Sentimen
Positif (94%)
22 Nov 2023 : 23.59
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Positif dan negatif menggunakan AI di Pemilu 2024

23 Nov 2023 : 06.59 Views 2

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Positif dan negatif menggunakan AI di Pemilu 2024

Pendiri LSI Denny JA, Denny Januar Ali pun mengaku kalau AI tidak hanya mewarnai sisi baik, tetapi juga sisi buruk.

"AI memiliki kemampuan baik dan buruk. Dan akan datang masa ketika kita mengenang AI dengan bangga atau menyesal. Tetapi bagi kita yang berprofesi di marketing politik, AI mulai memengaruhi Pemilu Presiden 2024," kata dia dalam keterangannya yang dipantau online, Rabu (22/11).

Denny JA mencontohkan video Jokowi yang seolah-olah berpidato dengan Bahasa Mandarin. Kasus serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Beredar video Hillary Clinton mendukung satu capres dari Partai Demokrat untuk Pilpres 2024, yang bukan Joe Biden. Belakangan diketahui kalau video itu merupakan manipulasi deepfake Artificial Intelligence. 

Denny menyebutkan ada beberapa hal positif yang bisa dikerjakan dengan mempergunakan AI selama pemilu. Misalkan saja, teknologi ini bisa membantu mengirimkan pesan kepada publik dengan lebih dipersonalisasi melalui record-nya di media sosial. AI bisa lebih tahu dan detail soal orang. Bukan hanya data pemilih tetapi juga psikologisnya. Apa yang disukai oleh calon pemilih dan segala macamnya. 

Misalkan seorang capres ingin mengirim pesan kepada pemilih di Jakarta. Dulu sebelum ada AI, calon presiden akan mengirim pesannya secara umum di sosial media. Tetapi setelah ada AI, calon presiden bisa menyampaikan pesan ini kepada si A dengan latar belakang menyukai lagu dangdut, si B yang menyukai lagu pop, atau si C yang menyukai lagu jaz.

"AI mencari personalisasi yang lebih pas dengan orang yang dituju. Karena itulah AI bisa memungkinkan orang mendapatkan informasi dari calon presiden. Inilah peran  AI. Membuat peran kampanye semakin lebih intim, micro marketing, lebih konkret, serta kepada individu per individu," ucap dia. 

Tetapi dia mengakui kalau untuk Pemilu 2024, penggunaan AI masih belum maksimal. Masih terbatas menggunakan CHAT GPT dan Bard yang digunakan lebih untuk pencarian informasi agar lebih cepat. Sehingga pilpres juga masih bisa dimenangkan tanpa keterlibatan AI secara intens. Ini karena teknologi AI belum terlalu dipahami kecanggihannya dan harganya pun masih mahal.

Lantas seperti apa tanggapan pemerintah agar pemanfaatan AI bisa optimal? Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria dalam keterangan resminya menyebutkan, pemerintah melakukan monitoring terhadap perkembangan pemakaian AI.

"Dan kami bersikap positif, misalnya dengan perkembangan teknologinya. Tetapi juga kami mencermati sisi-sisi negatif yang akan muncul,” ungkap Nezar Patria

Kajian dilakukan dengan berkolaborasi bersama sejumlah lembaga serta mitra kerja di beragam sektor. Terutama di ekosistem ekonomi digital, pelaku-pelaku industri yang berbasiskan digital, dan juga beberapa pakar teknologi, sosial, budaya, dan sebagainya.

"Kita coba mengantisipasinya dengan satu regulasi yang mencoba meminimalkan dampak-dampak yang harmful atau merusak dari AI,” tandasnya.

Dia memastikan kalau regulasi mengenai AI tidak dimaksudkan untuk menghambat inovasi. Namun, sebagai langkah antisipatif atas risiko yang akan mungkin muncul. Bahkan, pemerintah juga sedang berdiskusi dengan UNESCO mengenai pemanfaatan AI terutama dari sisi etika. 

Sentimen: positif (94.1%)