Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pindad, PT PAL Indonesia, PTDI
Kasus: HAM, pembunuhan
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Marzuki Darusman
Bobby Rasyidin
Tiga BUMN Kabarnya Pasok Senjata ke Junta Myanmar, Jokowi hingga Prabowo Diminta Tanggung Jawab
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyoroti dugaan pasokan senjata ke Junta Myanmar lewat tiga BUMN. PBHI juga menilai Presiden Joko Widodo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto serta Menteri BUMN Erick Thohir, ikut bertanggung jawab.
Akan tetapi, Holding BUMN Industri Pertahanan (Defend ID) membantah tudingan bahwa pihaknya melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar.
Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, menyebut bahwa Jokowi, Prabowo Subianto, dan Erick Thohir, seharusnya ikut bertanggung jawab atas adanya dugaan jual-beli senjata ke Myanmar melalui tiga BUMN. Ketiga BUMN tersebut adalah PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Menurut Julius, pertanggungjawaban ketiga penyelenggara negara itu berkaitan dengan jabatannya di Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Ketua KKIP adalah Jokowi, Ketua Harian adalah Prabowo, dan Wakil Ketua KKIP adalah Erick.
Baca Juga: Elektabilitas Prabowo Turun jika Dipasangkan dengan Gibran, Dukungan Bisa Pindah ke Kandidat Lain
Menurut Julius, berdasarkan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Produk Industri Pertahanan Kontrak Jangka Panjang, alur pengadaan atau penjualan diawali usulan dari Menhan, yang kemudian diajukan kepada KKIP, yang mana Menhan juga berposisi sebagai ketua harian.
"Dalam konteks ini tentu minim akuntabilitas karena regulator, pengusul, dan eksekutor adalah menteri pertahanan itu sendiri," ujar Julius, dalam Diskusi Publik bertajuk 'Junta Myanmar, Pelanggaran HAM dan Problematika Supply Senjata dari Indonesia' di Café Sadjoe, Jakarta Selatan pada Senin, 9 Oktober 2023.
Terlebih lagi, menurutnya, publik tidak bisa mengakses segala jenis informasi terkait proses pengadaan dan penjualan senjata tersebut.
Julius juga menyatakan dukungannya atas pelaporan dugaan kasus jual-beli senjata ilegal itu ke Komnas HAM pada Senin, 2 Oktober 2023.
Pelapornya adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia, sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.
Julius mengatakan bahwa di Myanmar telah terjadi pembunuhan, penculikan terhadap aktivis, pembakaran desa-desa, pemerkosaan, pengusiran. “Sementara BUMN kita menjadi game keeper supply senjata dari Indonesia kepada junta militer Myanmar. Pertangggungjawaban pelanggar HAM adalah berada pada negara," kata Julius.
Ia menambahkan, Prabowo Subianto dan Jokowi harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dengan penggunaan senjata produksi Indonesia terhadap situasi keamanan di Myanmar.
Baca Juga: Ibu Syahrul Yasin Limpo Sedang Sakit, Eks Mentan Minta KPK Jadwalkan Ulang Pemeriksaannya
Di tempat yang sama, Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative, Al Araf, sepakat Presiden dan Menhan harus bertanggung jawab.
Ia menambahkan, Komisi I DPR seharusnya tidak diam saja melihat kasus tersebut. "Dalam bisnis persenjataan tidak bisa dilakukan secara business as usual, mereka yang menyuplai persenjataan, harus juga ikut bertanggung jawab. Tidak cukup hanya direktur Pindad, tetapi Menteri Pertahanan juga harus bertanggung jawab," kata Al Araf.
Secara khusus, ia menilai, seharusnya Jokowi secara resmi meminta kepada junta militer Myanmar agar tidak menggunakan senjata tersebut untuk melakukan pelanggaran HAM.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, mengaku sulit mempercayai Jokowi dan Prabowo untuk mengatasi kasus itu. "Tapi kita harus mendesak agar mereka bertanggung jawab,” katanya.
Secara khusus ia meminta Komnas HAM cepat merespons pelaporan kasus itu. Untuk Kementerian Luar Negeri, ia mengingatkan jangan sampai kasus itu menjadi bukti tidak konsistennya kebijakan luar negeri Indonesia.
Pasalnya, di satu sisi mendorong perdamaian di Myanmar, tapi di sisi lain menyuplai senjata. Terhadap para pelapor, ia juga memperingatkan jangan sampai ada ancaman dalam berbagai bentuk. "(Pelapor) dilindungi UUD 1945," katanya.
Baca Juga: Kepala Bappenas Bilang Rata-Rata IQ Orang Indonesia Rendah: Saya Ngeri-Ngeri Sedap Ini
BantahanDefend ID mengeluarkan bantahan atas dugaan ekspor produksi pertahanan ke Myanmar. Defend Id menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021, sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
Direktur Utama PT Len Industri, Bobby Rasyidin, mengatakan, Defend ID, lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding, serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar.
Defend ID juga menyatakan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021. "Adapun kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016," katanya dalam siaran pers.
Demikian juga halnya dengan PTDI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar. "Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," tuturnya.***
Sentimen: negatif (93.9%)