BMKG Ingatkan Peningkatan Emisi Gas Rumah Kaca Dapat Memicu Krisis Air
Medcom.id Jenis Media: News
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan peningkatan emisi gas rumah kaca dapat berdampak pada fenomena perubahan iklim. Fenomena ini pada akhirnya bisa memicu krisis air. "Krisis air menjadi ancaman serius sekaligus nyata dan harus jadi perhatian seluruh negara. Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2023. Dwikorita mengatakan kenaikan suhu udara mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis pangan dan krisis energi. Selain itu, dapat meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi. Dia menyampaikan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada 2022 melaporkan planet Bumi jauh lebih hangat 1,15 derajat celsius daripada rata-rata suhu udara permukaan pada masa pra-industri (1850-1900). "Saat ini dalam penilaian awal (September 2023) menunjukkan tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah," papar dia. Menurut Dwikorita, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim sering kali dirasakan melalui air. Dinamika siklus air dan interaksinya dengan manusia menghasilkan pola ketersediaan sumber daya air yang bervariasi secara spasial dan temporal. Selain itu, dampak ekstrem terkait air sangat memengaruhi kehidupan, perkembangan, dan keberlanjutan ekosistem, serta masyarakat dan individu. Selain perubahan iklim, kata dia, tantangan lain yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan air adalah ekstraksi air tanah yang menyebabkan penurunan muka air tanah. Menurut Dwikorita, musim kemarau yang berkepanjangan, tidak meratanya aksesibilitas serta distribusi air bersih, dan infrastruktur untuk pengelolaan sumber daya air merupakan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan terhadap ketersediaan air. Dia mengatakan apabila hal ini terus dibiarkan, krisis air akan berujung pada krisis pangan, krisis energi, bahkan krisis sosial. “Semakin menipisnya sumber daya alam, termasuk air juga disebabkan oleh jumlah populasi penduduk dunia yang terus bertambah," tutur dia. Dwikorita yang juga anggota Dewan Eksekutif WMO itu meminta semua negara melakukan aksi mitigasi dan adaptasi secara sistematis dan kolaboratif. Kemudian, merumuskan kebijakan konservasi dan pengelolaan sumber daya air secara efisien berbasis ilmu pengetahuan. "Ini penting untuk segera dilakukan karena air adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia," ujar Dwikorita.
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan peningkatan emisi gas rumah kaca dapat berdampak pada fenomena perubahan iklim. Fenomena ini pada akhirnya bisa memicu krisis air."Krisis air menjadi ancaman serius sekaligus nyata dan harus jadi perhatian seluruh negara. Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2023.
Dwikorita mengatakan kenaikan suhu udara mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis pangan dan krisis energi. Selain itu, dapat meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi.
Dia menyampaikan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada 2022 melaporkan planet Bumi jauh lebih hangat 1,15 derajat celsius daripada rata-rata suhu udara permukaan pada masa pra-industri (1850-1900).
"Saat ini dalam penilaian awal (September 2023) menunjukkan tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah," papar dia.
Menurut Dwikorita, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim sering kali dirasakan melalui air. Dinamika siklus air dan interaksinya dengan manusia menghasilkan pola ketersediaan sumber daya air yang bervariasi secara spasial dan temporal.
Selain itu, dampak ekstrem terkait air sangat memengaruhi kehidupan, perkembangan, dan keberlanjutan ekosistem, serta masyarakat dan individu.
Selain perubahan iklim, kata dia, tantangan lain yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan air adalah ekstraksi air tanah yang menyebabkan penurunan muka air tanah.
Menurut Dwikorita, musim kemarau yang berkepanjangan, tidak meratanya aksesibilitas serta distribusi air bersih, dan infrastruktur untuk pengelolaan sumber daya air merupakan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan terhadap ketersediaan air.
Dia mengatakan apabila hal ini terus dibiarkan, krisis air akan berujung pada krisis pangan, krisis energi, bahkan krisis sosial.
“Semakin menipisnya sumber daya alam, termasuk air juga disebabkan oleh jumlah populasi penduduk dunia yang terus bertambah," tutur dia.
Dwikorita yang juga anggota Dewan Eksekutif WMO itu meminta semua negara melakukan aksi mitigasi dan adaptasi secara sistematis dan kolaboratif. Kemudian, merumuskan kebijakan konservasi dan pengelolaan sumber daya air secara efisien berbasis ilmu pengetahuan.
"Ini penting untuk segera dilakukan karena air adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia," ujar Dwikorita.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
(AZF)
Sentimen: negatif (99.9%)