Sentimen
Negatif (100%)
23 Okt 2023 : 11.50
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Palu

Kasus: Tipikor, HAM, korupsi

MK Tolak Gugatan Pelanggar HAM Tak Bisa Maju Capres

23 Okt 2023 : 18.50 Views 2

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

MK Tolak Gugatan Pelanggar HAM Tak Bisa Maju Capres

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan untuk melarang seorang pelanggar HAM maju sebagai calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).

Hal itu diputuskan majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan nomor 102/PUU-XXI/2023, Senin (23/10/2023).

"Menyatakan permohonan pemohon ditolak seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman disusul ketukan palu dalam sidang.

Majelis hakim menilai, gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Pasalnya, mahkamah menganggap tidak ada penjelasan yang rinci terkait kasus pelanggaran HAM berat yang diajukan pemohon. Ini, ucap Hakim Daniel, menambah kerumitan tersendiri.

Baca juga: Anwar Usman dan 8 Hakim MK Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran Etik

Menurut Mahkamah, perlu juga ada kepastian hukum terkait kasus HAM yang diajukan pemohon agar tidak melanggar asas praduga tak bersalah. 

Perkara ini diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.

Mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Baca juga: Setara Institute Sebut Motif Putusan MK Terkait Usia Cawapres Dianggap sebagai Kekuasaan Absolut Jokowi

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya.".

Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila "terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Baca juga: Putusan MK Dinilai Bisa Jadi Dasar Sengketa jika Gibran Maju dan Menang Pilpres 2024

Selain itu, mereka juga meminta MK membatasi syarat usia capres-cawapres 40-70 tahun.

Mereka menganggap bahwa untuk mengelola Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan mobilitas yang sangat tinggi karena wilayah Indonesia sangat luas.

Selain itu, mereka juga menilai pasal yang ada sekarang memberikan ketidakpastian hukum karena hanya mengatur batas bawah usia capres tanpa mengatur batas atasnya.

Mereka menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai perbandingan.

-. - "-", -. -

Sentimen: negatif (100%)