Sentimen
Negatif (99%)
17 Nov 2023 : 18.26
Tokoh Terkait

Pemilu 2024 Riang Gembira Tanpa Hoaks, Ujaran Kebencian dan Polarisasi

18 Nov 2023 : 01.26 Views 2

Tagar.id Tagar.id Jenis Media: Nasional

Pemilu 2024 Riang Gembira Tanpa Hoaks, Ujaran Kebencian dan Polarisasi

TAGAR.id, Jakarta - Gelaran Pemilu 2024 mendatang diharapkan dapat berjalan dengan aman, dan damai sehingga berhasil usai dengan akhir yang membahagiakan bagi masyarakat.

Pegiat dari Cyber Indonesia, Farhana Nabila Hanifah, mengatakan ujaran kebencian dan polarisasi berpeluang terjadi selama Pemilu 2024.

Namun, dibandingkan negara lain seperti Singapura, China dan Malaysia, Indonesia termasuk negara yang rendah terjadinya polarisasi.

"Sebenarnya memang polarisasi, hatchspeech sering digulirkan menuju Pemilu 2024, cuma kita tahu baru tahun lalu, Barometer mengeluarkan survei dari 28 negara, Indonesia jadi negara terendah termakan polarisasi di dunia, lebih rendah dari singapura, China, Malaysia," kata Farhana dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 17 November 2023.

Farhana menilai, masyarakat saat ini memiliki literasi yang sangat baik dalam memahami isu-isu politik nasional khususnya selama helatan demokrasi lima tahunan ini.

"Sebenarnya pengalaman 2019, saya sebagai pemerhati menilai masyarakat mulai pinter di 2022, 2023 masyarakat mulai pinter (menilai) ini hoaks, hatespeech, tapi kita tak tahu ke depan 2024. Mungkin masyarakat bisa lebih cerdas," ujarnya.

Dirketur Eksekutif Indonesia Public Opinion, Dedi Kurnia Syah mengutarakan bahwa persoalan hoaks cenderung masih mewarnai kontestasi politik nasional tersebut.

"Saya kira pemilu 2024 akan mereplikasi apa yang terjadi di 2014 2019. Kita mengalami puncak politik hoaks, secara signifikan di 2014, ujar Dedi.

"Itu tidak dialamatkan pada satu paslon saja. Jokowi, Hatta, Prabowo, Jusuf Kalla, semua mendapatkan porsi sama soal politik hoaks. Mereka sama-sama korban sekaligus pelaku," ungkapnya.

Pada gelaran pemilu kali ini, menurut Dedi, keberadaan disinformasi danclain sebagainya diprediksi akan tetap muncul mewarnai pemilu.

"2024 kita tak bisa menghindari misinformasi, hoaks, blackcampaign, itu akan tetap muncul karena ada target market. Sepanjang masyarakat tak bisa memfilternya," jelasnya.

"Sepanjang kontestasi kita mengacu pada mayoritas, kita akan selalu terbawa pada disinformasi misinforamsi, karena itu dibutuhkan untuk propaganda," tambah Dedi.

Sementara itu, Ketua Umum Rampai Nusantara, Mardiansyah, menyatakan bahwa Pemilu 2024 masih cenderung dipenuhi sebaran berita yang tidak valid dan tak bertanggungjawab.

Pemilu selalu erat dikatikan dengan dibangunnya narasi-narasi agitasi dan propaganda yang terkadang kerap menghalalkan segala cara untuk membela atau menjatuhkan lawan politiknya.

"TIdak mungkin dalam kontetstasi pilpres itu kita tak bisa menghindari hoaks, karena itu isu seksi untuk memengaruhi opini publik, dengan begitu, publik akan terbawa.

Saya melihat bahwa ketika kekuasan itu menggoda kita, akal sehat kita terpengaruh," ujarnya.

Menurutnya, banyak pihak bersikap tak rasional dalam mengedepankan kepentingan politiknya sehingga logika dan akal sehatnya kerap dikesampingkan.

Pihaknya berharap kontestasi 2024 ini bisa dinikmati dan diselenggarakan dengan suka ria tanpa adanya perpecahan di masyarakat.

"Kita tak bisa mengubah kesukaan orang kalau sejak awal dia sudah fanatik.

Harapan kita tentu kontestasi 2024 dinikmati dengan riang gembira, apapun pertarunganya nanti, pada ujung-ujungnya kita akan merasakan siapa yang memimpin itu yang kita rasakan," tegasnya.

Abdullah Kelrey, Gerakan Pemerhati Kepolisia (GPK) menegaskan, salah satu meningkatnya hoaks Pemilu 2024 adalah gejala fanatisme buta terhadap calon tertentu.

"Jadi kalau bicara hari ini soal hoaks ya soal fanatik. Kalau dibangun rasa cinta, maka hoaks tak akan berkembang, pelan-pelan hilang, dan orangakan hidup damai," kata Kelrey.

Dia menjelaskan, sebaran hoaks dan gelaja hoaks tindak akan berlangsung terlalu lama dan hal ini hanya akan berlalu pada momentum politik semata.

"Tapi saya lihat itu tak akan lama. Menurut survei, orang Indonesia daya ingatnya dua bulan, kalau dua bulan selesai, hoaks itu selesai mereka kembali ke hidupnya. Jadi produksi hoaks itu momentum saja di tahun politik," pungkasnya.

Sentimen: negatif (99.2%)