Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kab/Kota: Washington
Kasus: HAM, korupsi
Tokoh Terkait
Gugat Praperadilan, Kuasa Hukum: Penetapan Karen Agustiawan Tersangka Error in Persona
TVOneNews.com Jenis Media: News
Jakarta , tvOnenews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) meminta tertunda selama 3 minggu pada sidang perdana Praperadilan Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan , Senin (16/10/2023). Namun, hakim tunggal konferensi telah memutuskan sidang ditunda 9 hari, dan sidang akan digelar kembali Rabu (25/10/2023).
Dalam kesempatan wawancara dengan media Rabu (18/10/2023), Penasihat Hukum Karen Agustiawan, Togi MP Pangaribuan menyampaikan Penyidikan dan Penetapan Karen Agustiawan sebagai Tersangka, serta Upaya Paksa berupa dihilangkan adalah Tidak Sah, karena terpisah dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP dan UU HAM maupun Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
“Penetapan Karen sebagai Tersangka dapat dikategorikan sebagai error in persona, karena Kerugian Keuangan Negara belum pasti dan nyata,” tegas Togi.
Togi menjelaskan maksud dari error in persona, bahwa pengadaan LNG ini sesungguhnya merupakan aksi korproasi yang disetujui secara kolektif kolegial oleh Direksi Pertamina. Selain itu, perjanjian jual beli atau Sales Buy Agreement (SPA) antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction (CCL) yang ditandatangani tahun 2013 dan 2014 pada era Karen Agustiawan, sudah dianulir oleh SPA 20 Maret 2015 pada era Dwi Soetjipto.
“SPA 2015 yang baru ini pun telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat kunjungan kesepakatan bisnis para pengusaha Indonesia dengan Amerika Serikat pada hari Senin, 26 Oktober 2015 di Washington DC,” ungkap Togi.
Togi menegaskan, pada era Karen Agustiawan tidak ada pengiriman kargo LNG, sehingga tidak ada transaksi uang sepeser pun terkait SPA LNG 2013 dan 2014.
Seluruh SPA pengadaaan LNG di Pertamina, termasuk SPA LNG dari CCL (20 Maret 2015), Total Gas and Power (29 Januari 2016), Chevron Eni Rapak Limited (21 November 2016), Eni Muara Bakau (21 Desember 2016) terjadi pada era Dwi Soetjipto. Sedangkan SPA LNG dengan Woodside Energy Trading Singapore (5 Juni 2017) terjadi pada era Elia Massa Manik. Pengadaan LNG oleh Pertamina masih terus berlanjut sampai saat ini,” urai Togi.
Artinya, pengadaan LNG di Pertamina itu memang merupakan aksi korporasi yang sah dalam rangka pelaksanaan perintah jabatan sesuai Inpres, Perpres, dan Surat UKP4, yakni guna mengantisipasi defisit gas dan kebutuhan dalam negeri.
“Pengadaan, Pengelolaan dan kemudian realisasi seluruh pengadaan LNG di Pertamina tersebut tidak dilakukan oleh Karen Agustiawan secara pribadi, melainkan oleh korporasi, sebagaimana pengiriman kargo LNG CCL berdasarkan SPA tahun 2015 tersebut kemudian baru terealisasi pada tahun 2019, yaitu setelah Karen Agustiawan tidak berhenti,” Togi.
Terkait dengan tuduhan Kerugian Keuangan Negara, bahwa kontrak pengadaan LNG antara Pertamina dan CCL ini masih akan berjalan hingga 2040. Saat ini pengadaan LNG dari CCL justru telah memberikan keuntungan bahkan lebih besar ketimbang pengadaan dari sumber LNG lainnya. Sehingga, sungguh keliru perhitungan kerugian keuangan negara dalam penyidikan KPK hanya dibatasi hingga tahun 2021 saja.
“Dari data yang kami peroleh, pada saat ini pengelolaan cargo LNG dari CCL milik Pertamina justru telah menguntungkan Pertamina sebesar USD88,87 Juta atau setara Rp1,3 Trilyun,” ujar Togi.
Kemudian lanjut Togi, jika kliennya ditersangkakan dan ditahan karena ada kerugian, maka logikanya seluruh keuntungan dari penjualan LNG CCL hingga saat ini dan sampai nanti 2040, harus diberikan kepada Karen Agustiawan.
“Hal ini agar sistem penegakan hukum berjalan secara konsisten dan tidak double standard,” tegasnya lagi.
Kesimpulannya, kata Togi, mentersangkakan Karen Agustiawan atas suatu aksi korporasi yang masih berjalan dan bahkan pada saat ini menguntungkan perusahaan, jelas merupakan error in persona. Ditambah lagi dalam proses penyidikan itu ternyata terjadi pelanggaran ketentuan Hukum Acara Pidana, seperti belum diperolehnya bukti permulaan yang cukup, dan pelanggaran lain terkait upaya paksa yang dikenakan kepada Karen Agustiawan. (mhs/ebs)
Sentimen: positif (49.6%)