Arief Hidayat ungkap keganjilan pada keputusan a quo
Alinea.id Jenis Media: News
Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menyetujui gugatan yang dilayangkan Almas Tsaqibbirru Re A, terkait batasan usia capres-cawapres dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara itu bernomor 90/PUU-XXI/2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Di sisi lain empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tak setuju atau berbeda pendapat atau dissenting opinion dengan keputusan MK mengabulkan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 atau UU Pemilu.
Hakim Arief Hidayat menjadi salah satu hakim yang menyampaikan dissenting opinion atau berbeda perndapat.
Dia merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada perkara Nomor 29, 51, 55, 90 dan 91 yang perlu disampaikan karena mengusik nuraninya sebagai hakim. Yang harus menunjukan sikap integritas, independen, imparsial, dan bebas dari intervensi politik manapun.
"Pertama, keganjilan dan keanehan pada penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda-tunda," kata dia.
Menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang tidak lazim selama menjadi hakim konstitusi selama 10 tahun. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar antara sidang perbaikan permohonan dengan pemeriksaan persindangan.
Keanehan kedua terjadi pada pembahasan pada rapat pemutusan hakim. Di mana, pada rapat yang dilakukan pada 19 september 2023 terkait pengambilan keputusan perkara 29, 51, dan 55, ketua tidak hadir. Dan wakil ketua mengatakan hal itu, untuk menghindari konflik kepetingan.
“Namun demikian, pada perkara Nomor 90 dan 91 dengan isu yang sama, ketua malahan ikut membahas dan memutus kedua perkara. Khusus perkara Nomor 90 sebagian dikabulkan sebagian sungguh tindakan di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar,’’ ucap Hakim Arief saat menyampaikan dissenting opinion.
Sentimen: negatif (95.5%)