Sentimen
Positif (100%)
11 Okt 2023 : 05.03
Informasi Tambahan

Event: Asian Games

Institusi: UNPAD, ITB

Kab/Kota: bandung, Cimahi

Kasus: Kemacetan

Penduduk Bandung Raya Sudah Lebih dari 7 Juta Orang, LRT Harus Direalisasikan

11 Okt 2023 : 05.03 Views 3

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Penduduk Bandung Raya Sudah Lebih dari 7 Juta Orang, LRT Harus Direalisasikan

PIKIRAN RAKYAT - Rencana pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) di Bandung Raya bukan kali ini saja terdengar. Pada 2016, pembahasan serius mengenai LRT juga pernah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar). Bahkan, wacananya sudah dimulai jauh sebelum itu.

Belum lama ini, rencana tersebut muncul kembali setelah Penjabat Gubernur (Pj) Jawa Barat Bey Triadi Machmudin menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui pembangunan LRT Bandung Raya trase utara-selatan Kota Bandung sepanjang 15 kilometer, dari Babakan Siliwangi ke Leuwipanjang dengan asumsi biaya sekitar Rp11 triliun.

Guru Besar Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ade Sjafruddin memandang, rencana tersebut mutlak sudah harus benar-benar direalisasikan dalam waktu dekat. Pertimbangannya yakni jumlah penduduk metro Bandung yang sudah melebihi 7 juta orang, dengan kepadatan kegiatan yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Belum lagi, urbanisasi yang terus meluas ke berbagai wilayah di sekitarnya.

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Copot Pj Walikota Cimahi Dikdik S Nugrahawan

“Dengan kondisi pertambahan penduduk saat ini dan kepadatannya yang sangat tinggi, keberadaan angkutan umum massal berbasis rel sudah sangat krusial untuk dibangun, sehingga bisa menjadi tulang punggung transportasi kota,” kata Ade kepada Pikiran-Rakyat.com.

Angkutan umum massal lain seperti commuter line, bus, angkutan kota, tetap diperlukan sebagai feeder. Akan tetapi, keberadaan angkutan umum massal berbasis rel akan sangat diperlukan untuk menampung kegiatan masyarakat dan mengurangi kemacetan lalu lintas.

Ade memandang, saat ini keberadaan commuter line Padalarang-Cicalengka, sudah tidak lagi bisa menampung kebutuhan masyarakat Bandung Raya terhadap mode transportasi massal. Kereta api tersebut hanya memiliki trek tunggal dan digunakan bersama dengan kereta api antarkota. Hampir semua perlintasannya juga sebidang dengan jalan, sehingga jika ditambah frekuensinya akan semakin menambah kemacetan lalu lintas.

“Lagi pula, commuter line itu tergolong kereta konvensional. Yang dibutuhkan sekarang adalah kereta dengan teknologi yang lebih maju, manuver yang lebih baik untuk perkotaan sehingga berakselerasi, operasional yang lebih efisien, serta memiliki daya angkut yang sangat tinggi,” ucap Ade.

Baca Juga: Asian Games 2023, Indonesia Panen Emas dari Cabor Balap Becak

Daya angkut yang sangat tinggi itu hanya dimungkinkan, jika frekuensi pelayanannya bisa berdekatan. Di berbagai kota besar di dunia, jarak antara keberangkatan kereta yang satu dengan yang lain hanya sekitar 1,5 hingga dua menit.

Ade menilai, rencana mengenai mangkraknya pembangunan LRT Bandung Raya hingga saat ini terjadi karena ketidakadaan biaya. Seperti diketahui, pada 2016 perusahaan SMRT dari Singapura telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dalam tender investasi pembangunan LRT Bandung Raya trase pertama. Pada 2019, rencana pembangunan LRT Bandung Raya diumumkan akan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), sehingga pembangunan akan dibiayai oleh investor dan pemerintah.

