Sentimen
Negatif (99%)
16 Des 2023 : 14.55
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya

Kasus: Tipikor, korupsi

MAKI Sebut Firli Langgar 3 Aturan Bawa Dokumen Rahasia KPK ke Praperadilan

16 Des 2023 : 14.55 Views 2

Detik.com Detik.com Jenis Media: News

MAKI Sebut Firli Langgar 3 Aturan Bawa Dokumen Rahasia KPK ke Praperadilan

Jakarta -

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti langkah Firli Bahuri yang menyerahkan bukti dokumen penangan kasus dugaan suap eks pejabat DJKA dalam sidang praperadilan. MAKI menilai Firli telah melanggar tiga aturan karena membawa dokumen penyidikan yang sifatnya rahasia ke persidangannya.

"Menurut saya ada 3 undang-undang yang dilanggar, pertama UU Keterbukaan Informasi Publik, kedua menghalangi penyidikan pasal 21 UU KPK, ketiga melanggar kode etik," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi, Sabtu (16/12/2023).

Boyamin menduga tujuan Firli membawa dokumen tersebut untuk membuktikan kepada hakim bahwa penetapannya sebagai tersangka sebagai bentuk kriminalisasi terhadap dirinya. Mengingat, penetapan tersangka Firli tanpa disertai bukti pemerasan.

-

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pak Firli mencoba membawa dokumen berkas tersebut untuk menunjukkan bahwa Kapolda itu ada konflik kepentingan dalam menetapkan Firli tersangka. Harapannya hakim akan percaya bahwa kasus ini hanya kriminalisasi, tidak ada buktinya," ujarnya.

Kendati begitu, Boyamin menegaskan Firli tak semestinya membawa dokumen kasus yang ditangani KPK, sekalipun Firli masih menjabat sebagai Ketua nonaktif KPK. Sebab, kasus tersebut tak ada hubungannya dalam praperadilan yang dijalaninya.

"Ini barang rahasia apalagi ini tersangka kasus korupsi membawa-bawa dokumen itu udah salah, nggak boleh karena rahasia," tegasnya.

"Pak Firli kan sudah nonaktif, kebutuhannya ya untuk perkara yang disidangkan. ini kan praperadilan tidak ada relevansi," sambungnya.

Adapun, ketiga aturan yang dilanggar Firli ialah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU) Tipikor terkait merintangi penyidikan serta Peraturan Dewas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

"Kalau rahasia publik itu ancamannya kalau enggak salah 3 tahun lah, tapi kalau menghalangi penyidikan di atas 5 tahun. Artinya dianggap kejahatan serius," jelasnya.

Sebelumnya, Firli Bahuri menyerahkan bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap eks pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dalam sidang praperadilan. Langkah yang diambil Firli membuat Polda Metro Jaya bertanya-tanya.

Hal tersebut disampaikan Kabid Hukum Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana dalam sidang praperadilan terkait penetapan tersangka Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023). Putu mewakili Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menghadapi Firli Bahuri di praperadilan.

Putu menilai bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi yang membuat Firli menjadi tersangka.

"Ada beberapa dokumen dijadikan barang bukti dan kami sudah punya 159 barang bukti yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan. Tapi, pemohon (Firli Bahuri) menyampaikan barang bukti yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang Praperadilan. Bukti P26 sampai P37," kata Putu.

"Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Ini barang bukti yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah," sambungnya.

Putu kemudian bertanya kepada ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi yang dihadirkan pihaknya. Dia bertanya apakah dokumen yang diserahkan Firli itu termasuk dokumen yang perlu dirahasiakan atau tidak.

"Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi sampai P37, hampir semua tentang DJKA dijadikan barbuk di sini. Kami bertanya apa korelasinya dengan kasus yang sedang kita bahas ini?" kata Putu.

Fachrizal Afandi kemudian menjawab. Fachrizal mengatakan, apabila dokumen penanganan kasus DJKA itu diperoleh dengan cara legal, hal itu tidak jadi masalah.

Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Junaedi Saibih yang juga dihadirkan sebagai ahli mengatakan tindakan pengacara Firli yang membawa bukti berupa dokumen kasus DJKA tidak tepat. Hal itu karena tidak sesuai dengan materi yang dijadikan praperadilan.

"Harusnya yang menjadi praperadilan ini adalah terkait tentang proses penetapan tersangka tersebut secara formil, misal gimana pemanggilan dilakukan," Junaedi.

"Adapun berkaitan dokumen rahasia seharusnya tidak boleh dibuka karena itu ada potensi nantinya akan terjadi hal membahayakan dalam proses penyidikan. Misalnya informasi orang itu berkaitan pemeriksaan dan sebagainya, lalu dikhawatirkan akan jadi penghambat proses penyidikan. Misal orangnya melarikan diri," imbuhnya.

(taa/taa)

Sentimen: negatif (99.9%)