Sentimen
Negatif (88%)
5 Okt 2023 : 14.22
Informasi Tambahan

Institusi: UIN

Kab/Kota: Solo

Kasus: korupsi

Partai Terkait

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti Ingatkan Bahaya Praktik Politik Dinasti

5 Okt 2023 : 21.22 Views 2

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti Ingatkan Bahaya Praktik Politik Dinasti

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengingatkan semua pihak soal dampak praktik politik dinasti. Bivitri menegaskan bahwa politik dinasti dapat merusak demokrasi, karena kontrol terhadap kekuasaan akan melemah.

"Kontrol kekuasaan akan menjadi lemah apabila relasi-relasi kekerabatan itu ada dalam institusi-institusi politik. Karena yang satu akan permisif pada institusi, atau bahkan membukakan jalan kerabatnya yang menduduki jabatan tertentu," kata Bivitri dalam diskusi publik yang bertajuk Dinasti Politik Jokowi di UIN, Jakarta, dikutip pada Rabu (4/10).

Bivitri mencontohkan pada apa yang terjadi dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini. Jokowi merupakan pimpinan dalam cabang kekuasaan eksekutif, sementara cabang kekuasaan lainnya, yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi (MK) diketuai oleh adik ipar Jokowi, yaitu Anwar Usman. Buntutnya, kata Bivitri MK sedikit bisa disetir oleh ipar Jokowi itu.

"Kalau kita bicara etik harusnya Ketua MK (Anwar Usman) mundur. Karena ada benturan kepentingan," ujarnya.

Diketahui saat ini sedang bergulir gugatan batas usia cawapres. Sejumlah pihak menggugat usia cawapres diturunkan menjadi 35 tahun, dari sebelumnya 40 tahun. Gugatan lain juga meminta syarat capres atau cawapres sudah pernah menjadi kepala daerah.

Jika itu dibiarkan, kata Bivitri, hal itu akan memberikan jalan bagi praktik korupsi, bahkan bisa lebih parah pada muara pembajakan terhadap demokrasi. Pembajakan demokrasi dilakukan lewat cara demokratik berdasarkan prosedural yang seakan-akan sesuai aturan.

"Nancy Bermeo bilang, 'democratic backsliding' yaitu demokrasi yang dibajak tetapi dengan cara yang demokrasi," katanya.

Bivitri menyebut bahaya lain dinasti politik juga membuat konsentrasi kekuasaan hanya tersebar di beberapa titik. Kekuasaan akhirnya hanya dimiliki lingkaran orang-orang yang sama.

"Akibatnya demokrasi kita tidak substantif, semua prosedural belaka. Dan ini sekarang yang sedang terjadi," ujar Bivitri.

Konsentrasi politik ke lingkaran tertentu dapat membuat luaran kebijakan tidak inovatif atau tidak banyak berubah. Sebab, pihak-pihak berkuasa hanya meneruskan ataupun mereproduksi kebijakan pendahulu mereka.

"Hal besar saja waktu (demonstrasi, red) Reformasi Dikorupsi, sampai lima orang mahasiswa dan pemuda meninggal dunia, apa (suara, red) kita didengar? Tidak, KPK-nya tetap dibunuh kok sampai sekarang," kata Bivitri.

Bivitri menekankan bahwa di Indonesia saat ini telah muncul dinasti politik Jokowi. "Cepat atau lambat pasti akan merusak demokrasi di tanah air," ucap Bivitri.

Untuk itu, agar negara menelurkan aturan pelarangan praktik politik dinasti, karena jika hanya mengandalkan etika politik dianggap sudah tidak mempan.

"Kita kayaknya perlu paksa secara struktural karena terus terang saja ya kalau kita hanya mengharapkan etik dari aktor-aktor politik itu, mulai dari Ketua MK, Pak Jokowi sendiri, Bobby, Kaesang, Gibran ataupun partai politik secara umum kita kayak menunggu godot. Susah sekali bicara etika politik dengan mereka," katanya.

Adapun gugatan terkait dengan batas usia capres-cawapres, Bivitri menegaskan kewenangan MK hanya memutuskan suatu pasal apakah melanggar konstitusi atau tidak, bukan untuk membuat aturan.

"Makanya dia (MK, red) disebutnya negative legislator. Dia tidak seharusnya menjadi positive legislator. Bikinin pasal baru itu bukan tugas MK," ujar Bivitri.

Jokowi dianggap tengah membuat dinasti politik di Indonesia. Hal ini terlihat dari anggota keluarga pada lingkaran utamanya menempati sejumlah jabatan politik.

Selain Gibran yang tengah menjabat sebagai Wali Kota Solo digadang menjadi cawapres mendampingi Prabowo di Pilpres 2024, terdapat pula putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep yang baru saja didapuk sebagai Ketua Umum PSI.

Menantunya Bobby Nasution saat ini juga menjadi Wali Kota Medan. Keterpilihan ketiganya di saat Jokowi masih menjabat sebagai presiden. (jpnn/fajar)

Sentimen: negatif (88.9%)