Sentimen
Negatif (100%)
19 Sep 2023 : 05.30
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Gunung, Kediri, Serdang, Dumai

Kasus: HAM

Tokoh Terkait

Jawara-Jawara Melayu Turun Gunung Sikapi Konflik Rempang, Lembaga HAM: Hati-Hati Bibit Konflik Berkepanjangan!

19 Sep 2023 : 12.30 Views 3

TVOneNews.com TVOneNews.com Jenis Media: News

Jawara-Jawara Melayu Turun Gunung Sikapi Konflik Rempang, Lembaga HAM: Hati-Hati Bibit Konflik Berkepanjangan!

Jakarta, tvonenews.com - Pascabentrokan antara warga dan aparat yang terjadi di Pulau Rempang pada 7 September lalu, ratusan organisasi berbasis warga melayu angkat suara. Tak hanya seruan, kecaman, protes, bahkan beberapa diantaranya melakukan aksi turun ke jalan. 

"Peristiwa tanggal 7 September 2023 di Rempang juga telah berimplikasi pada sejumlah hal khususnya berkaitan dengan amarah publik. Akibat video brutalitas yang dilakukan oleh aparat gabungan sehingga menimbulkan beberapa jumlah korban," demikian dikutip dari laporan publikasi bertajuk "Keadilan Timpang di Pulau Rempang", temuan awal investigasi atas peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM 7 September di Pulau Rempang, Selasa (19/9/2023).

(Cover publikasi hasil investigasi 9 lembaga pemerhati HAM pada bentrokan di Pulau Rempang, 9 September 2023)

Dalam laporan itu, sembilan lembaga pemerhati HAM ini juga mengkhawatirkan gejala-gejala yang terjadi dan mengarah pada konflik lanjutan yang diprediksi akan berlangsung berlarut-larut. 

"Ciri-ciri tersebut misalnya terlihat dari sentimen kesukuan atau ras yang terbangun yakni melayu yang diposisikan sebagai korban," demikian dikutip dari publikasi tersebut. 

Sementara informasi dari lapangan, terbaru, Aliansi Ormas Melayu Kota Dumai menggelar aksi solidaritas yang dihadiri oleh 57 aliansi Melayu sebagai bentuk dukungan kepada warga Pulau Rempang dan Galang yang tengah menghadapi konflik terkait relokasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City. 

Aksi ini berlangsung di Lapangan Taman Bukit Gelanggang Kota Dumai pada hari Senin, 18 September 2023, pukul 09.00 WIB. 

"Ayo, kita bersatu sebagai satu suara untuk melawan pembangunan di Pulau Rempang yang mengancam hak-hak warga Melayu. Kami menolak pembangunan ini dan akan terus berjuang bersama warga kami," tegas salah satu pemimpin aliansi dalam orasinya.

(Unjuk rasa warga melayu Dumai protes kekerasan pada warga Pulau Rempang. Seumber: tim tvone)

Sementara Datok Agus Assalam, salah satu perwakilan dari aliansi tersebut, menjelaskan bahwa aksi damai ini merupakan ekspresi keprihatinan atas situasi yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang. Mereka juga mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga.

"Aksi damai ini dilakukan untuk mendukung warga Melayu di sana. Kita juga mendesak agar pengosongan lahan di Pulau Rempang dan Galang dihentikan serta menyerukan agar tidak ada lagi tindakan kekerasan terhadap warga," ujar Datok Agus.

Kecaman Dari Panglima Dayak

Pada Sabtu 16 September 2023, Panglima Suku Dayak, Panglima Pajaji yang dikenal dengan nama Agustinus Lucky lantang menyuarakan solidaritasnya untuk masyarakat Rempang Batam. 

Panglima Pajaji merasa senasib dengan warga Rempang karena perlakuan yang dilakukan petugas keamanan di Rempang. Tak hanya solidaritas, Panglima Pajaji bahkan siap mengerahkan pasukannya demi membela masyarakat adat Kepulauan Rempang di Kepri.

"Menyesalkan tindakan yang terjadi di Pulau Rempang. Saya sangat menyesalkan perbuatan aparat penegak hukum yang mengintimidasi masyarakat, yang ada di Pulau Rempang," kata Panglima Pajaji berdasar video di akun Facebook Panglima Pajaji, Sabtu (16/9/2023).

(Dok. Unjuk rasa warga Rempang di depan kantor BP Batam, 11 September 2023. Suember: tim tvone)

Bagi Panglima Pajaji aparat terlahir dari masyarakat dan dibesarkan oleh masyarakat. 

"Anda aparat, para aparat. Anda-anda itu terlahir dari masyarakat dan sama seperti saya. Anda dibesarkan oleh masyarakat. Anda juga didirikan, dihadirkan karena masyarakat," kata Panglima Pajaji.

Sehingga tindakan refresiif aparat justru menyakiti masyarakat. Panglima Pajaji memahami bahwa aparat hanya menjalankan tugas.  

"Ya, saya tahu kalian menjalankan tugas. Tapi yang kalian lawan itu adalah rakyat, masyarakat kita yang ada di NKRI ini," katanya.

Kemudian Panglima Pajaji menyampaikan pesan ke masyarakat Rempang untuk terus berjuang dan ia berjanji akan membantunya.

"Masyarakat Rempang, saudara-saudara saya yang ada di sana. Saya akan turun tangan langsung membantu kalian yang ada di Rempang. Saya akan hadir membantu saudara-saudara saya yang ada di Rempang," kata Panglima Pajaji.

