Sentimen
Negatif (99%)
25 Nov 2023 : 14.24
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Manuver kembali ke tampuk kekuasaan

25 Nov 2023 : 21.24 Views 2

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Manuver kembali ke tampuk kekuasaan

"Semua sudah selesai, tidak usah dibesar-besarkan. Biarlah cooling down dulu," katanya kepada Alinea.id.

Celah putusan MKMK

Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Legislatif Partai NasDem, Atang Irawan, berpandangan, Anwar menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK lantaran formulasi Putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023 membuka ruang untuk dipermasalahkan secara yuridis. "Karena memang tercipta kanal bagi Anwar Usman dalam melakukan upaya perlawanan," jelasnya.

Adanya saluran itu, katanya, menunjukkan Putusan MKMK Nomor 2 menabrak norma. Sebab, karena terbukti melanggar etik berat, Anwar mestinya dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2023, bukan dicopot dari jabatannya.

Selanjutnya, hakim yang dijatuhkan PTDH, merujuk Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), diberikan kesempatan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Banding (MKB). Komposisi anggota MKB berbeda dengan MKMK.

Nahasnya, belum ada PMK tentang mekanisme banding tersebut hingga kini. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum atas putusan MKMK. 

"Kejanggalan dua itu dalam putusan MKMK menjadi 'jalan tol' bagi Anwar Usman untuk melakukan keberatan administrasi dalam rangka memuluskan upaya gugatan pada peradilan tata usaha negara," tuturnya.

"Apalagi, putusan lembaga/organ yang berwenang menegakkan kode etik sangat disadari dan dipahami dapat diajukan keberatan melalui pengadilan tata usaha negara dengan terlebih dahulu dilakukan upaya administrasi," imbuhnya.

Kendati begitu, Atang menyayangkan sikap Anwar mengajukan gugatan ke PTUN. Baginya, demokrasi tanpa independensi kekuasaan kehakiman membuat demokrasi tidak lagi disandarkan pada amanat tujuan bernegara, yang tertuang dalam konstitusi.

Ia juga kecewa apabila nantinya PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Anwar sehingga Putusan MKMK Nomor 2 batal demi hukum. Peluang ini memungkinkan mengingat Putusan MK Nomor 32/PUU-XIX/2021 membuka ruang menggugat putusan lembaga/badan penegak kode etik.

"Inilah sebuah 'drakor (drama Korea)' yang menjadi catatan kritis atas 'orkestrasi yustisial' yang menakutkan bak gelombang tsunami yang memporak-porandakan eksistensi sistem penegakkan hukum di Republik ini. Bahkan, 'meliuk-liuknya' kekuasaan kehakiman dapat mengakibakan 'turbulensi demokrasi' di Republik ini," urai Atang.

Sentimen: negatif (99.9%)