernur namun beroperasi di atas 12 mil laut. Ini merupakan jalan keluar atas maraknya kapal penangkap ikan yang perizinan berusahanya diterbitkan oleh Pemerintah Daerah namun melakukan pelanggaran penangkapan ikan di perairan di atas 12 mil laut, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Lagi-lagi, dialektika kebijakan menjadi pilihan agar terjadi 'win-win solution' dalam penataan perizinan kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan guna mendukung implementasi kebijakan PIT.
Pada awal September 2023, setelah melalui jalan yang cukup panjang, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 tahun 2023 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 11 tahun 2023, berhasil diselesaikan. Hal tersebut berarti, penyiapan perangkat legal telah diselesaikan untuk memayungi implementasi PIT.
Meskipun demikian, beberapa aturan pendukung terkait dengan kuota penangkapan ikan, yang merupakan 'ruh' dari kebijakan PIT perlu dipersiapkan lagi dengan basis keilmuan (scientific-based) yang memadai, dan proses itulah yang kemudian menjadi ganjalan selanjutnya. Ini bukan satu-satunya kendala, pengaturan operasional ini direspon beragam di masyarakat baik pro maupun kontra. Pemerintah pun terus menggencarkan sosialisasi kebijakan PIT di sejumlah wilayah. Tujuannya tentu saja untuk meningkatkan pemahaman, keberterimaan dan kepatuhan terhadap kebijakan ini.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, KKP juga menerbitkan Surat Edaran Nomor: B.1569/MEN-KP/X/2023 pada awal Oktober 2023 tentang Tahapan Pelaksanaan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur pada Tahun 2023. Sejumlah langkah penyiapan menjadi perhatian dalam Surat Edaran tersebut diantaranya: evaluasi, perpanjangan dan perubahan format perizinan berusaha tahun 2023 dan 2024, layanan sertifikat kelaikan kapal perikanan, pemasangan dan pengaktifan sistem pemantauan kapal perikanan, penggunaan aplikasi penangkapan ikan terukur secara elektronik (e-PIT). Dengan mempertimbangkan penyiapan-penyiapan berbagai instrumen, sarana prasarana pendukung dan tentu saja kesiapan pelaku usaha penangkapan ikan, maka melalui Surat Edaran Nomor : 1954/MEN-KP/XI/2023 yang diterbitkan pada akhir November 2023, relaksasi kembali dilakukan pada pelaksanaan kebijakan PIT di tahun 2024, khususnya yang terkait dengan kebijakan penangkapan ikan dan pemungutan PNBP berbasis kuota.
Mencari Titik Temu
Transisi, relaksasi, dan berbagai bentuk diskresi kebijakan penangkapan ikan terukur tersebut tentu lahir dari ruang psikologi kebijakan yang sangat kompleks. Ada banyak hal menyangkut motivasi, persepsi, dan perilaku pemangku kepentingan terhadap kebijakan PIT yang tentu saja perlu mendapatkan ruang dalam kebijakan ini. Hal tersebut tentu hal yang lumrah sebagai bagian dari proses pengambilan kebijakan publik.
Dalam proses dialektika kebijakan yang berjalan beberapa tahun terakhir ini, saya melihat upaya serius Pemerintah yang fokus pada tiga isu yang besar dalam upaya mendorong kesiapan implementasi penangkapan ikan terukur. Pertama, reorientasi pemahaman pemangku kepentingan dengan nawaitu yang sama, bahwa kebijakan PIT ini tidak hanya tentang persoalan peningkatan PNBP, namun ini adalah upaya komprehensif transformasi perikanan tangkap. PIT adalah era baru tata kelola perikanan tangkap yang bukan hanya berorientasi pada manfaat ekonomi, namun juga keberlanjutan ekosistem dan keseimbangan sosial.
Dalam PIT, ada upaya negara memberikan perlindungan dan insentif terhadap nelayan dan usaha kecil, ada ikhtiar membangun sektor perikanan tangkap yang tangguh dari hulu sampai dengan hilir, dan ada semangat untuk mendistribusikan kesejahteraan bukan hanya terpusat di satu titik pendaratan ikan atau di satu wilayah pengelolaan perikanan saja. Dalam banyak diskursus publik yang terjadi, saya melihat niat mulia ini belum sepenuhnya sampai kepada para pemangku kepentingan.
Kedua, penyiapan software dan hardware pendukung implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur secara memadai. Masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan diantaranya mekanisme penentuan dan pendistribusian kuota penangkapan ikan yang menjadi core kebijakan ini. Selain itu, harus dipahami bersama bahwa sejumlah aturan implementasi teknis kebijakan ini sangat membutuhkan dukungan infrastruktur, sarana dan prasarana yang memadai.
Sebagai contoh, kewajiban untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan di Pelabuhan Pangkalan yang telah ditetapkan, tentu membawa konsekuensi logis penyiapan lokasi tambat labuh yang ideal di semua Pelabuhan Pangkalan, cold storage untuk menampung hasil tangkapan, sistem transportasi yang memudahkan distribusi hasil tangkapan, serta sistem logistik yang dapat menjamin suplai logistik bagi kapal perikanan agar dapat berangkat kembali ke fishing ground. Begitu pula kemampuan untuk mengawasi aktivitas penangkapan ikan dari hulu sampai dengan hilir, ini tentu memerlukan dukungan teknologi dan sumber daya manusia yang memadai. Kehadiran software dan hardware pendukung ini penting agar niat untuk mendorong lahirnya sentra-sentra baru pertumbuhan perikanan di berbagai wilayah dapat terwujud.
Ketiga, pengembangan kemitraan strategis mendukung implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur. Dengan beberapa pekerjaan rumah yang harus dipersiapkan dan kompleksitas dalam penyiapan software dan hardware kebijakan penangkapan ikan terukur, maka kolaborasi dan sinergi menjadi pilihan yang rasional. Pelibatan Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, Swasta dan Masyarakat tentu akan menjadi energi tambahan yang akan mengakselerasi kesiapan implementasi kebijakan PIT.
Dalam scope yang lebih kecil, KKP telah memulainya dengan sangat baik melalui pembangunan Kampung Nelayan Modern sebagai bagian yang tentu tidak dapat dipisahkan dengan Kebijakan PIT, di Samber Binyeri, Kabupaten Biak Numfor, Papua, yang diresmikan oleh Presiden di akhir November 2023 lalu. Kampung Nelayan Modern dikembangkan dengan pendekatan terintegrasi dengan dukungan berbagai pihak termasuk Pemerintah Daerah, BUMN dan mitra strategis lainnya.
Sebagai sebuah langkah besar transformasi tata kelola perikanan tangkap yang berkelanjutan, tentu dapat dimengerti apabila kebijakan PIT ini harus melalui jalan yang tak mudah dan perdebatan kebijakan yang panjang. Namun, kita semua tentu meyakini bahwa para pemangku kepentingan memiliki titik temu yang sama, kita harus menghadirkan tata kelola perikanan tangkap yang berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi.
Didik AS, Praktisi Sektor Kelautan dan Perikanan, Analis Senior pada Pusat Kajian dan Pemberdayaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PUSARAN).
(ega/ega)Sentimen: positif (100%)