“Memang dananya sangat besar, ini yang terus menjadi kendala,” ujarnya.

Disebutkan Ade, dalam skema pembangunan proyek LRT, dana paling mahal adalah ketika ada bagian pembangunan yang dilakukan untuk pembuatan terowongan (tunnel) bawah tanah. Di bawahnya, yakni pembangunan jalur layang dan kemudian untuk dana paling rendah, yakni pembangunan di permukaan jalan.

Untuk pembangunan terowongan di Cekungan Bandung, secara teknis tidak ada masalah. Hanya saja, teknologinya akan jauh lebih mahal.

Baca Juga: Panitia Acara Bacapres Anies Baswedan Respons Keterangan Pemprov Jabar Soal GIM

“Untuk biaya itu masih terlalu kasar, karena harus di-review lagi tingkat harganya sekarang dengan teknologi yang digunakan secara persis buatan mana dan siapa penyedianya. Setiap tahun juga harganya bisa berbeda lagi,” kata Ade.

Mengenai perkiraan Pemprov Jabar untuk melakukan ground breaking pada 2027 atau 2028, Ade mengatakan bahwa hal tersebut memungkinkan. Sebab, untuk membangun LRT, diperlukan proses yang sangat panjang.

Jika tanpa kendala, studi kelayakan baru bisa dikerjakan pada 2024. Baru setelah itu, dilakukan pengerjaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Dari sana, berlanjut kepada penetapan kerjasama investasi dan faktor-faktor yang melingkupinya seperti investor, badan usaha, dan lain-lain.

“Kemudian, dilakukan pembuatan DED yang prosesnya bisa setahun lebih. Jika ditotal, proses dari studi kelayakan hingga ke proyek selesai, itu empat sampai lima tahun saja sudah sangat bagus,” kata Ade.

Komitmen dan Dana

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran Asep Sumaryana mengatakan, pendanaan dan komitmen pengawalan kebijakan dari pemangku kepentingan merupakan dua hal yang menyebabkan rencana pembangunan LRT terus mandek hampir satu dekade terakhir.

Asep mengatakan, pada 2016 memang sudah santer pemberitaan mengenai penggarapan proyek pembangunan LRT Bandung Raya, tetapi persoalan pendanaan belum menemukan titik terang.

“Lalu, terpotong juga pergantian kekuasaan di level daerah. Akibatnya, rencana tersebut tergantikan oleh kebijakan lain yang digagas penerusnya,” kata Asep.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa komitmen atas aspek garapan antarpemangku kepentingan sangat diperlukan, terutama untuk mengawal dan merealisasikan proyek besar yang krusial, agar tidak mangkrak.

“Tanpa tanggungjawab terhadap persoalan kota yang perlu segera diselesaikan itu, boleh jadi sebutan NATO (no action talk only) atau KKO (kalah ka omong) akan semakin menguat,” ujarnya.

Kerja sama antara pemerintah dan legeslatif juga disoroti Asep, untuk mengawal realisasi rencana pembangunan LRT Bandung Raya. Sebagai payung kebijakan, para politisi memegang kunci penting yang akan diteruskan oleh jajaran eksekutif. Jangan sampai intrik politik mempengaruhi arah kebijakan di lapangan yang sangat menentukan nasib masyarakat.

Apalagi, dilanjutkan Asep, persoalan kemacetan di Bandung Raya sudah sangat krusial. Langkah konkret harus dilakukan, daripada hanya terus menyusun rencana yang kemudian mandek di tengah jalan.

“Kesepakatan semua pihak sebagai komitmen bersama menjadi sangat penting terhadap persoalan kota yang semakin kritis. Bila tidak, hal tersebut hanya akan tetap jadi wacana tanpa cepat dilakukan eksekusi. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial mesti dikedepankan dan merendahkan ego serta kepentingan-kepentingan lain yang ada di bawahnya,” kata Asep.***

Sentimen: positif (100%)