Sentimen
Negatif (100%)
18 Okt 2023 : 01.22
Informasi Tambahan

Institusi: UGM

Kab/Kota: Tanah Abang, Jati, Palu

Kasus: covid-19, Tipikor, korupsi

Puncak Kebodohan Bangsa Indonesia berada di Kurun Waktu 2014 - 2023

Keuangan News Keuangan News Jenis Media: Nasional

18 Okt 2023 : 01.22
Puncak Kebodohan Bangsa Indonesia berada di Kurun Waktu 2014 - 2023

Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

KNews.id – Dasar kebodohan sebuah bangsa adalah faktor kepemimpinan dari orang nomor satu penyelenggara pemerintahan.

Tentu sebuah hal yang logis dan masuk akal, jika terdapat kebodohan atau faktor penyimpangan intelektual sebagai faktor kesalahan dibebankan kepada diri pemimpin penguasa tertinggi penyelenggara negara, dalam hal ini adalah individu Jokowi selaku Presiden RI. Oleh sebab penanggung jawab pencerdasan bangsa, adalah tugas si pembantu rakyat dengan inisial pejabat publik penyelenggara negara , maka akan kembali kepada si petugas rakyat, seorang Jokowi selaku pengemban utama tanggung jawab pencerdaskan bangsa, vide pasal UUD.1945.

Jokowi menyimpang dari teori Immanuel kant : “Satu-satunya hal yang baik tanpa syarat adalah kehendak untuk berbuat baik (good will).”

Gejala apa saja yang dapat men- jastifikasi masa periode kebodohan atas dasar kebebasan berpendapat ini dengan didasari data empirik ?

Contoh, seorang intelektual sekelas Moh. Mahfud MD profesor dan Dr. yang dibebani tanggung jawab moralitas terhadap kebijakan politik republik ini dan keamanan negara ini, mengambil langkah diskresi, saat pagebluk Covid 19 yang katanya Luhut, sebagai pandemi yang amat mematikan manusia, sebaliknya justru Menkolpohukam mempersilahkan jutaan manusia melakukan kerumunan saat 10 November 2020 atau boleh menularkan penyakit khusus hari dan tanggal tersebut saat penjemputan Imam Besar Habib Rizieq Shihab di Bandara SOETTA dan mutatis mutandis mengkerdilkan anggaran merujuk UU. Covid 19 yang nilai anggarannya 100 triyun lebih.

Lalu, dengan bangganya pihak Polri memenjarakan Sang Imam oleh sebab tuduhan melànggar prokes covid 19 ( ius konstituemdum ) namun walau sudah berbayar denda, sudah nyata sesuai ketentuan, lalu dihukum lebih dari yang sekedar di hukum yang mudah mudahan berlaku, karenal tuduhan berkerumun dengan jumlah ribuan orang atas kewajiban mulia akad nikah putrinya dan sekaligus acara tradisi keagamaan maulid nabi.

Luhut melakukan kebohongan yang sengaja dipublis tentang eksistensi 110 juta big data, bahwa bangsa ini ” menginginkan pemilu 2024 ditunda “, data bodong ini berdampak nyawa seorang anggota polri melayang, Ade Armando nyaris telanjang bulat terkena eigenrichting implikasi dari psikologi kerumunan dan Pos Polisi Pejompongan, Tanah Abang Jakpus, terbakar. Luhut imun hukum, melenggang, karena sebagai sosok orang terpandai sebangsa dan setanah air, terbukti belasan jabatan publik dia sendiri yang memikulnya. Jokowi

Kontra hukumnya, Sang Imam Besar di tanah air, justru dihukum penjara, akibat tuduhan bohong, sekedar nyatakan dirinya ” sehat “.

Rezim pimpinan Jokowi, menugaskan seorang Insinyur menjadi Menteri kesehatan, tidak maknai dunia akademisi dan ilmu pengetahuan, tidak bernalar ilmiah, tidak menghormati disiplin ilmu atau profesi, sehingga nyata tidak inovatif bahkan mundur dan melulu ” ngeyelitas ” alias kepala batu.

Menteri – menteri Jokowi banyak yang disinyalir dengan fakta dan data masuk dalam daftar para individu bermasalah dalam kejahatan ekstra ordinari ( Tipikor ), lebih kurang ada 7 orang, belum lagi indikasi korupsi dari beberapa orang menteri yang menjabat, namun tidak diberhentikan serta nir proses hukum, padahal yang dilanggar justru hukum positif ( ius konstitum ).

