Dokumen Tak Ditandatangani dalam Gugatan MK, John Sitorus Beri Reaksi Tajam: Ditanya Isinya Apa, Malah Planga-plongo
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Loyalis Ganjar Pranowo, Jhon Sitorus, memberikan reaksi soal adanya temuan soal persyaratan dari gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Seperti diketahui, gugatan perkara itu terkait batas minimum usia capres-cawapres yang dianggap memuat konflik kepentingan.
Salah satu temuan dalam sidang itu, terungkap dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan pemohon bernama Almas Tsaqibbirru tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
"Ditanya isinya apa? Malah planga plongo," ujar Jhon dalam keterangannya di aplikasi X (3/11/2023).
Jhon kemudian menyoroti dokumen yang tidak ditandatangani oleh pemohon maupun kuasa hukumnya.
"Dokumen tidak ditandatangani, padahal jadi bahan hakim MK untuk menentukan putusan yang tidak dapat diganggu gugat," Jhon menuturkan.
Jhon pun tidak bisa membayangkan bagaimana wajah masa depan demokrasi Indonesia jika hal tersebut tidak terungkap.
"Bayangkan, wajah masa depan demokrasi Indonesia pada orang planga plongo," imbuhnya.
Dibeberkan Jhon, bukan hanya gugatan Almas yang janggal, tetapi juga ketua MK berbohong kepada publik mengenai gugatan tersebut.
"Benar-bebae gugatan Almas janggal, juga ketua MK bohong," kuncinya.
Untuk diketahui, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan kontroversial.
Dalam putusan MK nomor 90 memang terdapat banyak kejanggalan. Yang pertama, dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Melalui putusan tersebut, MK membolehkan orang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Padahal, tiga putusan sebelumnya di hari yang sama, MK menolak seluruhnya tiga gugatan terkait perkara batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
MK secara eksplisit, lugas, dan tegas, menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7 Nomor 2017 adalah wewenang pembentukan undang-undang untuk mengubahnya.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (57.1%)