TPDI: Hakim MK Harus Mundur dari Sindang Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres
Gatra.com Jenis Media: Nasional
Jakarta, Gatra.com – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, mengatakan, seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus mengundurkan diri dari persidangan uji materi tentang ketentuan batas usia minimal calon persiden dan calon wakil persiden (Capres-Cawapres) 2024.
“Seluruh hakim konstitusi harus undur diri dari persidangan uji materiil batas usia minimum capres-cawapres 2024,” kata dia dalam keterangan pers diterima pada Rabu (11/10).
Ia menjelaskan, semua hakim MK harus mengundurkan diri menangani perkara tersebut karena terdapat konflik kepentingan (conflic of interst) dari hakim dan panitera, baik secara langsung dan tidak langsung.
Petrus menjelaskan, terdapat konflik kepentingan karena selama ini, baik batas usia minimum dan maksimum Capres-Cawapres maupun batas usia minimum-maksimum calon hakim konstitusi atau MK, bahkan untuk jabatan publik lainnya, semua perubahannya selalu dilakukan melalui proses dan mekanisme legislasi di DPR dan Pemerintah karena menyangkut kebijakan open legal policy.
Pada rezim perubahan terhadap batas usia minimum Capres-Cawapres pada UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mengenai batas usia minum Capres-Cawapres minum 35 tahun, kemudian diubah menjadi batas usia minimum 40 tahun dengan perubahan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu batas usia minimum 40 tahun tetap dipertahankan.
“Ini berarti konstitusionalitas ketentuan batas usia minimum 40 tahun seorang Capres-Cawapres cukup teruji dan diterima oleh semua pihak tanpa kecuali,” ujar Petrus.
Begitu pula dengan perubahan batas usia minimum-maksimum hakim konstitusi, yakni menurut UU No. 23 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi, dikatakan bahwa persyaratan batas usia minimum dan/atau maksimum Hakim Konstitusi ditetapkan minimal 40 tahun dan pensiun pada usia 67 tahun.
Ketentuan tersebut, kata Petrus, kemudian diubah menjadi minimal 47 tahun dan usia pensiun pada usia 65 tahun. Sedangkan pada perubahan ketiga atau sekarang berlaku, minimal 55 tahun dan pensiun pada usia 70 tahun, melalui kebijakan open legal policy di DPR.
Artinya, ujar dia, dalam tiga kali perubahan, baik UU MK maupun UU Pemilu Pilpres, termasuk soal syarat batas usia minimum Capres-Cawapres dan batas usia minimum calon hakim konstitusi dengan segala perubahannya, dilakukan dengan cara mengubah UU melalui proses legislasi di DPR dan Pemerintah, karena menyangkut open legal policy yang menjadi domain DPR dan pemerintah, bukan domain MK lewat uji materiil UU.
“Pada perubahan UU MK dan UU Pemilu, menunjukkan MK tetap kosnsisten tunduk pada pendirian bahwa perubahan batas usia minimum dan atau maksimum jabatan publik merupakan kebijakan open legal policy yang masuk dalam domain atau kewenangan DPR dan Pemerintah melalui proses legislasi,” katanya.
Ia lantas menjelaskan letak kepentingan dari para hakim MK tersebut, yakni pada godaan kepetingan untuk mengubah batas usia minimum dan maksimum calon hakim konstitusi dan usia pensiun hakim konstitusi, yang sebelumnya secara fluktuatif berubah melalui perubahan UU MK di DPR dan Pemerintah.
“Sesuai ketentuan Pasal 17 Ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka Hakim MK dan/atau Panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan Uji Materiil Pasal UU Pemilu tentang batas usia minimum-maksimum Capres dan Cawapres,” ujarnya.
Menurutnya, ketika hakim-hakim MK mengakomodir dengan mengabulkan permohonan uji materiil guna menurunkan batas usia minimum Capres-Cawapres dari minimum 40 tahun menjadi 35 tahun atau pernah menjadi kepala daerah, maka tidak tertutup kemungkinan hakim-hakim MK-pun akan sangat bernafsu mengubah usia minimum calon hakim MK dan sekaligus memperpanjang batas usia pensiun hakim MK melalui uji materiil untuk kepentingan dirinya atau kroninya kelak.
Ia menjelaskan, terdapat alasan hukum yang kuat untuk meminta hakim MK yang memeriksa dan mengadili permohonan uji materiil batas usia minimum-maksimum Capres dan Cawapres, mengundurkan diri atau setidak-tidaknya dalam putusannya menyatakan permohonan uji materiil tidak dapat diterima, karena ada dua hal.
Pertama, kata dia, para hakim MK memiliki kepentingan yang sama dengan para pemohon uji materiil terkait perubahan batas usia minimum dan maksimum Capres-Cawapres 2024, yakni pada saat yang sama hakim MK memiliki keinginan untuk mengubah batas usia minumum-maksimum calon hakim MK yang selama ini telah beberapa kali diubah dengan mengubah UU MK melalui DPR.
“Kedua, Anwar Usman, Ketua MK berada dalam posisi memiliki hubungan darah sebagai ipar Presiden Jokowi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, pada saat yang bersamaan, Gibran Rakabuming Raka (GRR), anak kandung Joko Widodo (Jokowi) berkeinginan untuk maju sebagai Cawapres 2024 tetapi terkendala usia yang masih di bawah 40 tahun.
“Karena itu menunggu putusan MK, menegaskan terdapat hubungan kepentingan antara Anwar Usman, Jokowi, dan GRR,” kata Petrus.
Atas dasar itu, lanjut dia, kalau MK mengubah batas usia minimum menjadi 35 tahun atau tetap 40 tahun tetapi pernah menjabat sebagai kepala daerah, maka MK bukan lagi berfungsi sebagai pengawal konstitusi dan hakim-hakim MK bukan lagi negarawan, tetapi mereka menjadi kepanjangan tangan kepentingan dinasti Jokowi, oligarki, dan kroni-kroni yang ada di belakang Jokowi.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka seluruh hakim MK yang memeriksa dan mengadili permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, soal batas usia minimum Capres-Cawapres, harus mengundurkan diri karena semua hakim MK memiliki kepentingan dengan upaya mengubah batas usia minimum dan maksimum calon hakim MK,” ujarnya.
Permohonan uji materiil tentang batas usia minimum-maksimum Capres-Cawapres 2024 atau jabatan publik lainnya, secara langsung tidak langsung menempatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berada dalam posisi conflict of interest atau konflik kepentingan.
20
Sentimen: netral (72.7%)