Sentimen
Negatif (88%)
16 Okt 2023 : 13.59
Partai Terkait

Pemerintah Larang TikTok Shop Transaksi, Pedagang: Bikin Pusing

16 Okt 2023 : 20.59 Views 2

Tirto.id Tirto.id Jenis Media: News

Pemerintah Larang TikTok Shop Transaksi, Pedagang: Bikin Pusing
tirto.id - Pemerintah memutuskan untuk memisahkan social commerce seperti TikTok Shop menjadi e-commerce dan media sosial. Hal ini diatur melalui revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Salah satu pedagang di TikTok Shop, Juni (32) mengatakan, pemisahan ini sebenarnya hanya membuat pedagang pusing. Sebab, pintu pemasaran barang dengan kemudahan transaksi jadi hilang.

"Ini bikin kami-kami [pedagang] pusing. Pintu penjualan langsung jadi berkurang. Meskipun katanya masih bisa promosi tapi kan sudah jelas beda dengan sebelumnya. Orang pasti ribet, lihat promosi, terus cari dimana bayarnya, nggak efektif," ucapnya kepada Tirto, Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Pengaturan ini juga dinilai tidak menyelesaikan masalah utama yaitu peredaran barang impor dengan harga murah.

"Kalau pemerintah mau selesaikan masalah, harusnya barang impornya yang diatur, bukan cara kami memasarkan dagangan kami," papar pedagang baju tersebut.

Juni melanjutkan, larangan pemerintah itu tidak akan efektif mengurangi peredaran barang impor. Dia menyebut, barang impor bisa saja masuk lewat e-commerce lain yang sering kali banting harga.

"Memang barang impor cuma masuk dari sini [TikTok Shop]? Kan tidak juga. Lihat itu Shopee ada juga dia bikin keterangan barang dikirim dari luar negeri. Kok nggak ditindak? harganya juga murah banget, nggak masuk akal," paparnya.

Sementara itu pedagang di TikTok Shop lainnya, Hendri, mengaku tidak khawatir dengan aturan pemisahan tersebut. Menurutnya, pedagang TikTok Shop bisa menjadi affiliator, dan tetap bisa berkarya menjadi content creator walaupun ada aturan tersebut.

"Yang pasti sebagai affiliator yah kita tetap bisa jadi content creator, karena sudah banyak follower dan itu aset kita. Kalau menjadi affiliate mungkin belum bisa berkomentar lebih lanjut, yang pasti kalau dapat uang masih tetap bisa diluar dari affiliate," ucap Hendri saat dihubungi Tirto.

Namun, Hendri menilai dengan adanya aturan pemisahan ini, para customer atau pembeli akan sulit melakukan transaksi seperti checkout barang.

"Kalau dari analisa saya iya, melihat customer journey dalam proses checkout menjadi lebih panjang. Tapi, kita lihat saja apakah tiktok bisa fully support setelah aplikasinya dipisah," jelas Hendri.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi membeberkan alasan pemerintah melarang social commerce seperti TikTok Shop melakukan transaksi jual beli secara langsung. Ia menilai, konsep social commerce merugikan karena ada algoritma yang bisa mempengaruhi konsumen.

"Perdagangan adil jadi bagaimana sosial media ini tidak serta merta menjadi e-commerce. Karena apa? karena ini algoritma nih," kata Budi Arie usai rapat terbatas soal social commerce seperti TikTok di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).

"Prinsipnya gini, negara harus hadir melindungi pelaku UMKM dalam negeri kita yang fair jangan barang disana dibanting harga murah, kita klenger," lanjut Budi Arie.

Budi Arie melanjutkan bahwa, social commerce mengganggu kedaulatan data Indonesia. Ia mengaku pemerintah khawatir data yang disetor ke media sosial akan disalahgunakan. Hal itu dikhawatirkan akan berlanjut ke usaha digital lain seperti pinjaman online.

"Kita tidak mau kedaulatan data kita, data-data kita dipakai semena-mena. Kalau algoritmanya sudah sosial media, nanti e-commerce, nanti fintek, nanti pinjaman online dan lain lain, ini kan semua platform akan ekspansi ke beberapa jenis. Nah itu harus kita atur," tutur Budi Arie.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan akan merevisi Permendag nomor 50 tahun 2020 berkaitan e-commerce. Pemerintah akan memisahkan social commerce menjadi e-commerce murni dan media sosial.

Pemerintah akan langsung melakukan penindakan apabila masih ada social commerce yang melakukan transaksi jual beli.

"Kalau ada yang melanggar seminggu ini tentu ada surat saya ke kominfo untuk memperingatkan habis diperingatkan apalagi itu? tutup," kata Zulhas.

Sentimen: negatif (88.9%)