Sentimen
Negatif (100%)
17 Nov 2023 : 11.38
Informasi Tambahan

Kab/Kota: bandung, Semarang, Sleman, Bantul, Gunungkidul

Kasus: Demam berdarah dengue

Tokoh Terkait
Siti Nadia Tarmizi

Siti Nadia Tarmizi

Valid dan Teruji! Nyamuk Wolbachia Tak Berdampak Buruk ke Manusia

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

17 Nov 2023 : 11.38
Valid dan Teruji! Nyamuk Wolbachia Tak Berdampak Buruk ke Manusia

Harianjogja.com, JOGJA—Peneliti World Mosquito Program (WMP) menyatakan wolbachia tak menimbulkan dampak buruk ke manusia.

Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi sorotan dari berbagai kalangan terhadap program nyamuk berwolbachia yang diinisiasi oleh WMP. Penyebaran nyamuk di lokasi tertentu yang bertujuan untuk menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) itu belakangan digosipkan bisa memicu penyakit lain yang cukup serius.

Peneliti WMP, Riris Andono Ahmad, membantah program wolbachia menjadi penyebab timbulnya penyakit radang otak yang belakangan terdeteksi di wilayah DIY. Berdasarkan catatan, ada belasan pasien yang mengidap penyakit itu bahkan sampai meninggal dunia. Menurut Riris, wolbachia tidak menimbulkan dampak apa pun terhadap manusia.

"Terkait radang otak, itu beda ya. Itu adalah Japanese Encephalitis [JE]. Nyamuknya adalah Culex dan itu virus yang sama sekali beda dan nyamuknya juga beda," kata dia, Kamis (16/11).

Riris mengatakan wolbachia merupakan bakteri alami yang hidup sebagai simbion atau menumpang pada tubuh organisme lain. Hal ini serupa pada tubuh manusia yang juga terdapat bakteri tetapi tidak menyebabkan penyakit apa pun. Pun demikian dengan wolbachia yang hidup di tubuh serangga.

"Bakteri itu diambil dari lalat buah dan hanya bisa hidup dalam sel tubuh serangga, kalau keluar dari situ dia akan mati. Jadi wolbachia tidak akan memberikan dampak apapun terhadap inangnya apalagi manusia, karena dia tidak bisa hidup di luar sel tubuh serangga," katanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya, ketika bakteri wolbachia diambil dari lalat buah dengan teknik microinjection, yakni menyuntikkan wolbachia ke dalam telur nyamuk Aedes Aegypti, ternyata bakteri itu bisa memblokir replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk tersebut. Biasanya dalam siklus penularan, jika nyamuk Aedes Aegypti menggigit orang yang terinfeksi dengue, dia akan mengambil virus dari dalam tubuh pasien tersebut.

"Dalam tubuh nyamuk, virus itu akan bereproduksi dan bereplikasi lebih banyak sehingga nanti dia akan efektif untuk menular ke orang lain, proses replikasi dalam tubuh nyamuk inilah yang dihambat oleh bakteri wolbachia sehingga meskipun nyamuk itu menggigit orang yang terkena dengu, karena virusnya tidak bisa mereplikasi menjadi banyak dia tidak mampu menularkan ke orang lain," ungkap dia.

BACA JUGA: Wolbachia Sukses, Kasus Demam Berdarah di Bantul Turun Drastis

Sejak diberlakukan di Kota Jogja pada 2016-2020 lalu tingkat efektivitas wolbachia cukup signifikan di wilayah yang menjadi tempat diberlakukannya program ini. Program ini pun sudah disetop pada 2020 lalu khusus untuk Kota Jogja. Sementara, dua wilayah lain yakni Sleman dan Bantul sudah menjalankan program itu belum lama ini. "Soal efektivitas wolbachia kami melakukan penelitian sejak 2016 sampai 2020. Hasil penelitian di Jogja menunjukkan angka penurunan sampai 77 persen, jadi kami membagi Kota Jogja jadi dua bagian, ada wilayah yang disebar dan ada yang tidak. Di wilayah yang disebari, kasus denguenya turun sampai 77 persen dibandingkan dengan yang tidak disebarkan. Sekarang kasusnya tentu jauh lebih turun lagi," jelasnya.

"Jogja selesai pada 2020. Setelah itu kami sebar di Sleman dan Bantul. Sleman pada 2021 dan Bantul pada 2022. Soal penurunannya mungkin bisa dicek ke Sleman yang sudah ada jeda satu tahun, mungkin kalau Bantul belum terlalu terlihat," katanya.

Selama Januari hingga November 2022, Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menemukan ada 2.027 kasus DBD dengan 16 orang meninggal dunia. Jumlah tersebut terbagi di wilayah Kota Jogja sebanyak 162 kasus, disusul Kulonprogo ada 210 kasus, Sleman ada 289 kasus, Gunungkidul 454 kasus dan tertinggi Bantul ada 912 kasus.

Sampai dengan September 2023, jumlah kasus DBD di Kota Jogja sebanyak 48 kasus. Jumlah ini menurun signifikan dibandingkan dengan tahun 2022 ketika terjadi 150 kasus. Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Jogja, Endang Sri Rahayu, mengatakan penurunan DBD di Kota Jogja disebabkan oleh musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu juga disebabkan 80% penyebaran nyamuk berwolbachia.

Penelitian ini sudah dilakukan sejak 2017 dan wolbachia terbukti efektif menurunkan angka kejadian demam berdarah di 45 kelurahan di Kota Jogja. "Bakteri wolbachia yang dimasukan dalam nyamuk Aedes Aegypti pembawa DBD bisa menekan penyakit. Sehingga angka kasus DBD di tahun ini turun, selain diakibatkan oleh musim kemarau yang panjang," ungkapnya.

BACA JUGA: Hanya ada 36 Kasus DBD di Jogja, Wolbachia Jadi Andalan

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan teknologi wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Strategi Nasional.

Pilot project dilaksanakan di lima kota yaitu Kota Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang dan Bontang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia sebagai Inovasi Penanggulangan dengue.

“Selain di Indonesia, pemanfaatan teknologi wolbachia juga telah dilaksanakan di negara lain [Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuathu, Meksiko, Kiribathi, New Caledonia, Sri Lanka] dan terbukti efektif untuk pencegahan dengue,” katanya.

Nyamuk berwolbachia sedianya akan disebar dalam jumlah jutaan di Bali pekan ini. Namun, Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menunda penyebaran nyamuk wolbachia karena masih adanya pro dan kontra dari masyarakat Bali. "Kalau masih ada masyarakat yang tidak menerima, berarti kami tunda dulu," kata Mahendra.

Menurut dia, metode penyebaran nyamuk wolbachia untuk menekan DBD masih perlu disosialisasikan sehingga semua masyarakat bisa menerima. "Perlu sosialisasi, ada penolakan dari masyarakat 'kan kita tidak ingin masyarakat terbelah. Yang pro dan kontra ini harus dibagusin dulu," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: negatif (100%)