Sentimen
Negatif (84%)
17 Okt 2023 : 09.25
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Menteng

Kemenkeu Ungkap Biang Kerok Pemicu Sulsel 'Bangkrut' Rp1,5 T

17 Okt 2023 : 09.25 Views 6

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: News

Kemenkeu Ungkap Biang Kerok Pemicu Sulsel 'Bangkrut' Rp1,5 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin menganggap defisit anggaran Pemprov Sulsel yang kini mencapai Rp 1,5 triliun membuat daerah tersebut bangkrut. Hal ini sontak menimbulkan sorotan publik.

Bahtiar mengungkapkan masalah defisit anggaran Sulsel ini saat pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah Sulsel tentang APBD 2024 dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).

"Kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin, nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam," ujar Bahtiar, dikutip Selasa (17/10/2023).

-

-

Menurutnya, kondisi defisit senilai Rp 1,5 triliun itu disebabkan perencanaan anggaran yang bermasalah selama bertahun-tahun pada masa pemerintahan gubernur sebelumnya. Anggaran belanja yang didesain tak sesuai dengan pendapatan.

Permasalahan utang yang bertumpuk ini sebenarnya disebabkan pemerintahan provinsi Sulsel selama ini mengklaim pendapatan dana bagi hasil (DBH) sebagai pendapatannya untuk digunakan sebagai pendanaan kegiatan belanja, padahal DBH itu dikhususkan bagi tingkat kabupaten atau kota di Sulsel.

"Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang yang kau klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan," kata Bahtiar.

Dia memastikan, akan memperbaiki kondisi defisit APBD Sulsel itu dengan cara menghentikan berbagai program belanja daerah hingga akhir tahun ini. Dengan begitu, pendapatan yang benar-benar dimilili Sulsel akan dia gunakan untuk membayar utang atau defisit Rp 1,5 triliun.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan secara khusus tanggapan Kementerian Keuangan terhadap kondisi keuangan yang diungkapkan Bahtiar. Menurutnya, penggunaan kata bangkrut tidak tepat menggambarkan kondisi anggaran Sulawesi Selatan saat ini.

"Tanggapan Kemenkeu adalah penggunaan istilah "bangkrut" sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang pada tahun ini," ujar Prastowo.

Solusi Opsen Pajak

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Sandy Firdaus menjelaskan berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), utang yang mengganggu keuangan Pemprov Sulsel itu berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) milik pemerintahan kabupaten kota di sana yang belum disalurkan pemprov.

"Itu yang oleh BPK disampaikan, ini ada akumulasi DBH sekian tahun yang sebetulnya masih tertahan di provinsi dan itu yang harus diselesaikan," kata Sandy saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Menurut Sandy, DBH yang harusnya diteruskan Pemprov Sulsel selama ini ke daerah-daerah di bawahnya malah dipakai untuk belanja daerah. Dengan demikian, permasalahan di Sulsel itu menurut Sandy adalah perencanaan penganggarannya yang bermasalah dari sisi belanja karena memanfaatkan DBH daerah lain.

Guna menghindari permasalahan ini berulang, Sandy menegaskan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan penerapan opsen pajak daerah.

Melalui mekanisme ini, pembagian hasil pajak dan retribusi daerah akan langsung dibagi dengan daerah di bawahnya agar tidak terjadi kelupaan bayar dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten atau kota. Opsen pajak dan retribusi daerah ini akan mulai diterapkan pada 2025.

"Nah makanya di Undang-undang HKPD, yang tadi saya sampaikan soal opsen gitu ya, opsen itu sebenarnya untuk menghindari itu. Karena menghindari kita kelupaan lah kasarnya gitu ya, kelupaan untuk melakukan, oh ini ada kewajiban bagi hasil gitu sebetulnya dari penerimaan yang masuk, bukan malah dipakai belanja," ujar Sandy.


[-]

-

Sri Mulyani 'Pelototi' Belanja Daerah: Paling Besar Bayar PNS
(haa/haa)

Sentimen: negatif (84.2%)