Sentimen
Negatif (99%)
8 Nov 2023 : 07.32
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Kasus: nepotisme, korupsi

Hilangnya Keteladanan Pemimpin Bangsa

8 Nov 2023 : 07.32 Views 2

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

Hilangnya Keteladanan Pemimpin Bangsa

HARI-hari ini, bangsa yang berasaskan Pancasila ini betul-betul telah kehilangan keteladanan dari para pemimpinnya. Revolusi mental yang sebelumnya digadang-gadang menjadi sebatas retorika.

Betapa tidak, Anwar Usman Ketua Mahkamah Konstitusi, benteng terakhir konstitusi negara justru terlibat conflict of interest dalam memutuskan perkara batas usia minimal capres-cawapres yang akhirnya menguntungkan keluarganya.

Ia membenarkan diri, alih-alih mundur, meski tekanan publik begitu kuat.

Belakangan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada Selasa 7 November 2023, Anwar Usman diputus bersalah telah melakukan pelanggaran etik berat sehingga diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

Begitu pula dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang berkali-kali dalam perilaku yang dinilai publik tak etis juga melanggar etik.

Bahkan terkait dugaan pemerasan yang dilakukannya dalam penanganan kasus korupsi, Firli terus mangkir dari pemeriksaan polisi maupun Dewas KPK.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun setali tiga uang, dengan mempertontonkan perilaku politik inkonsistensi “esuk dele sore tempe" (pagi kedelai, sore tempe) atau hari ini bicara lain besok bicara beda, tidak satunya kata dengan perbuatan. Hal ini tunjukan Jokowi dalam berbagai pernyataan politik melalui media massa.

Misalnya, terkait wacana majunya Gibran Rakabuming Raka dalam PIlpres 2024, Jokowi mengatakan putranya itu belum cukup umur dan meminta agar Gibran tidak didorong menjadi cawapres.

“Jangan didorong-dorong, itu sudah tidak logis," sebut Jokowi (Detik.com 29 Mei 2023).

Namun tak lama berselang, 22 Oktober 2023, Jokowi justru berbalik dan merestui putranya itu ikut dalam pilpres 2024.

Inkonsistensi sikap Jokowi bukan baru terlihat di ujung masa pemerintahannya dan mendekati pemilu. Panjang daftarnya bila mau diurut satu-satu, sudah dimulai dari janji akan membentuk kabinet ramping dan tidak ada rangkap jabatan bagi para menteri, namun apa yang tersaji justru sebaliknya.

Nir keteladanan juga diperlihatkan oleh Gibran sebagai representasi pemimpin dari kalangan muda. Gibran yang baru tiga tahun jadi wali kota sebelumnya mengaku akan tetap di Solo dan memilih untuk ‘ngurusi’ Solo, juga masih memiliki banyak kekurangan sehingga belum layak untuk menjadi cawapres.

“Ilmunya belum cukup, pengalamannya belum cukup," ucap putra sulung Jokowi tersebut (Kompas.com, 26 Mei 2023). 

Namun yang terjadi kemudian Gibran bersedia atau menerima pinangan sebagai cawapres Prabowo.

Satu sikap politik yang bukan saja tidak elok untuk diteladani, tapi juga telah memberikan kontribusi bagi upaya menghidupkan kultur dinasti politik yang sebelumnya telah pula mengakar di sejumlah daerah.

Menambah daftar panjang hilangnya keteladanan dari para pemimpin bangsa di era ini. Sebaliknya yang dipertontonkan adalah pelanggaran moral, etis hingga etik yang kesemuanya itu jauh dari sifat kesatria, jiwa adiluhung bangsa, orang-orang nusantara.

Seperti halnya dengan para koruptor yang kembali eksis berpolitik dan bahkan dijadikan petinggi parpol, sebagian kemudian diikutkan kembali dalam pemilu, atau para aktivis reformasi yang sebelumnya memperjuangkan antikorupsi, kolusi dan nepotisme, justru belakangan berdiri dalam barisan yang kental dengan nuansa kolusi dan nepotisme itu.

Semakin mempertegas dan menjadi contoh nyata bahwa keteladanan di bangsa ini menjadi sesuatu yang langka, hanya sekadar lip service atau basa-basi dan omong kosong belaka, alih-alih menjadi habitus kolektif para pemimpin bangsa.

Apa yang tersaji sejauh ini, ketiadaan keteladanan oleh mereka-mereka yang diberikan kuasa dan mandat dari rakyat melalui sejumlah perangkat demokrasi-politik, tentu membuat yang berakal sehat atau bernalar waras mengelus dada dan masygul.

Elite di bangsa ini mestinya bisa belajar dari para pendiri bangsa, yang menunjukan pentingnya keteladanan.

Sentimen: negatif (99.9%)