Jokowi, selaku presiden mengkerdilkan hirarkis sistim konsitusi. Fakta hukumnya Undang – Undang Dasar 1945 TAP MPR RI dan Undang – Undang berposisi dibawah Keppres dan Inpres Vide Keppres No..17 Tahun 2022 Jo. Inpres No. 2 Tahun 2023.

Dan terparah, Jokowi mengaku akan membawa ekonomi bangsa dsn negara ini meroket, sambil mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang/ GNWU terhadap pemerintahan yang Ia pimpin, lalu sonder permisi menggunakan dana ongkos haji untuk kepentingan tugas dibidang infrastruktur.

Dibawah kepemimpinan dirinya, pejabat publik eksekutif merekayasa akronim BPIP menjadi kependekan dari Badan Penghancuran Ideologi Pancasila, karena jeroan didalamnya berkomplot gotong royong berinisiasi bersama mayoritas para legislatif, mengesahkan RUU HIP missi mengamputasi Pancasila sebagai dasar falsafah negara lalu korupsi sejarah dengan cara menghapus keberadaan TAP MPR RI NO. XXV Tahun 1966, tentang larangan menyebarkan paham komunisme, dan lagi – lagi Jokowi selaku top eksekutif menyepelekan makna pentingnya tindakan tegas terhadap kepada para intelektual dader, walau cukup sekedar perintah kepada bawahannya, agar lakukan proses hukum terhadap tindakan ” MAKAR ” kepada Pancasila dan UUD. 45 yang justru jika pejabat publik yang melakukannya harus plus pemberatan, karena dilakukan dengan unsur dolus ( mensrea ), dan terbukti tranparansi dengan pola konspirasi, karena dilakukan oleh para pejabat publik negara dengan modus mengesahkan RUU. HIP untuk menggantikan falsafah Pancasila.

Terakhir Jokowi selaku Presiden RI. Telah digugat beberapa kali oleh perwakilan publik bangsa ini di mahkamah peradilan negara, karena tuduhan terhina bagi orang yang di cap tuduhan memiliki dan menggunakan ijasah palsu S.1 dari UGM.

Namun nyatanya, Jokowi selaku presiden tidak role model, tidak serius menampik tuduhan publik yang amat menghinakan diri dan martabat serta moralitas diri dan keluarganya, dimata seluruh anak bangsa dan sejarah nasional serta dimata dunia internasional, negara yang seharusnya memiliki kepribadian dan adab dari jati diri layaknya seorang peminpin bangsa yang semestinya dimuliakan serta terhormat.

Sebaiknya dirinya mencontohkan perilaku penguasa halàl berdusta serta kesan kuat Jokowi melahirkan gagasan dengan kategori ketertutupan informasi publik, selanjutnya Jokowi sama sekali bergeming dengan permintaan Ia harus membuktikan keaslian ijasahnya, walau sudah berakibat kepada si penuduh vonis dari PN.

Surakarta, Jateng, sanksi penjara 4 tahun, maka kelak jika Jokowi terbukti menggunakan ijasah palsu, maka benarlah pemimpin dan para pemimpin eksekutif dan legislatif serta yudikatif yang terang – terangan tidak perduli etika hakim dengan ” telanjang bulat ” sebagai Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dan lalu anggota hakim majelis lainnya nampak bodoh, dan bodo amat , mengetuk palu membantu keponakannya atau anak kandung Jokowi dengan metode obok – obok sistim hukum, agar dapat meloloskan sang keponakannya menjadi Capres maupun Cawapres.

Lengkap sudah kebodohan bangsa ini karena melakukan pembiaran para hakim untuk menginjak – injak kepastian dan keadilan ( rechamtigheid dan gerechtigheit ) didepan mata dan kepala mereka
perilaku dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan standar yang dapat diterima secara luas.

.Maka kebodohan bangsa yang dipimpin oleh pimpinan tertinggi pemerintahan ini, benar adanya, bahkan tidak dalam waktu 2014 – 2023, bisa jadi bangsa ini bodoh sampai dengan akhir masa jabatan Jokowi pada akhir tahun 2024.  (Zs/NRS)

 

Sentimen: negatif (100%)