Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
DPR Diminta Panggil Eks Ketua KPK, Buntut Pernyataan Jokowi Intervensi Kasus E-KTP Setya Novanto
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny K Harman ikut berkomentar terkait penyataan eks Ketua KPK, Agus Rahardjo yang membeberkan dugaan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP yang melibatkan Setya Novanto.
Benny K Harman meminta DPR RI segera memanggil Agus Rahardjo untuk mengklarifikasi pernyataan di program Rossi yang ditayangkan Kompas TV pada Kamis malam (30/11/2023).
"DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK," kata Benny dikutip Fajar.co.id di akun X @BennyHarmanID, Jumat (1/12/2023).
Anggota Komisi III DPR RI itu meminta Agus Rahardjo tidak menyebar berita bohong atau hoaks ke publik.
"Jangan sebar hoaks ke masyarakat, sebab kalo cerita ini benar rakyat bisa marah.#RakyatMonitor#," ungkapnya.
Sebelumnya, Agus Rahardjo membongkar permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar kasus E-KTP disetop.Kasus E-KTP ini menyeret Mantan Ketua DPR Setya Novanto.
“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Jadi saya heran biasanya itu memanggilnya berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil itu. Jadi di depan,” kata Agus saat menjadi tamu program Rossi yang ditayangkan Kompas TV pada Kamis malam (30/11/2023).
Dia menceritakan, saat masuk menemui Jokowi, Jokowi sudah marah dan meminta kasus itu segera dihentikan.
“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan karena saya baru masuk itu teriak ‘hentikan’. Setelah saya duduk baru saya tahu bahwa yang disuruh hentikan adalah kasusnya pak Setnov, ketua DPR waktu itu punya kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” tuturnya.
Hanya saja kata dia, Agus waktu itu tidak bisa memberhentikannya karena sudah ada surat perintah penyidikan. Sedangkan KPK waktu itu tidak memiliki kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)
“Nah Sprindik itu kan sudah saya keluarin tiga Minggu yang lalu, presiden bicara itu. Sprindik itu tidak mungkin karena KPK tidak punya SP3. Tidak mungkin saya berhentikan, saya batalkan,” ungkapnya.
Belakangan, pemerintah merevisi UU KPK dimana SP3 bisa diterbitkan oleh KPK.
“Kemudian saya jalan terus, akhirnya kan direvisi. Uu itu kan SP3 ada menjadi di bawah presiden,” tuturnya.
Permintaan pemberhentian itu kata dia saat menjelang kampanye kedua pemilu.
“Sayangnya waktu itu saya nggak sanggup. Kan pada waktu menjelangnya kampanye kedua yah. Karena saya waktu itu, saya juga masih memilih pak Jokowi,” ujarnya.
“Kalau misalnya saya sampaikan kan mungkin pengaruhnya besar. Bahwa Jokowi kurang anti korupsi. Itu kan pengaruhnya besar,” tandasnya. (selfi/fajar)
Sentimen: negatif (95.5%)