Sentimen
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Jokowi, Gibran, Prabowo dan Jimly Asshidieqie Mendasar Amandemen UUD 2002 ke UUD'45
Keuangan News Jenis Media: Nasional
Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
KNews.id – Pertama – tama perspektif hukum bangsa ini butuh persamaan lebih dulu, sehingga sepakat bahwa oleh sebab data empirik janji – janji Jokowi, Presiden RI yang mayoritas tidak ditepati, sudah masuk kategori Pemimpin Pendusta, maka berdasarkan dalil – dalil banyaknya attitude dusta atau bohong dimaksud, merupakan bagian daripada kebohongan dari pada janji – janji politik yang dilakukan oleh presiden ( pemimpin negara ), bahkan ada seorang politisi estimed lebih dari 100 kebohongan dilakukan oleh Jokowi, belum lagi termasuk kebijakan – kebijakan yang sungsang.
Jika perihal Jokowi pembohong, sudah disepakati, tentunya tidak boleh atau jangan percaya lagi kepadanya, termasuk kepada para pejabat publik rezim, khususnya individu – individu yang ( turut ) terindikasi yess men, terlebih para mahluk yang direkomendasikan olehnya menjadi sosok suksesi, bukan diagendakan sebagai sosok figur pengganti saja, namun penerus sistim – sistim hukum, ekonomi dan politik yang negatif yang Ia, Jokowi telah bangun dan rintis.
Maka, tentunya sosok atau tokoh yang Jokowi rekomendasikan bakal capres, seperti :
1. Prabowo
2. Gibran Bin Joko Widodo, anak kandungnya. Mesti ditolak atau dikesampingkan untuk dipilih ?
Dan jangan juga percaya kepada para mimikris, penyandang dobel jabatan, sosok bagian dari rezim yang menjabat legislatif juga menjabat yudikatif, jabatan yang sebenarnya berhubungan dengan fungsi kontrol kepada yang dikontrol, mirip Jimly. Asshiddiqie. Padahal dia menerima jabatan tanpa eksistensi bangsa dan negara ini dalam kondisi force mejeur SDM para pakar ( akademisi ) hukum.
Andai pun benar dirinya tidak minta jabatan yudikatif sebagai Ketua Dewan Etik Mahkamah Konstitusi, namun, nalar dan logika hukumnya, semestinya Ia tolak jabatan dimaksud oleh sebab dirinya juga merupakan anggota legislatif ( DPD RI ) selain nota bene Jimly merupakan pakar hukum, serta manusiawi dari sisi moralitas akan beresiko konflik interes yang akan berbenturan dengan faktor kepentingan ke depan atau kebutuhan hidup pribadi dan keluarga.
Lalu, selebihnya menyangkut diri Prabowo sebagai seorang Ketum Gerindra, tersiar kabar, bajwa Jimly merupakan simpatisan atau pendukung Prabowo menjadi kontestan Capres 2024, sementara yang sedang dipermasalahkan menjadi objek aduan MKMK adalah terkait mareri perkara yang menyangkut hal prinsip dengan putusan usia 40 tahun, lalu digunakan sebagai alas hukum menggolkan Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo.
Lalu yang memilih Jimly sebagai anggota dewan kehormatan Mahkamah Konstitusi salah satunya adalah Anwar Usman selaku Ketua MK. Sehingga mengenai sosok Jimly , diibaratkan kendaraan, dirinya menggunakan jenis truk dobel gardan, sehingga bukit enak didaki, becek bisa okey, terlebih sekedar lubang – lubang, semua bisa diterabas. Terlebih ambiguitas jabatan ini, absah memang ada diatur oleh UUD. 45 Tahun 2002 sehingga sah menjadi rujukan sistim hukum dibawahnya ( sistim hirarki undang undang ).
Terlebih kabar yang belum dibantah, bahwa anaknya Jimly adalah caleg di DKI dari partai Gerindra . Maka koneskitas yang ada pada setiap individu rezim, hampir semuanya berimplikasi negatif dari sisi fungsi hukum, yakni demi kepastian hukum dan demi memenuhi rasa keadilan.
Maka inilah sebagian argumentatif kenapa UUD 45 mesti diamandemen untuk dikembalikan kepada UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 (Zs/NRS)
Sentimen: positif (100%)