Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tipikor, HAM, korupsi
Apakah Seluruh Anggota DPR RI Terlibat Kejahatan Karena Faktor Pembiaran Tindak Pidana
Keuangan News Jenis Media: Nasional
Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
KNews.id – Apakah Negara RI saat ini masih menjadi negara hukum ? Atau setidaknya, apakah hukum masih menjadi superior dinegara ini ? Atau sekedar kalimat pemanis di UUD.1945 tentang ” negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaat ).
Pertanyaan ini patut saja dilontarkan oleh sebab adanya pernyataan Agus Raharjo , eks Ketua KPK yang publis disiarkan melalui TV. Kompas, dalam program Rosi, Kamis (30/11/2023),
bahwa saat dirinya masih menjadi anggota KPK, Ia dimarahi oleh Jokowi dan diminta agar ” menghentikan proses penyidikan terhadap Setia Novanto dalam kasus korupsi E. KTP”.
Serius, sesungguhnya pernyataan Agus Raharjo, melalui TV Kompas, ditambah pengakuan Sudirman Said, bahwa dirinya pun pernah dimarahi oleh Jokowi, terkait pengungkapan kasus yang serupa ( dengan Agus Raharjo ) juga terkait Setia Novanto/ Setnov pada kasus yang dikenal oleh publik sebagai kasus ” Papa minta saham “.
Maka jika republik ini memang konsisten sebagai negara berdasarkan hukum, selayaknya hukum mesti ditegakan, maka perlu inisiatif berupa implementasi tindak lanjut politik dan hukum ( hukum dan politik ), sesuai amanah konstitusi, berupa klarifikas dalam rangka investigasi ( penyelidikan ) oleh lembaga politik RI. Khususnya komisi 3 DPR RI yang membawahi kontrol hukum, HAM dan Keamanan.
Oleh sebab hukum, mereka komisi 3 DPR RI diberikan hak kontitusional, berupa beberapa fungsi kewenangan, sekaligus bentuk lain sebagai tanggung jawab hukum dan moralitas, diantaranya hak interpelasi dan hak angket yang dapat digunakan sebagai alat fungsi kontrol terhadap kebijakan politik dan perbuatan hukum yang dilakukan seorang presiden, serta dapat digunakan oleh lembaga DPR RI untuk diparipurnakan, sebagai dasar hukum DPR RI mengingatkan atau menyadarkan presiden untuk mengundurkan dari jabatan presiden, jika hasil dari invesigasi ternyata benar adanya perilaku pelanggaran atau kejahatan yang serius , sebagai bentuk kepatuhan Jokowi selaku presiden terhadap TAP. MPR RI No. 6 Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa, atau meng -impeach presiden, jika ditemukan adanya pelanggaran atau perbuatan kejahatan yang serius atau luar biasa yang dilakukan oleh presiden selaku eksekutif tertinggi didalam pemerintahan atau penyelenggaraan negara, atau DPR RI lakukan impeachment atau pemberhentian terhadap Jokowi selaku Presiden RI. melalui proses politik, yakni melalui proses MPR RI. sesuai perintah UUD. 1945 Jo. Vide UU.RI. Tentang MD.3.
Selebihnya hal investigasi oleh DPR RI ini, bisa saja melahirkan banyak temuan yang sudah menjadi dugaan publik yang menyasar kepada ( kebenaran ) adanya intervensi presiden atas kekuasaannya terhadap masalah hukum yang pernah menjadi gunjingan masyarakat peduli hukum, terkait stagnasi proses penyidikan terhadap berbagai kasus yang sebelumnya pernah singgah dan melibatkan pemilik nama – nama besar, seperti, Tito, Airlangga, Zulhas, Puan, Ganjar, Mega dan juga Hasto, Prabowo, termasuk tentunya laporan yang langsung menyentuh Gibran dan Kaesang.
Namun nyatanya walau pernyataan Agus Raharjo dan Sudirman Said sudah diketahui oleh masyarakat umum ( notoire feiten ), tetapi mendapat pendiaman langkah politik atau disfungsi DPR RI. terhadap beban tanggung jawab hukum dan politik sesuai amanah konstitusi dasar ( UUD. 1945 ).
Oleh karenanya kausalitas hukum lainnya, terhadap disfungsi dimaksud, tentunya sebagai makna filosifis, ” Indonesia merupakan negara hukum, ” maka jika merujuk konstitusi dasar negara ( UUD. 45 ) tentang persamaan kedudukan hukum ( equaliti before the law ) pada setiap WNI. Maka terkait hal – hal yang disampaikan Agus Raharjo eks Ketua KPK dan Sudirman Said, dan tuduhan publik selama ini tentang intervensi hukum oleh Jokowi kepada KPK. Dan oleh sebab dasar keberlakuan fungsi hukum yang mesti ekual, serta lembaga legislatif negara ( DPR.RI ) disfungsi seperti saat ini, maka para aparatur polri dan atau pihak kejaksaan, sah secara hukum bertindak melakukan upaya proses penyelidikan dan penyidikan diawali dengan pemanggilan terhadap Agus Raharjo, Sudirman Said dan Jokowi serta pejabat publik lainya sebagai saksi, kemudian memperosesnya sesuai prinsip ekualitas berdasarkan KUHAP atas tindak pidana delik biasa ( tanpa butuh pelaporan atau pengaduan) oleh sebab yang dilakukan oleh Jokowi merupakan tindak pidana khusus dengan kategori extra ordinary crime.
Namun akibat fenomena stagnasi dengan red beep atau sinyal merah konspirasi, karena nampak ada sinyal ” gejala – gejala penyimpangan hukum dan proses politik ” daripada DPR RI dan aparatur negara ( Polri dan Kejaksaan RI ), yang nyata sama – sama banyak bias sesuai kacamata pelaksanaan penegakan hukum, melalui praktek pembiaran ( Vide Pasal 421. Jo. Pasal 52 KUHP ) Jo. Penyertaa ( delneming ) melalui unsur – unsur, merintangi atau menghalangi petugas dalam melakukan proses hukum Pasal 21 UU. Tipikor, Jo. Pasal 221 KUHP. berarti kedua lembaga tinggi negara ini pun akhrnya secara sengaja menghilangkan ( mengikis aus ) kepercayaan publik.
Maka pada momentum saat kesadaran rakyat timbul dan jenuh lalu mènjadi emosi yang memuncak dan terjadi kristalisasi, hal pembiaran hukum oleh para pejabata publik dan atau para aparatur negara ini pun termasuk sebuah perilaku kejahatan, dan ketika disadari dampak kerugian impersional, atau kolektif ( general ), tidak mustahil akhirnya terjadi chaos lalu menimbulkan proses revolusi sosial, atau rakyat yang sadar akan ambil alih kekuasaan dengan pola turun rame – rame. Oleh sebab lainnya, pada rentang kekuasaan Jokowi, bahwasnya sesuatu hal hak hukum publik teramat sering, sudah puluhan kali dibohongi dan dikhianati oleh Jokowi, dan mayoritas bangsa sudah lama mengetahui tentang ” turun rame rame ” memiliki payung hukum, berdasarkan asas sesuai ketentuan pasal didalam UUD. 45 yang tegas menyatakan, bahwa ” kedaulatan ada ditangan rakyat “. Rakyat hanya menunggu momentum entah segera atau kapan – nya. Namun kenyataannya pasti akan terjadi. (Zs/NRS)
Sentimen: negatif (100%)