Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Kasus: KKN, nepotisme, korupsi
Tokoh Terkait
Kaesang : Tak Paham ORBA, Ekonomi Pada Zaman Soeharto
Keuangan News Jenis Media: Nasional
KNews.id – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep tengah viral dibicarakan di media sosial X atau yang sebelumnya dikenal dengan Twitter. Hingga Rabu tengah malam, 6 Desember 2023, tagar Kaesang berada di puncak keyword trending karena pengakuannya tak tahu-menahu soal Orde Baru pada sebuah video pendek yang belakangan tersebar luas.
Hal tersebut disampaikan putra bungsu Presiden Jokowi itu saat dimintai tanggapan atas tudingan Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut pemerintahan saat ini mirip dengan Orde Baru.
“Saya gak tahu maksudnya definisi Orde Baru itu seperti apa. Karena saya sendiri tidak mengalami, karena waktu itu saya umurnya kecil. Saya tidak hidup di zaman itu soalnya. Jadi saya harus tanya, definisinya seperti apa?” kata Kaesang pada Rabu pekan lalu, 29 November 2023, seperti dikutip dari video pendek.
Pertanyaan balik dari Kaesang ini diutarakan saat bertemu dengan Forum Komunitas Pengemudi Nusantara di Jakarta Pusat.
Meski begitu, Kaesang juga mencoba menjelaskan bahwa pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin berbeda dibandingkan dengan masa Orde Baru. “Di medsos (media sosial) ngomong sesuatu menghina Pak Presiden, ditangkap, enggak?” ucapnya kala itu.
Megawati Sebut Pemerintah Saat Ini Mirip Orde BaruSebelumnya, Megawati menuding pemerintahan saat ini bertindak seperti penguasa zaman Orde Baru. Hal tersebut disebutkan Megawati kala menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Relawan Ganjar-Mahfud di Jakarta.
“Mestinya Ibu enggak boleh ngomong gitu, tetapi sudah jengkel. Kenapa? Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak. Kenapa sekarang kalian yang pada penguasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru?” ujar Megawati. Soal hal ini, Presiden Jokowi mengatakan enggan berkomentar.
Lalu, seperti apa gaya pemerintahan Orde Baru dan bagaimana dinamika perkembangan ekonomi saat itu? Simak penjelasannya berikut ini.
Masa Orde Baru yang berlangsung pada periode 1966-1998 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto tak hanya menunjukkan perkembangan di bidang perekonomian. Tapi seiring perjalanan waktu, pada akhirnya ekonomi malah terpuruk di penghujung Orde Baru dan menyisakan pekerjaan rumah berat bagi pemerintahan selanjutnya pada Orde Reformasi.
Di awal Orde Baru, ada sejumlah masalah perekonomian yang dihadapi pemerintah Soeharto, mulai dari hiperinflasi, lonjakan utang luar negeri, tingginya defisit anggaran, meroketnya harga kebutuhan pokok, hingga pendapatan per kapita yang rendah. Krisis ekonomi saat itu adalah warisan dari pemerintahan Soekarno yang menerapkan sistem ekonomi terpimpin.
Warisan krisis ekonomi berupa hiperinflasi yang dimaksud adalah ketika angka laju kenaikan harga mencapai 635 persen pada 1966. Selain itu, anggaran belanja negara tercatat kebanyakan digunakan untuk membiayai proyek mercusuar seperti pembangunan Monumen Nasional atau Monas, Stadion Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia dan lain-lain.
Presiden Soeharto kemudian menerapkan sejumlah kebijakan ekonomi jangka pendek dan panjang. Kebijakan jangka pendek meliputi upaya stabilisasi moneter dan inflasi, rehabilitasi infrastruktur dan produksi hingga menjamin ketersediaan harga kebutuhan pokok.
Sedangkan kebijakan jangka panjang mencakup pembuatan rencana pembangunan lima tahunan (Repelita). Selain itu digenjot pembangunan sektor strategis dengan melibatkan BUMN pertanian, migas, listrik dan lain-lain serta pemberian berbagai insentif bagi sektor swasta.
Sejumlah kebijakan ekonomi itu berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi hingga rerata 7 persen sepanjang 1967-1996 dan menurunkan angka kemiskinan dari 60 persen pada 1970 menjadi 11 persen pada 1996. Selain itu, pendapatan per kapita naik dari US$ 70 pada 1967 menjadi US$ 1.160 per 1996, lalu produksi dan ekspor sejumlah komoditas tercatat meningkat.
Kinerja Ekonomi Orde Baru Tak Lepas dari Tangan Besi SoehartoKinerja perekonomian pada Orde Baru ini tak lepas dari stabilitas politik dan keamanan era Soeharto di antaranya dengan menguatkan peran militer, menekan pihak oposisi hingga media massa. Saat itu ekonomi nasional juga terbantu karena masifnya aliran bantuan dari sejumlah lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional atau IMF dan Bank Dunia.
Sementara di dalam negeri, eksploitasi sumber daya alam seperti migas, batu bara, dan komoditas tambang lainnya membawa limpahan devisa. Perekonomian juga semakin terbuka atas investasi asing dan perdagangan internasional.
Namun melejitnya pertumbuhan ekonomi pada akhirnya menimbulkan masalah baru. Beberapa di antaranya yakni kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, merebaknya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), dan tingginya ketergantungan atas utang luar negeri.
Hal ini berbarengan dengan datangnya krisis moneter dan keuangan Asia pada 1997 dan 1998 yang turut berdampak buruk ke Indonesia. Seketika rupiah jeblok, inflasi melambung dan terjadi gagal bayar perbankan dan memicu perlambatan ekonomi.
Atas saran dari IMF, Soeharto kemudian memangkas subsidi energi dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM dari Rp 700 menjadi Rp 1.200 per liter. Keputusan itu sontak menyulut aksi penolakan dari mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia.
Karena ketidakpuasan rakyat dan mahasiswa, akhirnya muncul demonstrasi besar-besaran di berbagai tempat memprotes pemerintah. Situasi semakin memanas hingga akhirnya terjadi peristiwa Kerusuhan Mei 1998, dan Presiden Soeharto lengser pada 12 Mei 1998. Hal ini sekaligus menjadi pertanda berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan era reformasi. (Zs/Tmp)
Sentimen: negatif (99.6%)