Sentimen
Tokoh Terkait
Putusan MK soal syarat capres-cawapres bisa dianulir
Alinea.id Jenis Media: News
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan seseorang maju sebagai calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres) sekalipun di bawah 40 tahun tetapi berpengalaman menjadi kepala daerah berpotensi dianulir. Sebab, putusan tersebut membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 ayat (3), (5), (6), dan (7) Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 17 ayat (3) UU Kehakiman memuat "Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera". Adapun isi Pasal 17 ayat (5) UU Kehakiman adalah "Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara".
Sementara itu, Pasal 17 ayat (6) UU Kehakiman berbunyi "Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Lalu, Pasal 17 ayat (7) UU Kehakiman memuat "Perkara sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda".
"Jika merujuk pada Pasal 17 ayat (3) UU No. 48/2009 tersebut di atas, keberadaan Ketua MK, Anwar Usman, selaku adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests), yang bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman," tutur Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, dalam keterangannya, Selasa (17/10).
Selain itu, sambungnya, perlu juga mencermati hubungan antara mahasiswa Universitas Surakarta (Unas), Almas Tsaqibbirru, selaku penggugat yang uji materinya dikabulkan MK dengan Gibran. Jika ia memiliki relasi kepentingan, baik langsung maupun tidak, dengan putra sulung Jokowi, maka berpotensi bertentangan dengan Pasal 14 ayat (5) UU Kehakiman.
"Terlebih lagi, dalam rapat putusan hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat, di mana terdapat 3 hakim yang setuju, 2 hakim dissenting opinion (DO), dan 2 hakim concurring opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tapi ikut saja bersetuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim," jelasnya.
"Artinya, tidak menutup kemungkinan 2 orang hakim yang bersikap concurring opinion (CO) itu berada di bawah tekanan. Namun, tidak berani bersikap menghadapi kekuatan besar yang menghantui netralitas dan independensi hakim," sambungnya.
Khoirul melanjutkan, hal itu dikonfirmasi hakim konstitusi, Saldi Isra, dalam testimoninya: mengakui banyak hal aneh dalam pengambilan keputusan di MK.
Sentimen: negatif (79%)