Panglima Pajaji lalu menyebut ancaman yang menurutnya paling berbahaya saat ini yang dialmi anak cucu dan generasinya, yaitu  penjajahan gaya baru.

"Dan sekarang anak cucunya, generasinya yang diperjuangkan tanah leluhur, sekarang dijajah. Dijajah dengan gaya baru," katanya.

Melayu Serdang: Jangan Lupakan Peran Melayu Untuk NKRI 

Senada dengan tokoh Dayak, Kepala sekretaris kesultanan negeri Serdang, Tengku Mira Sinar minta pemerintah pusat tidak melupakan sejarah suku melayu bagi kemerdekaan dan keutuhan NKRI.

(Tengku Mirna Sinar. Sumber: tim tvone)

Tak hanya menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang mengintimidasi warga di pulau Rempang, cucu dari Sultan Serdang terakhir ini juga menyayangkan intimidari aparat kepada warga Rempang.

"Sangat menyayangkan, pemerintah Indonesia kejam sekali terhadap masyarakat melayu Rempang. Pemerintah berhenti mengecam masyarakat melayu di Rempang. Harus berhenti, cari aja pulau lain untuk perluasan proyek strategis nasional. Tidak usah di Rempang," kata Tengku Mira Sinar, di Medan, Sumatera Utara, Minggu (17/9/2023).

Cucu dari Sulaiman Saipul Alamsyah yang merupakan sultan Serdang terakhir ini mengatakan, sikap pemerintah dinilai tidak menghargai historis perjuangan suku melayu di masa lalu.

"Mereka seakan lupa, kami orang melayu sudah terlalu baik kepada negara ini. Kita memberikan harta kita untuk terbentuknya Indonesia, kita juga memberikan bahasa kita untuk persatuan yaitu bahasa Indonesia yang asal muasalnya adalah bahasa melayu. Jadi tolonglah pemerintah berhenti mengintimidasi masyarakat melayu di Rempang," tegas Tengku Mira Sinar.

Aktivis Anak Soroti Kekerasan di Pulau Rempang

Rupanya, tak hanya warga melayu, protes juga disuarakan puluhan aktifis yang tergabung dalam Yayasan Lembaga Perlindungan Anak (YLPA) dan relawan Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPA) Kota Kediri.

“Tolak segala bentuk kekerasan terhadap anak-anak di pulau Rempang Batam,” Kata Endah Andrawati dalam orasinya. Senin, (18/09/2023).

(Unjuk rasa protes kekerasan terhadap anak akibat konflik Rempang. Sumber: tim tvone)

Unjuk rasa tersebut diakukan di bundaran Sekartaji Kota Kediri untuk anak anak korban penindasan kasus rempang batam kepulauan Riau. Dalam tuntutanya massa aksi prihatin terhadap ratusan anak anak dibawah umur di rempang yang haknya tertindas.

Seperti hak untuk hidup dengan aman dan nyaman serta bebas rasa takut, hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan, serta hak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua.

Massa mengecam dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap anak anak di Pulau Rempang Batam. Anak anak harus dapat mendapatkan rasa aman nyaman ceria bermain dan belajar.

“Penuhi hak-hak anak pulau rempang agar mereka mendapatkan rasa aman dan nyaman, ceria bermain dan belajar,” imbuhnya.

Potensi Berlanjutnya Konflik di Rempang

Dalam laporan publikasi sembilan lembaga pemerhati HAM bertajuk "Keadilan Timpang di Pulau Rempang", temuan awal investigasi atas peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM 7 September di Pulau Rempang, disebutkan adanya potensi dan kekhawatiran konflik berlanjut.

"Begitu banyak pihak yang bersuara dan mengecam tindakan represif aparat terhadap warga di Rempang. Di luar itu, kami sebetulnya mengkhawatirkan gejala-gejala yang terjadi dan mengarah pada konflik lanjutan yang diprediksi akan berlangsung berlarut-larut," demikian dikutip dari laporan itu. 

"Ciri-ciri tersebut misalnya terlihat dari sentimen kesukuan atau ras yang terbangun yakni melayu yang diposisikan sebagai korban," lanjutnya. 

(Dok. Tetua adat melayu di Pulau Rempang beri gelar panglima pada 8 pemuda pascabentrokan di Pulau Rempang. Sumber: tim tvone)

Sembilan lembaga pemerhati HAM menangkap sinyal bahwa basis sentimen kesukuan ini situasinya cukup meluas di tengah-tengah masyarakat. 

Dendam yang dipelihara pun secara nyata telah berimplikasi pada konflik dan pertumpahan darah sebagaimana telah terjadi di berbagai daerah, misalnya di Papua.

"Jika terus dibiarkan, bibit konflik berkepanjangan ini akan terus meluas dan membesar," demikian laporan itu. 

Oleh karena itu, pemerintah diminta segera mengambil solusi untuk mencegah jatuhnya korban lanjutan. Situasi pun semakin rumit setelah hampir seluruh warga menolak untuk direlokasi dari kampung-kampung adatnya. 

"Bahkan, secara radikal, masyarakat yang bermukim menyatakan lebih baik berkalang tanah dari pada harus dipindahkan. Pemindahan bagi mereka sama seperti merampas segalanya. Di Pulau Rempang tersebut lah mereka hidup, mempertahankan warisan leluhur dan mencari penghidupan yang dianggap layak." (ito)


 

Sentimen: negatif (100%)