Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kab/Kota: Senayan
Kasus: korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Komisi II DPR Heran Tak Ada Perwakilan KPU Hadiri Rapat Terkait Putusan MA
Detik.com Jenis Media: News
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP membahas tindak lanjut permohonan konsultasi dari KPU terkait putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28P/HUM/2023 soal masa jeda mantan narapidana korupsi untuk maju di Pilkada. Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia heran lantaran tidak ada satu pun komisioner KPU yang mewakili rapat tersebut.
"Nah biasanya pada saat kita membahas atau adanya permohonan konsultasi rancangan peraturan baik itu KPU Bawaslu semuanya lengkap hadir terutama DKPP. Tapi hari ini dari KPU tidak ada satu pun yang hadir. Jadi kami baru menerima surat terimanya hari minggu permohonan penundaan karena semuanya sedang berada di luar negeri," kata Doli saat membuka rapat di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2023).
"Saya nggak tahu ya gimana tata cara pengelolaan kantor bisa tidak ada satu pun komisioner termasuk sekjennya nggak ada di dalam negeri," sambungnya.
Doli menyebut para anggota Komisi II DPR telah hadir. Dia menyinggung rencana pelaporan soal absennya KPU dalam rapat itu ke DKPP.
"Kami saja di sini yang sekarang sibuk dengan urusan dapil ya terpaksa harus ada yang datang satu pun. Saya nggak tau ini harus dilaporkan apa gimana sama DKPP ini. Terus yang urusin kantor di sini siapa, siapa penanggung jawabnya ya kan," tutur dia.
Waketum Golkar itu mengklaim pihaknya selalu memprioritaskan permohonan KPU dan Bawaslu jika terkait dengan konsultasi peraturan. Dia pun mempertanyakan kepada DKPP apakah KPU bisa diperiksa terkait pelanggaran etik jika tidak ada satu pun anggota dinas di dalam negeri.
"Jadi ini menjadi catatan kita sebelum kita mulai terutama DKPP ini pelanggaran etik tidak? Etik manajemen pekerjaan ya nggak? Masa kantor ditinggal semuanya pergi se-sekjen sekjennya pergi semua," ujar Doli.
MA Kabulkan Permohonan ICW dkk
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil atau judicial review terhadap Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 yang diajukan Indonesian Corruption Watch (ICW) dkk. MA berpendapat alasan Pemohon menggugat pasal-pasal kontroversial terkait masa jeda mantan narapidana korupsi untuk maju di Pilkada itu dapat dibenarkan.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya," demikian bunyi amar putusan MA dalam perkara Nomor 28 P/HUM/2023, berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (29/9).
MA juga menyatakan Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022. Berikut bunyi Pasal 11 ayat 5 dan 6 tersebut:
Pasal 11
5. Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
Selain itu, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. Berikut bunyi Pasal 18:
Pasal 18
(1) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pendaftaran bakal calon.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik
(fca/azh)Sentimen: negatif (100%)